Jumat, 15 Mei 2015

Basmi AIDS, Mimpi? (Koran Metro Riau: 2 Desember 2014)


http://www.metroriau.com/epaper-974-2014-12-02-02122014.html    
 
Basmi AIDS, Mimpi?
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Mahasiswa Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Waliongo Semarang
Saat ini, penyakit Aquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah menyebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, versi UNICEF, Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia sebagai penduduk dengan penderita AIDS terbanyak. Sedangkan berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL, dari H. M. Subuh tanggal 17 Oktober 2014, jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia dari tahun 1987 hingga September 2014 sebanyak 55.799 orang.
Fenomena tersebut menunjukkan betapa pentingnya upaya penanggulangan, pencegahan, serta pemberantasan penyakit AIDS untuk segera direalisasikan. Dalam konteks ini, upaya tersebut membutuhkan sinergi dari seluruh lapisan masyarakat terutama melalui aspek pendidikan, baik kalangan pemerintah maupun masyarakat sipil. Jika hanya melibatkan sebagian pihak saja, maka upaya itu bagaikan menegakkan tali yang basah, alias sia-sia. Tidak dibutuhkan hanya sebatas pemberian wacana, gagasan, ataupun opini, namun yang lebih urgen adalah tindak lanjut dari itu semua. Sebab, selama ini, upaya pemerintah dunia melalui salah satu Badan PBB yaitu UNICEF maupun pemerintah Indonesia untuk memutus “mata rantai” penyakit AIDS masih sebatas mimpi, alias belum ada gerak yang nyata sehingga bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Indikatornya, frekuensi penderita AIDS masih cukup banyak.
Untuk itu, seluruh lapisan masyarakat jangan hanya “bergerak-gerak” dalam menyikapi fenomena penyebaran penyakit AIDS yang sangat membahayakan bagi kehidupan ini. Strategi pencegahan HIV melalui program nasional UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Presiden no. 75 tahun 2006 tak boleh sekadar wacana dan teori belaka. Itu harus ditindaklanjuti dengan cepat, tanggap, sigap, tegas, dan profesional. Maka, tiada artinya jika itu semua hanya berupa teori. Justru semua itu dibuat bertujuan untuk dilakukan dalam pencegahan penyebaran AIDS. Namun, tujuan yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk direalisasikan malah dikesampingkan. Itu artinya, belum ada  niat yang ikhlas serta upaya atau langkah yang yakin, optimal, dan nyata dari seluruh elemen masyarakat.
Oleh karena itu, dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia pada tanggal 1 Desember 2014, jika kita semua serius ingin terhindar dari penyakit AIDS, setidaknya kita harus melakukan beberapa hal sebagaimana berikut. Langkah pertama dan utama yaitu melakukan pengendalian sosial sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh pakar sosiolog dari Indonesia, Selosoemardjan. Yaitu melalui pengendalian preventif (sebelum mengidap penyakit AIDS), represif (setelah mengidap penyakit AIDS), dan gabungan (prefentiv-represif). Dalam realisasi pengendalian preventif, terbagi menjadi beberapa langkah. Pertama, melalui lembaga pendidikan. Karena berdasarkan data yang dihimpun penulis mayoritas penderita AIDS merupakan dari kaum muda (usia produktif), maka pemerintah melalui Kementrian Pendidikan harus menegaskan peran lembaga pendidikan supaya serius terlibat dalam penanganan pencegahan penyakit tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan menyertakan materi tentang AIDS di pelajaran tingkat SMP-SMA. Tujuannya  agar siswa dapat mengetahui dan memahami tentang apa itu AIDS, apa saja penyebabnya, apa saja akibat dan bahayanya, serta apa dasar larangannya. Dengan begitu, maka lembaga pendidikan akan berfungsi bagi kehidupan masyarakat untuk menyadarkan para siswa akan bahaya penyakit AIDS.
Kedua, melalui lembaga-lembaga sosial bersama dengan ormas (organisasi masyarakat) dan ormah (organisasi mahasiswa). Lembaga-lembaga sosial baik formal maupun informal bersama dengan ormas dan ormah harus menyadari akan perannya yang sesungguhnya, yaitu mengadakan pengawasan tingkah laku anggota dan masyarakat sekitarnya. Mereka harus bisa saling bersinergi dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit AIDS di kalangan usia produktif. Mereka harus bisa berperan dalam hal ini dalam dua kategori, secara teori dan praktik.
Pertama, secara teori. Lembaga sosial bersama dengan ormas dan ormah harus berusaha menyadarkan masyarakat sekitar akan bahaya penyakit AIDS. Misalkan, kelompok remaja masjid bekerjasama dengan kelompok karang taruna suatu desa dan kelompok HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) memberikan sosialisasi serta bimbingan konseling kepada masyarakat sekitar mengenai bahaya AIDS bagi kehidupan. Atau bisa juga mereka memberikan sosialisasi tentang itu ke sejumlah instansi dan sekolah. Tujuannya supaya seluruh elemen masyarakat tahu akan bahaya penyakit AIDS.
Kedua, secara praktik. Lembaga sosial bersama dengan ormas dan ormah melakukan pengawasan secara intensif terhadap perilaku para anggota dan sekitarnya. Jika ada perilaku seseorang mengindikasikan pada penyebaran penyakit AIDS, maka mereka harus segera bertindak sigap, tegas, cepat, dan profesional untuk mencegahnya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Ali-‘imron: 104, yaitu tentang perintah Allah supaya kita berseru kepada umat manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran. Dengan begitu, diharapkan mereka tidak akan melakukan hal-hal yang menyebabkan AIDS tersebar.
Ketiga, melalui lembaga kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah harus menegaskan kepada seluruh lembaga kesehatan seperti Puskesmas atau Rumah Sakit supaya para perawat ataupun dokter harus benar-benar tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan penyebaran penyakit AIDS, seperti penggunaan jarum suntik bersama, kurang teliti atau bahkan sembarangan dalam proses penanganan donor darah  ataupun transfusi darah. Sebab, di sinilah lembaga kesehaatan menjadi kunci penentu penyebaran penyakit AIDS melalui jarum suntik, donor darah, ataupun transfusi darah. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung upaya pemerintah untuk membasmi penyait AIDS, seluruh perangkat lembaga kesehatan harus serius dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan semua itu sehingga persebaran penyakit AIDS bisa diminimalisir secara optimal.
Selanjutnya mengatasi secara represif. Dalam realisasi langkah ini, pemerintah bersama seluruh masyarakat harus bertindak sigap, tanggap, cepat, dan profesional jika menemukan penderita AIDS. Misalkan, dengan cara  segera memberikan obat penghambat persebaran penyakit AIDS.
Langkah terakhir yaitu secara  gabungan (preventif-represif). Dalam langkah ini, pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat bersinergi dalam upaya pencegahan penyakit AIDS, yaitu setelah memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk menyadarkannya akan bahaya AIDS, apabila masih tetap ada yang terinfeksi virus HIV, kita semua harus segera bertindak untuk “mengamankan” dan “menyelamatkannya”.
Semoga, semua langkah tersebut tidak hanya sebatas teori, alias kita semua mau berupaya merealisasikan bersama. Sebab, apabila salah satu langkah itu tidak terealisasikan, maka upaya kita untuk bisa mencegah penyakit AIDS di Indonesia hanya akan sebatas mimpi belaka. Wallahu a’lam bimurodihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar