Mewujudkan Negeri Berdikari
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Selama ini, sesungguhnya nasib bangsa Indonesia berada dalam kondisi
‘terombang-ambing’ oleh bangsa lain. Pasalnya, ketika bangsa lain mengusulkan
suatu kebijakan, pemerintah Indonesia cenderung mengamininya. Padahal,
kebijakan tersebut sungguh bersifat politis. Artinya, kebijakan tersebut lebih
menguntungkan pihak asing dari pada rakyat. Sehingga, hakikatnya bangsa
Indonesia seolah banyak memiliki nilai plus berupa hubungan pesahabatan dengan
bangsa-bangsa lain yang tergolong maju, namun justru sebenarnya telah merugikan
rakyat.
Sebab, melalui kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan pihak
asing, faktanya beragam kekayaan berkualitas Indonesia telah ‘dirampok’ secara
legal oleh bangsa asing. Parahnya, fenomena itu meskipun telah disadari oleh
pemerintah kita, namun mereka seakan tidak memiliki nyali untuk ‘mengusir’
bangsa asing. Terbukti, pemerintah belum berani ‘merebut kembali’ berbagai
kekayaan alam Indonesia yang telah dikuasai oleh asing secara legal sejak zaman
sebelum rezim Jokowi.
Ya, banyak sekali kekayaan bangsa Indonesia yang seharusnya bisa
dinikmati rakyat Indonesia, namun justru bangsa asing yang menjadi penikmatnya.
Terbukti, sejumlah sumber pertambangan berkualitas termasuk minyak bumi di
beberapa wilayah strategis Indonesia telah dikuasai bangsa asing. Sebut saja
PT. Exon Mobil di Cepu, Blora, PT. Natuna, PT. Free Port, dan masih banyak
lagi.
Semua itu kini telah didominasi oleh bangsa asing. Ironisnya,
pemerintah Indonesia yang menyepakati perjanjian tersebut dengan bangsa asing
hanya memperoleh sebagian kecil dari hasil pengolahan pertambangan itu. Mirisnya,
hampir tidak ada rakyat Indonesia yang bisa menikmati kekayaan alamnya sendiri.
Disadari atau tidak, sesungghnya penyebab terjadinya itu semua
ialah karena bangsa Indonesia belum mampu menjadi negeri berdikari (berdiri di
kaki sendiri). Pasalnya, Indonesia telah mengimpor berbagai bahan kebutuhan
sehari-hari. Payahnya, untuk memenuhi makanan pokok pun seperti beras harus
impor. Fenomena ini tentu membahayakan eksistensi bangsa Indonesia ke depan.
Sebab, Indonesia sejah ini terlalu banyak bergantung pada bangsa lain. Maka,
ini menjadi pertanda ketertinggalan bangsa Indonesia dengan bangsa lain yang
harus diatasi.
Jika ini dibiarkan berlanjut, tentu rakyat Indonesia hanya akan
menjadi penonton ‘keberhasilan’ bangsa asing. Implikasi lainnya, Indonesia
tidak akan bisa mengatur urusan negaranya sendiri secara leluasa. Artinya,
hampir selurh kebijakan pemerintah seolah ‘disetir’ asing. Dalam kondisi
demikian, Indonesia bisa dikatakan sangat lemah. Berbagai intervensi asing
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam negeri pun
akan menjadi sangat kuat.
Asumsinya, apabila Indonesia menolak usulan bangsa asing -yang kita
jadikan objek bergantung berbagai kebutuhan- kemungkinan besar Indonesia akan
takut diancam. Sebab, Indonesia masih harus membutuhkan bantuan bangsa asing,
terutama impor sejumlah bahan kebutuhan sehari-hari. Indikatornya, saat ini
bangsa Indonesia belum berani membebaskan diri dari belenggu kekuasaan bangsa
asing atas berbagai kekayaan berkualitas di seantoro negeri ini.
Padahal idealnya, dengan berbagai macam kekayaan kita yang
melimpah, Indonesia mampu menjadi bangsa yang unggul, maju, dan berdikari,
sehingga layak tampil di garis terdepan sebagai bangsa yang kuat dan kaya. Namun,
fakta membuktikan sebaliknya. Justru di balik kondisi bangsa Indonesia dengan beragam
kekayaannya (gemah ripah loh jinawe), angka kemiskinan tinggi,
pengangguran dan PHK meningkat, korupsi merajalela, sehingga kriminalitas pun
ikut membabi buta.
Menilik permasalahan itu, maka bangsa Indonesia harus segera
bersatu bersama-sama bersaha sekuat tenaga untuk melepas belenggu ‘penjajahan’
dari bangsa asing. Dalam konteks ini, Dr. Mohammad Nasih telah menawarkan
beberapa solusi konkrit supaya kita mampu bersaing dengan bangsa lain, yakni
dengan menjadi negeri berdikari. Dn itu harus dilakukan dengan keras dan
konsisten secara berjamaah jika memang kita bertekad ingin mengubah nasib ini (QS. Al-Ro’du: 11).
Adapun langkah yang harus dilakukan oleh semua pihak terdiri dari
pengoptimalisasian dua aspek utama, yakni Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber
Daya Alam (SDA). Pengotimalan SDM harus didahulukan dari pada SDA. Sebab, SDA
dapat dioptimalkan dari SDM yang bermutu. Apabila Indonesia memiliki SDM
berkualitas, tidak mustahil SDA di sekitar kita akan teroptimalkan pula dengan
baik. Begitu pun sebaliknya.
Adapun untuk dapat mengoptimalkan SDM dengan maksimal, seluruh
pihak baik pemerintah maupun rakyat harus bersinergi melakukan beberapa langkah
utama. Pertama, pemerintah membuat kebijakan wajib belajar 16 tahun. Tidak
dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan aspek paling urgen untuk memajukan
suatu bangsa, tak terkecuali Indonesia. Dengan mewajibkan belajar 16 tahun,
diharapkan rakyat Indonesia menjadi insan berkompeten di masing-masing
bidangnya.
Kedua, pemerintah harus memberikan penghargaan khusus kepada rakyat
Indonesia yang berprestasi dan mendukungnya hingga prestasinya berupa hasil
suatu karya inovasjinya bisa menjadi bermanfaat bagi siapapun dan mampu
bersaing di kancah Internasional. Hal yang harus diketahui bersama bahwa selama
ini salah satu faktor penghambat kemajuan Indonesia yaitu ketika ada anak
bangsa yang berhasil menciptakan suatu karya inovatif, tidak ada penghargaan
yang begitu signifikan dari pemerintah dan tidak ditindaklanjuti. Seolah
pemerintah menutup mata terhadapnya. Sehingga, karya tersebut tidak bisa
bermanfaat bagi khalayak umum.
Sedangkan untuk mengoptimalkan SDA di sekitar, ada beberapa langkah
yang harus ditempuh bersama. Pertama, rakyat harus mandiri berusaha keras
sesuai bidang masing-masing dengan mengolah dan membudidayakan berbagai macam
SDA di sekitarnya agar bisa dimanfaatkan dengan baik.
Kedua, pemerintah harus berani menopang warga dalam upaya
pengolahan dan budidaya SDA dengan menyediakan teknologi-teknologi modern yang
canggih. Sehingga, rakyat bisa menghasilkan usaha pengolahan dan budidaya
dengan lebih maksimal karena didukung dengan peralatan yang canggih dan
representatif. Misal, pemerintah menyediakan alat pembajak sawah modern dan
pupuk berkualitas bagi para petani. Dengan begitu, maka mereka akan bisa menuai
hasil melimpah, lebih berkualitas, dan relatif singkat. Sehingga, waktunya bisa
dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan lain yang signifikan. Disamping itu,
kita harus yakin jika kita lakukan upaya-upaya itu dengan total, maka kita akan
berhasil mengubah nasib kita. Sebagaimana nabi berpesan melalui hadistnya “Man
jadda wa jada”, barang siapa bersungguh-sungguh, maka dia akan sukses menuai
hasilnya.
Semoga, semua langkah tersebut bisa direalisasikan di pemerintahan
Jokowi. Dengan begitu, maka kita akan menjadi bangsa yang berdikari dan mampu
bersaing dengan bangsa lain. Wallahu a’lam bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar