http://www.metroriau.com/epaper-974-2014-12-02-02122014.html
Basmi AIDS, Mimpi?
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Mahasiswa Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Waliongo Semarang
Saat ini, penyakit Aquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) yang
disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah menyebar di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pasalnya, versi UNICEF, Indonesia menduduki
peringkat kelima di dunia sebagai penduduk dengan penderita AIDS terbanyak.
Sedangkan berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL, dari H. M. Subuh tanggal 17
Oktober 2014, jumlah kumulatif penderita AIDS di Indonesia dari tahun 1987
hingga September 2014 sebanyak 55.799 orang.
Fenomena tersebut menunjukkan betapa pentingnya upaya
penanggulangan, pencegahan, serta pemberantasan penyakit AIDS untuk segera
direalisasikan. Dalam konteks ini, upaya tersebut membutuhkan sinergi dari
seluruh lapisan masyarakat terutama melalui aspek pendidikan, baik kalangan
pemerintah maupun masyarakat sipil. Jika hanya melibatkan sebagian pihak saja,
maka upaya itu bagaikan menegakkan tali yang basah, alias sia-sia. Tidak dibutuhkan
hanya sebatas pemberian wacana, gagasan, ataupun opini, namun yang lebih urgen
adalah tindak lanjut dari itu semua. Sebab, selama ini, upaya pemerintah dunia
melalui salah satu Badan PBB yaitu UNICEF maupun pemerintah Indonesia untuk
memutus “mata rantai” penyakit AIDS masih sebatas mimpi, alias belum ada gerak
yang nyata sehingga bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Indikatornya, frekuensi penderita AIDS masih cukup banyak.
Untuk itu, seluruh lapisan masyarakat jangan hanya “bergerak-gerak”
dalam menyikapi fenomena penyebaran penyakit AIDS yang sangat membahayakan bagi
kehidupan ini. Strategi pencegahan HIV melalui program nasional UU no. 36 tahun
2009 tentang kesehatan dan Peraturan Presiden no. 75 tahun 2006 tak boleh
sekadar wacana dan teori belaka. Itu harus ditindaklanjuti dengan cepat, tanggap,
sigap, tegas, dan profesional. Maka, tiada artinya jika itu semua hanya berupa
teori. Justru semua itu dibuat bertujuan untuk dilakukan dalam pencegahan
penyebaran AIDS. Namun, tujuan yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk
direalisasikan malah dikesampingkan. Itu artinya, belum ada niat yang ikhlas serta upaya atau langkah yang
yakin, optimal, dan nyata dari seluruh elemen masyarakat.
Oleh karena itu, dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia pada
tanggal 1 Desember 2014, jika kita semua serius ingin terhindar dari penyakit
AIDS, setidaknya kita harus melakukan beberapa hal sebagaimana berikut. Langkah
pertama dan utama yaitu melakukan pengendalian sosial sebagaimana yang pernah
dijelaskan oleh pakar sosiolog dari Indonesia, Selosoemardjan. Yaitu melalui
pengendalian preventif (sebelum mengidap penyakit AIDS), represif (setelah
mengidap penyakit AIDS), dan gabungan (prefentiv-represif). Dalam realisasi
pengendalian preventif, terbagi menjadi beberapa langkah. Pertama, melalui
lembaga pendidikan. Karena berdasarkan data yang dihimpun penulis mayoritas
penderita AIDS merupakan dari kaum muda (usia produktif), maka pemerintah melalui
Kementrian Pendidikan harus menegaskan peran lembaga pendidikan supaya serius
terlibat dalam penanganan pencegahan penyakit tersebut. Salah satu caranya
yaitu dengan menyertakan materi tentang AIDS di pelajaran tingkat SMP-SMA.
Tujuannya agar siswa dapat mengetahui
dan memahami tentang apa itu AIDS, apa saja penyebabnya, apa saja akibat dan
bahayanya, serta apa dasar larangannya. Dengan begitu, maka lembaga pendidikan
akan berfungsi bagi kehidupan masyarakat untuk menyadarkan para siswa akan
bahaya penyakit AIDS.
Kedua, melalui lembaga-lembaga sosial bersama dengan ormas
(organisasi masyarakat) dan ormah (organisasi mahasiswa). Lembaga-lembaga sosial
baik formal maupun informal bersama dengan ormas dan ormah harus menyadari akan
perannya yang sesungguhnya, yaitu mengadakan pengawasan tingkah laku anggota
dan masyarakat sekitarnya. Mereka harus bisa saling bersinergi dalam rangka
pencegahan penyebaran penyakit AIDS di kalangan usia produktif. Mereka harus
bisa berperan dalam hal ini dalam dua kategori, secara teori dan praktik.
Pertama, secara teori. Lembaga sosial bersama dengan ormas dan
ormah harus berusaha menyadarkan masyarakat sekitar akan bahaya penyakit AIDS. Misalkan,
kelompok remaja masjid bekerjasama dengan kelompok karang taruna suatu desa dan
kelompok HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) memberikan sosialisasi serta bimbingan
konseling kepada masyarakat sekitar mengenai bahaya AIDS bagi kehidupan. Atau
bisa juga mereka memberikan sosialisasi tentang itu ke sejumlah instansi dan
sekolah. Tujuannya supaya seluruh elemen masyarakat tahu akan bahaya penyakit
AIDS.
Kedua, secara praktik. Lembaga sosial bersama dengan ormas dan
ormah melakukan pengawasan secara intensif terhadap perilaku para anggota dan
sekitarnya. Jika ada perilaku seseorang mengindikasikan pada penyebaran
penyakit AIDS, maka mereka harus segera bertindak sigap, tegas, cepat, dan
profesional untuk mencegahnya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an
Surat Ali-‘imron: 104, yaitu tentang perintah Allah supaya kita berseru kepada
umat manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran. Dengan begitu,
diharapkan mereka tidak akan melakukan hal-hal yang menyebabkan AIDS tersebar.
Ketiga, melalui lembaga kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah harus
menegaskan kepada seluruh lembaga kesehatan seperti Puskesmas atau Rumah Sakit
supaya para perawat ataupun dokter harus benar-benar tidak melakukan hal-hal yang
menyebabkan penyebaran penyakit AIDS, seperti penggunaan jarum suntik bersama,
kurang teliti atau bahkan sembarangan dalam proses penanganan donor darah ataupun transfusi darah. Sebab, di sinilah lembaga
kesehaatan menjadi kunci penentu penyebaran penyakit AIDS melalui jarum suntik,
donor darah, ataupun transfusi darah. Oleh karena itu, dalam rangka mendukung
upaya pemerintah untuk membasmi penyait AIDS, seluruh perangkat lembaga
kesehatan harus serius dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan semua
itu sehingga persebaran penyakit AIDS bisa diminimalisir secara optimal.
Selanjutnya mengatasi secara represif. Dalam realisasi langkah ini,
pemerintah bersama seluruh masyarakat harus bertindak sigap, tanggap, cepat,
dan profesional jika menemukan penderita AIDS. Misalkan, dengan cara segera memberikan obat penghambat persebaran
penyakit AIDS.
Langkah terakhir yaitu secara
gabungan (preventif-represif). Dalam langkah ini, pemerintah bersama
seluruh elemen masyarakat bersinergi dalam upaya pencegahan penyakit AIDS,
yaitu setelah memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk menyadarkannya
akan bahaya AIDS, apabila masih tetap ada yang terinfeksi virus HIV, kita semua
harus segera bertindak untuk “mengamankan” dan “menyelamatkannya”.
Semoga, semua langkah tersebut tidak hanya sebatas teori, alias
kita semua mau berupaya merealisasikan bersama. Sebab, apabila salah satu
langkah itu tidak terealisasikan, maka upaya kita untuk bisa mencegah penyakit
AIDS di Indonesia hanya akan sebatas mimpi belaka. Wallahu a’lam bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar