Solusi Atasi Banjir
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Pendidik MILB YKTM Budi Asih; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN
Walisongo Semarang
Ironis. Demikian kata yang mewakili
ungkapan keprihatinan penulis mengetahui kondisi kesusahan, kesedihan, dan
penderitaan para korban musibah banjir yang melanda di sejumlah wilayah di
negeri ini, terutama ibukota Jakarta.. Seolah musibah ini menjadi “agenda”
rutin tahunan di beberapa wilayah di republik ini, tak terkecuali Semarang.
Rata-rata wilayah yang terkena musibah ini ialah daerah kota besar seperti
Jakarta, Semarang, Surabaya, dan kota besar lainnya. Meskipun terkadang
sejumlah wilayah di desa juga terkena musibah banjir ketika curah hujan sangat
tinggi, sehingga volume air meningkat drastis dalam waktu sekejap.
Ya. musibah banjir tentu sangat merugikan
banyak pihak. Akhirnya, berbagai kerepotan pun akan mengiringi warga. Aktivitas
sehari-hari akan terhambat, penyakit mulai mengancam kesehatan, transportasi
menjadi sulit, sarana prasarana menjadi rusak dan kotor, menghilangkan
peralatan, perlengkapan, harta benda lainnya, bahkan nyawa manusia,
mengakibatkan pemadaman listrik, laju perekonomian menjadi berkurang, mencemari
lingkungan sekitar, menyebabkan erosi atau tanah longsor, menutup masa depan,
dan efek negatif lainnya.
Sesungguhnya, musibah banjir telah
menimpa beberapa kaum sebelum zaman nabi Muhamamd SAW., diantaranya kaum ‘ad,
Saba’, dan umat nabi Nuh AS. Fakta ini bisa kita lihat berdasarkan firman Allah
QS. Hud: 32-49, Al-A’raf: 65-72, Saba’: 15-16. Dalam berbagai perspektif,
faktor penyebab terjadinya musibah banjir ada beberapa poin. Pertama, secara
teologis, banjir terjadi karena banyak umat manusia tidak menjalankan
perintah-Nya dan melakukan sejumlah laangan-Nya, meskipun Tuhan telah melaknat
serta mengancam kita kelak akan ditempatkan di neraka bila berlaku demikian.
Tapi, nyatanya tetap banyak masyarakat yang masih melanggar perintah-Nya. Terbukti
kriminalitas dan pergaulan bebas semakin merajalela, persebaran miras dan
narkoba semakin meluas, dan bahkan seks bebas telah merebak di sejumlah
wilayah.
Kedua, secara ekologis, musibah
banjir dapat terjadi akibat ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab
seperti membuang sampah sembarangan, pembakaran hutan, penebangan hutan liar
(illegal loging), kurangnya penghijauan/ reboisasi, maraknya industrisasi
sehingga menyebabkan tidak ada bagian tanah untuk meresapnya air hujan, penangkapan
ikan di laut yang tidak wajar, sehingga menyebabkan kondisi alam tidak seimbang
dan tidak teratur. Al hasil, banjir bandang tidak dapat di bendung kembali.
Fakta ini selaras dengan firman Allah dalam QS. Al-Rum: 41-42, Al-A’rof: 56-58,
Al-Sad: 27. Dan lebih tepatnya lagi terdapat pada QS. Hud: 101 yang artinya
“Bukanlah Kami yang menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri, (disebabkan) citra (kondisi) lingkungan mereka tidak mampu
menolong di saat banjir, bahkan mereka semakin terpuruk dalam kehancuran”.
Mengetahui kedua penyebab dan
berbagai dampak negatif musibah banjir tesebut, seyogyanya Presiden Jokowi
harus segera menepati janjinya untuk mengatasi banjir di negeri ini, terutama
di ibukota Jakarta. Jangan sampai berbagai masalah internal termasuk kisruh
KPK-Polri yang tak kunjung selesai dijadikan alasan terbengkalainya mengurus
masalah banjir. Memang tugas seorang presiden banyak, hampir seluruh aspek
kehidupan masayrakat tercakup di dalamnya. Oleh karena itu, Jokowi harus ingat,
berkomitmen, dan konsisten akan menepati janjinya untuk menyelesaikan masalah
banjir. Dan kini banjir telah melanda ibukota, namun belum muncul pertanda
langkah tegas Presiden Jokowi.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan
negeri ini bebas dari banjir, upaya pemerintah harus didukung oleh seluruh
elemen masyarakat. Keterlibatan seluruh pihak dalam konteks ini tetap dibutuhkan.
Adapun pihak pemerintah jangan sampai hanya menjadi pihak ‘pengatur’ saja tanpa
terlibat langsung, sedangkan masyarakat harus tunduk pada aturan pemerintah
selama aturan itu untuk kemasalahatan umat (QS. Al-Nisa’: 59).
Sebenarnya solusi penyelesaian
musibah banjir pun telah tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf: 56 yang secara
substansial berarti perintah Allah kepada umat manusia agar tidak membuat
kerusakan di muka bumi. Maka dari itu, baik pemerintah maupun masayrakat harus
segera melakukan beberapa langkah solutif, konstruktif, dan futuristik demi
terselamatkannya dari musibah banjir. Namun, melihat kondisi wilayah Indonesia
yang tidak seluruhnya dilanda banjir, maka ada dua solusi konkrit.
Pertama, solusi sebelum banjir
melanda (preventif). Solusi ini diperuntukkan bagi wilayah yang belum terkena
banjir dan bepotensi terkena banjir. Lebih tepatnya, ada beberapa langkah awal
yang harus dilakukan bersama baik pemerintah maupun masyarakat demi mencegah
terjadinya musibah banjir. Pertama, meratakan program reboisasi terutama di
wilayah yang rawan banjir dan minim pohon keras yang kuat untuk menahan banjir.
Kedua, membuat Lubang Resapan Biopori (LRB). Solusi ini terutama diperuntukkan
wilayah yang di sana telah banyak berdiri gedung besar atau perindusrian.
Dengan mewajibkan pembuatan LRB bagi setiap gedung atau industri, maka akan
dapat meminimalisir terpicunya terjadi banjir karena salinitas akan lancar.
Ketiga, pengaturan pembuangan sampah
atau limbah yang baik dan teratur. Solusi ini ditujukan bagi seluruh wilayah
terutama di sekitar perindustrian agar dapat mengatur pembuangan sampah di
tempat yang semestinya yang tidak menyebabkan tersmbatnya saluran air.
Sehingga, ketika terjadi hujan deras air dapat mengalir ke saluran air dengan
lancer tanpa hambatan sampah maupun limbah sedikitpun.
Keempat, tidak mendirikan pemukiman
di sekitar tepi sungai. Ini ditujukan bagi di desa maupun kota. Sebab, jika
banyak berdiri pemukiman di tepi sungai, tentu akan mengurangi kekuatan tanah
dalam menyerap air. Jika demikian, selain memicu banjir juga akan memicu
terjadinya longsor tanah. Selain air tidak bisa terserap, pemukiman di tepi
sungai akan memicu tumpukan sampah atau limbah di tepi sungai. Jika itu
terjadi, maka akan menghambat saluran air. Dan banjir pun tidak dapat dielak
lagi.
Adapun langkah solusi kedua ialah
ketika bencana banjir sudah melanda (represif). Langkah ini berlaku bagi
wilayah yang sudah dilanda banjir. Maka, pemeerintah bersama dengan seluruh
masyarakat sekitarnya harus bersinergi saling membantu para korban banjir.
Hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya pertama, memenuhi kebutuhan pangan.
Pemerintah dan masyarakat yang mampu harus membantu pangan para korban. Kedua,
kesehatan. Pemerintah bersama dengan masayrakat yang mampu harus segera memberikan
sumbangan obat-obatan demi pencegahan merebaknya penyakit akibat banjir seperti
diare, kolera, gatal-gatal, DB, dan lainnya.
Ketiga, sandang. Pemerintah dan
warga yang mampu harus menyumbang sandang yang dibutuhkan oleh para korban,
karena tentu mereka sangat membutuhkannya. Keempat, papan. Sudah tentu para
korban banjir membuthkan tempat pengungsian yang layak. Maka dari itu,
pemerintah dan warga yang mampu harus mau bersedia membantu memberikan tempat
penampungan bagi para korban banjir dengan ikhlas.
Dengan terwujudnya semua seluruh
solusi tersebut dan dilakukan oleh semua pihak, maka akan membebaskan republik
ini dari musibah banjir sehingga terwujud negeri yang damai, aman, dan permai. Semoga!
Wallahu a’lam bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar