http://issuu.com/mp-post/docs/mp1802_e17f86ecd00600
Akankah KPK Bubar?
Oleh: Mochamamd Sayyidatthohirin
Pembimbing Tahfidz di Monash Institute; Peraih Beasiswa Bidikmisi
UIN Walisongo Semarang
Kisruh KPK-Polri kian hari semakin memanas. Dan puncaknya, nasib
KPK semakin berada di ambang pintu ‘kehancuran’. Pasalnya, pimpinan KPK satu
persatu telah dilaporkan ke Bareskrim hingga sebagian pimpinan misalnya Bambang
Widjojanto telah menyandang status tersangka. Dan dalam waktu dekat, mengacu
dari lika-liku konflik antara kedua lembaga penegak hukum tersebut yang semakin
ruwet dan hot, seluruh pimpinan KPK bakal menjadi tersangka dengan kasus
beragam. Jika itu sampai terjadi, maka runtuhlah KPK.
Ya, nasib eksistensi KPK ke depan sungguh tampak semakin
memprihatinkan dan mengenaskan. Dengan kondisi demikian, maka KPK tidak akan
bisa bekerja dengan maksimal. Padahal, menurut aturan di KPK, apabila ada satu
pimpinan KPK saja tidak hadir (karena ditersangkakan atau ada halangan lain),
maka KPK tidak berhak memutuskan suatu perkara.
Apalagi jika seluruh pimpinan KPK absen, sudah dapat dipastikan KPK akan
disfungsi. Jika itu sampai terjadi, maka para koruptor maupun calon koruptor
yang akan bahagia menyaksikan detik-detik ‘kehancuran’ KPK.
Sebagai warga negara yang masih normal dan waras, tentu kita akan
sangat prihatin mengetahui kondisi KPK seperti itu. Sebab, sejauh ini rakyat seakan
merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk membasmi para tikus yang semakin
merajai negeri pertiwi, sehingga kehadiran KPK membawa angin segar menjadi
pembuka harapan rakyat. Namun, apabila tiba-tiba nasibnya mendekati kehancuran,
bagaimana dengan nasib bangsa Indonesia yang selalu dirong-rong oleh para tikus
busuk? Akankah nasib bangsa Indonesia terpuruk karena KPK bubar sehingga tidak
ada lagi pihak ‘pembasmi’ tikus di negeri ini?
Tidak bisa dibayangkan apabila lembaga yang menjadi satu-satunya harapan
masyarakat (harapan terakhir masyarakat), justru akan terbenam. Jika itu sampai
terjadi, bisa dipastikan eksistensi republik Indonesia akan terancam. Artinya,
saat ini kehadiran KPK di tengah masyarakat yang sudah sangat geram terhadap
para koruptor ibarat superman yang menjadi satu-satunya penyelamat bangsa
Indonesia. Jika KPK hancur, kemungkinan besar Negara Indonesia pun akan hancur.
Sebab, para koruptor akan semakin liar untuk ‘mensejahterakan’ dirinya.
Padahal, masih ada KPK saja para ‘tikus biadab’ itu masih saja
seolah tidak takut, sehingga tanpa merasa berdosa sedikitpun mereka melakukan
korupsi secara masif hampir di semua lini pemerintahan, baik pusat maupun
daerah. Terbukti, hampir tiap hari media massa mengabarkan tentang
tertangkapnya koruptor. Info terakhir tertangkapnya Bupati Rembang (Jateng
Ekspres, 16/2/15)
Telah kita ketahui bersama, selama ini penjahat yang ‘paling sukar’
dibasmi ialah para koruptor. Sebab, wujud atau sosok mereka tidak tampak
sebagai koruptor melainkan berpakaian bersih, rapi, dan tampak berwibawa.
Namun, di belakang layar, mereka ternyata secara diam-diam telah ‘berjamaah’
merampok uang negara. Implikasinya, negara pun rugi banyak karena perilaku
biadabnya. Dalam Islam, itulah salah satu jenis kaum munafik (orang yang ingkar
janji dan tidak amanah) sebagaimana Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya di
QS. Al-Baqarah: 11-12.
Secara substansial, ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu ciri
orang munafik yaitu orang yang telah membuat kerusakan di muka bumi, namun mereka
sama sekali tidak merasa melakukan itu. Hal itu dikarenakan iman atau moralnya
kalah dengan nafsu dan egonya. Sehingga, mereka hanya mencari keuntungan
sendiri sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan nasib sesamanya. Sementara, salah
satu hadist nabi riwayat Bukhori Muslim telah mengkategorikan dengan
komprehensif ciri-ciri orang munafik, yakni jika berkata dia bohong, jika
berjanji ia beringkar, jika dipercaya ia berkhianat. Perampok seperti itu lebih
berbahaya bagi eksistensi negara dari pada penjahat yang dapat dilihat secara
kasat mata.
Jadi, Indonesia sesungguhnya sedang berada dalam kondisi sangat
bahaya. Sebab, mengetahui kondisi faktanya, KPK benar-benar terancam
eksistensinya. Juru bicara KPK, Johan Budi, mewakili para staf dan pegawai KPK
mengatakan bahwa jika memang semua pimpinan KPK berhasil ditersangkakan, maka
mau tidak mau mereka akan mengembalikan mandat
KPK kepada sang Presiden Jokowi. Jika itu terjadi, para koruptor pasti akan
bersorak gembira dan bertepuk ria. Sebab, ke depan tidak akan ada lagi lembaga
penegak hukum yang dapat menghalangi kejahatannya seketat KPK. Peluang besar
untuk menggalakkan ‘perampokan’ uang negara pun tentu akan menjadi semakin
membabi buta. Maka, nilai kebenaran akan menjadi kesalahan dan sebaliknya.
Oleh karena itu, diperlukan langkah konkrit tegas dari semua pihak
agar KPK tetap eksis dan korupsi bisa benar-benar dibasmi. Pertama, seluruh
pimpinan KPK harus bersikap objektif. Artinya, siapapun harus tunduk dan patuh pada
hukum serta menjunjung tinggi supremasi hukum, tak terkecuali pimpinan KPK.
Apabila memang ada di antara pimpinan KPK merasa bersalah, semestinya tanpa
diusut melalui proses hukum yang panjang mereka harus segera mengundurkan diri
dan menyerahkan diri untuk diproses secara hukum berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
Hal ini senada dengan salah satu substansi surat Anas Urbaningrum
untuk KPK, yakni posisi pimpinan KPK ibarat imam di dalam sholat berjamaa’ah,
jika imam kentut, maka harus sadar diri untuk mundur dan ma’mum di belakangnya
segera maju menjadi imam pengganti. Apabila imam tersebut telah kentut dan
tidak mau mundur, otomatis sholat jama’ah tersebut tidak akan sah dan itu akan
menyebabkan dilema bagi ma’mum yang sebenarnya mau sholat sendiri, namun dia
berada di wilayah jama’ah. Maka, jika ada pimpinan KPK yang memang bersalah,
mereka harus mundur dan menyerahkan diri pada lembaga penegak hukum. Dengan
begitu, maka posisi tersebut akan bisa diganti oleh calon pimpinan lain yang
lebih profesional, berkualitas, dan bersih.
Kedua, Presiden Jokowi harus tegas menentukan nasib KPK. Artinya,
tanpa menunggu pimpinan KPK satu per satu ditersangkakan, apabila ada sebagian
pimpinan KPK berstatus tersangka, maka sebagai kepala pemerintahan Jokowi harus
sigap, tanggap, dan tegas menggunakan hak prerogatifnya untuk mengeluarkan
Keputusan Presiden (Keppres) tentang pergantian pimpinan KPK baru. Sikap ini
sebagaimana yang dilakukan Presiden SBY di masanya ketika terjadi kisruh antara
Polri dan KPK.
Ketiga, jangan sampai ada pihak penghianat negara. Maksudnya,
jangan sampai ada pihak yang membuat laporan atau tuduhan rekayasa yang
berorientasi menghacurkan KPK. Jangan sampai ada pihak yang membuat laporan
atau tuduhan palsu kepada pimpinan KPK karena kepentingan pribadi maupun
kelompok yang bernuansa politis. Sebab, itu merupakan salah satu tindakan orang
munafik. Sebab, Allah lebih mahir dalam hal berkonspirasi (QS. Al-Imran: 54)
dan mereka akan dibalas Allah.
Kelak, mereka akan bertempat di neraka dan memperoleh siksa yang
sangat pedih sebagai konsekuensi amal perbatannya yang membuat kerusakan di
dunia. Disamping itu, jangan menghianati negara dengan meneror baik pimpinan
maupun pegawai KPK. Yakinlah, cepat maupun lambat, kejahatan pasti akan
terungkap, dalam istilah jawa itu disebut ‘Becik ketitik ala ketara’.
Keempat, Polri harus bersikap objektif dan tansparan. Maksudnya,
sebagai salah satu lembaga hukum, justru Polri terkesan melakukan tindakan
‘subjektif’ karena unsur dendam. Contoh, penangkapan BW terkesan dipaksakan.
Sebab, setelah Wakapolri Badrodin Haiti dikonfirmasi terkait penangkapan BW,
justru dia mengatakan tidak tahu tentang hal itu. Hal ini menunjukkan kurang
kompaknya Polri dalam bertugas. Apabila seseorang memang bersalah, maka Polri
harus bertindak tegas dengan berlandaskan bukti yang kuat dan valid. Begitu un
sebaliknya.
Semoga, semua pihak bisa berperan sesuai posisinya untuk tetap
menjaga eksistensi KPK. Dengan begitu, KPK akan tetap eksis dan para tikus bisa
dimusnahkan dari bumi pertiwi. Wallahu a’lam bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar