Sabtu, 16 Mei 2015

Solusi Atasi Banjir (Koran Rakyat Jateng: 25 Februari 2015)



Solusi Atasi Banjir
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Pendidik MILB YKTM Budi Asih; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Ironis. Demikian kata yang mewakili ungkapan keprihatinan penulis mengetahui kondisi kesusahan, kesedihan, dan penderitaan para korban musibah banjir yang melanda di sejumlah wilayah di negeri ini, terutama ibukota Jakarta.. Seolah musibah ini menjadi “agenda” rutin tahunan di beberapa wilayah di republik ini, tak terkecuali Semarang. Rata-rata wilayah yang terkena musibah ini ialah daerah kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan kota besar lainnya. Meskipun terkadang sejumlah wilayah di desa juga terkena musibah banjir ketika curah hujan sangat tinggi, sehingga volume air meningkat drastis dalam waktu sekejap.
Ya. musibah banjir tentu sangat merugikan banyak pihak. Akhirnya, berbagai kerepotan pun akan mengiringi warga. Aktivitas sehari-hari akan terhambat, penyakit mulai mengancam kesehatan, transportasi menjadi sulit, sarana prasarana menjadi rusak dan kotor, menghilangkan peralatan, perlengkapan, harta benda lainnya, bahkan nyawa manusia, mengakibatkan pemadaman listrik, laju perekonomian menjadi berkurang, mencemari lingkungan sekitar, menyebabkan erosi atau tanah longsor, menutup masa depan, dan efek negatif lainnya.
Sesungguhnya, musibah banjir telah menimpa beberapa kaum sebelum zaman nabi Muhamamd SAW., diantaranya kaum ‘ad, Saba’, dan umat nabi Nuh AS. Fakta ini bisa kita lihat berdasarkan firman Allah QS. Hud: 32-49, Al-A’raf: 65-72, Saba’: 15-16. Dalam berbagai perspektif, faktor penyebab terjadinya musibah banjir ada beberapa poin. Pertama, secara teologis, banjir terjadi karena banyak umat manusia tidak menjalankan perintah-Nya dan melakukan sejumlah laangan-Nya, meskipun Tuhan telah melaknat serta mengancam kita kelak akan ditempatkan di neraka bila berlaku demikian. Tapi, nyatanya tetap banyak masyarakat yang masih melanggar perintah-Nya. Terbukti kriminalitas dan pergaulan bebas semakin merajalela, persebaran miras dan narkoba semakin meluas, dan bahkan seks bebas telah merebak di sejumlah wilayah.
Kedua, secara ekologis, musibah banjir dapat terjadi akibat ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab seperti membuang sampah sembarangan, pembakaran hutan, penebangan hutan liar (illegal loging), kurangnya penghijauan/ reboisasi, maraknya industrisasi sehingga menyebabkan tidak ada bagian tanah untuk meresapnya air hujan, penangkapan ikan di laut yang tidak wajar, sehingga menyebabkan kondisi alam tidak seimbang dan tidak teratur. Al hasil, banjir bandang tidak dapat di bendung kembali. Fakta ini selaras dengan firman Allah dalam QS. Al-Rum: 41-42, Al-A’rof: 56-58, Al-Sad: 27. Dan lebih tepatnya lagi terdapat pada QS. Hud: 101 yang artinya “Bukanlah Kami yang menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, (disebabkan) citra (kondisi) lingkungan mereka tidak mampu menolong di saat banjir, bahkan mereka semakin terpuruk dalam kehancuran”.
Mengetahui kedua penyebab dan berbagai dampak negatif musibah banjir tesebut, seyogyanya Presiden Jokowi harus segera menepati janjinya untuk mengatasi banjir di negeri ini, terutama di ibukota Jakarta. Jangan sampai berbagai masalah internal termasuk kisruh KPK-Polri yang tak kunjung selesai dijadikan alasan terbengkalainya mengurus masalah banjir. Memang tugas seorang presiden banyak, hampir seluruh aspek kehidupan masayrakat tercakup di dalamnya. Oleh karena itu, Jokowi harus ingat, berkomitmen, dan konsisten akan menepati janjinya untuk menyelesaikan masalah banjir. Dan kini banjir telah melanda ibukota, namun belum muncul pertanda langkah tegas Presiden Jokowi.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan negeri ini bebas dari banjir, upaya pemerintah harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Keterlibatan seluruh pihak dalam konteks ini tetap dibutuhkan. Adapun pihak pemerintah jangan sampai hanya menjadi pihak ‘pengatur’ saja tanpa terlibat langsung, sedangkan masyarakat harus tunduk pada aturan pemerintah selama aturan itu untuk kemasalahatan umat (QS. Al-Nisa’: 59).
Sebenarnya solusi penyelesaian musibah banjir pun telah tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf: 56 yang secara substansial berarti perintah Allah kepada umat manusia agar tidak membuat kerusakan di muka bumi. Maka dari itu, baik pemerintah maupun masayrakat harus segera melakukan beberapa langkah solutif, konstruktif, dan futuristik demi terselamatkannya dari musibah banjir. Namun, melihat kondisi wilayah Indonesia yang tidak seluruhnya dilanda banjir, maka ada dua solusi konkrit.
Pertama, solusi sebelum banjir melanda (preventif). Solusi ini diperuntukkan bagi wilayah yang belum terkena banjir dan bepotensi terkena banjir. Lebih tepatnya, ada beberapa langkah awal yang harus dilakukan bersama baik pemerintah maupun masyarakat demi mencegah terjadinya musibah banjir. Pertama, meratakan program reboisasi terutama di wilayah yang rawan banjir dan minim pohon keras yang kuat untuk menahan banjir. Kedua, membuat Lubang Resapan Biopori (LRB). Solusi ini terutama diperuntukkan wilayah yang di sana telah banyak berdiri gedung besar atau perindusrian. Dengan mewajibkan pembuatan LRB bagi setiap gedung atau industri, maka akan dapat meminimalisir terpicunya terjadi banjir karena salinitas akan lancar.
Ketiga, pengaturan pembuangan sampah atau limbah yang baik dan teratur. Solusi ini ditujukan bagi seluruh wilayah terutama di sekitar perindustrian agar dapat mengatur pembuangan sampah di tempat yang semestinya yang tidak menyebabkan tersmbatnya saluran air. Sehingga, ketika terjadi hujan deras air dapat mengalir ke saluran air dengan lancer tanpa hambatan sampah maupun limbah sedikitpun.
Keempat, tidak mendirikan pemukiman di sekitar tepi sungai. Ini ditujukan bagi di desa maupun kota. Sebab, jika banyak berdiri pemukiman di tepi sungai, tentu akan mengurangi kekuatan tanah dalam menyerap air. Jika demikian, selain memicu banjir juga akan memicu terjadinya longsor tanah. Selain air tidak bisa terserap, pemukiman di tepi sungai akan memicu tumpukan sampah atau limbah di tepi sungai. Jika itu terjadi, maka akan menghambat saluran air. Dan banjir pun tidak dapat dielak lagi.
Adapun langkah solusi kedua ialah ketika bencana banjir sudah melanda (represif). Langkah ini berlaku bagi wilayah yang sudah dilanda banjir. Maka, pemeerintah bersama dengan seluruh masyarakat sekitarnya harus bersinergi saling membantu para korban banjir. Hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya pertama, memenuhi kebutuhan pangan. Pemerintah dan masyarakat yang mampu harus membantu pangan para korban. Kedua, kesehatan. Pemerintah bersama dengan masayrakat yang mampu harus segera memberikan sumbangan obat-obatan demi pencegahan merebaknya penyakit akibat banjir seperti diare, kolera, gatal-gatal, DB, dan lainnya.
Ketiga, sandang. Pemerintah dan warga yang mampu harus menyumbang sandang yang dibutuhkan oleh para korban, karena tentu mereka sangat membutuhkannya. Keempat, papan. Sudah tentu para korban banjir membuthkan tempat pengungsian yang layak. Maka dari itu, pemerintah dan warga yang mampu harus mau bersedia membantu memberikan tempat penampungan bagi para korban banjir dengan ikhlas.
Dengan terwujudnya semua seluruh solusi tersebut dan dilakukan oleh semua pihak, maka akan membebaskan republik ini dari musibah banjir sehingga terwujud negeri yang damai, aman, dan permai. Semoga! Wallahu a’lam bimurodihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar