Sabtu, 16 Mei 2015

Akankah KPK Bubar (Malang Post: 18 Februari 2015)


http://issuu.com/mp-post/docs/mp1802_e17f86ecd00600
 
Akankah KPK Bubar?
Oleh: Mochamamd Sayyidatthohirin
Pembimbing Tahfidz di Monash Institute; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Kisruh KPK-Polri kian hari semakin memanas. Dan puncaknya, nasib KPK semakin berada di ambang pintu ‘kehancuran’. Pasalnya, pimpinan KPK satu persatu telah dilaporkan ke Bareskrim hingga sebagian pimpinan misalnya Bambang Widjojanto telah menyandang status tersangka. Dan dalam waktu dekat, mengacu dari lika-liku konflik antara kedua lembaga penegak hukum tersebut yang semakin ruwet dan hot, seluruh pimpinan KPK bakal menjadi tersangka dengan kasus beragam. Jika itu sampai terjadi, maka runtuhlah KPK.
Ya, nasib eksistensi KPK ke depan sungguh tampak semakin memprihatinkan dan mengenaskan. Dengan kondisi demikian, maka KPK tidak akan bisa bekerja dengan maksimal. Padahal, menurut aturan di KPK, apabila ada satu pimpinan KPK saja tidak hadir (karena ditersangkakan atau ada halangan lain), maka KPK tidak berhak memutuskan suatu perkara.  Apalagi jika seluruh pimpinan KPK absen, sudah dapat dipastikan KPK akan disfungsi. Jika itu sampai terjadi, maka para koruptor maupun calon koruptor yang akan bahagia menyaksikan detik-detik ‘kehancuran’ KPK.
Sebagai warga negara yang masih normal dan waras, tentu kita akan sangat prihatin mengetahui kondisi KPK seperti itu. Sebab, sejauh ini rakyat seakan merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk membasmi para tikus yang semakin merajai negeri pertiwi, sehingga kehadiran KPK membawa angin segar menjadi pembuka harapan rakyat. Namun, apabila tiba-tiba nasibnya mendekati kehancuran, bagaimana dengan nasib bangsa Indonesia yang selalu dirong-rong oleh para tikus busuk? Akankah nasib bangsa Indonesia terpuruk karena KPK bubar sehingga tidak ada lagi pihak ‘pembasmi’ tikus di negeri ini?
Tidak bisa dibayangkan apabila lembaga yang menjadi satu-satunya harapan masyarakat (harapan terakhir masyarakat), justru akan terbenam. Jika itu sampai terjadi, bisa dipastikan eksistensi republik Indonesia akan terancam. Artinya, saat ini kehadiran KPK di tengah masyarakat yang sudah sangat geram terhadap para koruptor ibarat superman yang menjadi satu-satunya penyelamat bangsa Indonesia. Jika KPK hancur, kemungkinan besar Negara Indonesia pun akan hancur. Sebab, para koruptor akan semakin liar untuk ‘mensejahterakan’ dirinya.
Padahal, masih ada KPK saja para ‘tikus biadab’ itu masih saja seolah tidak takut, sehingga tanpa merasa berdosa sedikitpun mereka melakukan korupsi secara masif hampir di semua lini pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Terbukti, hampir tiap hari media massa mengabarkan tentang tertangkapnya koruptor. Info terakhir tertangkapnya Bupati Rembang (Jateng Ekspres, 16/2/15)
Telah kita ketahui bersama, selama ini penjahat yang ‘paling sukar’ dibasmi ialah para koruptor. Sebab, wujud atau sosok mereka tidak tampak sebagai koruptor melainkan berpakaian bersih, rapi, dan tampak berwibawa. Namun, di belakang layar, mereka ternyata secara diam-diam telah ‘berjamaah’ merampok uang negara. Implikasinya, negara pun rugi banyak karena perilaku biadabnya. Dalam Islam, itulah salah satu jenis kaum munafik (orang yang ingkar janji dan tidak amanah) sebagaimana Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya di QS. Al-Baqarah: 11-12.
Secara substansial, ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu ciri orang munafik yaitu orang yang telah membuat kerusakan di muka bumi, namun mereka sama sekali tidak merasa melakukan itu. Hal itu dikarenakan iman atau moralnya kalah dengan nafsu dan egonya. Sehingga, mereka hanya mencari keuntungan sendiri sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan nasib sesamanya. Sementara, salah satu hadist nabi riwayat Bukhori Muslim telah mengkategorikan dengan komprehensif ciri-ciri orang munafik, yakni jika berkata dia bohong, jika berjanji ia beringkar, jika dipercaya ia berkhianat. Perampok seperti itu lebih berbahaya bagi eksistensi negara dari pada penjahat yang dapat dilihat secara kasat mata.
Jadi, Indonesia sesungguhnya sedang berada dalam kondisi sangat bahaya. Sebab, mengetahui kondisi faktanya, KPK benar-benar terancam eksistensinya. Juru bicara KPK, Johan Budi, mewakili para staf dan pegawai KPK mengatakan bahwa jika memang semua pimpinan KPK berhasil ditersangkakan, maka mau tidak  mau mereka akan mengembalikan mandat KPK kepada sang Presiden Jokowi. Jika itu terjadi, para koruptor pasti akan bersorak gembira dan bertepuk ria. Sebab, ke depan tidak akan ada lagi lembaga penegak hukum yang dapat menghalangi kejahatannya seketat KPK. Peluang besar untuk menggalakkan ‘perampokan’ uang negara pun tentu akan menjadi semakin membabi buta. Maka, nilai kebenaran akan menjadi kesalahan dan sebaliknya.
Oleh karena itu, diperlukan langkah konkrit tegas dari semua pihak agar KPK tetap eksis dan korupsi bisa benar-benar dibasmi. Pertama, seluruh pimpinan KPK harus bersikap objektif. Artinya, siapapun harus tunduk dan patuh pada hukum serta menjunjung tinggi supremasi hukum, tak terkecuali pimpinan KPK. Apabila memang ada di antara pimpinan KPK merasa bersalah, semestinya tanpa diusut melalui proses hukum yang panjang mereka harus segera mengundurkan diri dan menyerahkan diri untuk diproses secara hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini senada dengan salah satu substansi surat Anas Urbaningrum untuk KPK, yakni posisi pimpinan KPK ibarat imam di dalam sholat berjamaa’ah, jika imam kentut, maka harus sadar diri untuk mundur dan ma’mum di belakangnya segera maju menjadi imam pengganti. Apabila imam tersebut telah kentut dan tidak mau mundur, otomatis sholat jama’ah tersebut tidak akan sah dan itu akan menyebabkan dilema bagi ma’mum yang sebenarnya mau sholat sendiri, namun dia berada di wilayah jama’ah. Maka, jika ada pimpinan KPK yang memang bersalah, mereka harus mundur dan menyerahkan diri pada lembaga penegak hukum. Dengan begitu, maka posisi tersebut akan bisa diganti oleh calon pimpinan lain yang lebih profesional, berkualitas, dan bersih.
Kedua, Presiden Jokowi harus tegas menentukan nasib KPK. Artinya, tanpa menunggu pimpinan KPK satu per satu ditersangkakan, apabila ada sebagian pimpinan KPK berstatus tersangka, maka sebagai kepala pemerintahan Jokowi harus sigap, tanggap, dan tegas menggunakan hak prerogatifnya untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pergantian pimpinan KPK baru. Sikap ini sebagaimana yang dilakukan Presiden SBY di masanya ketika terjadi kisruh antara Polri dan KPK.
Ketiga, jangan sampai ada pihak penghianat negara. Maksudnya, jangan sampai ada pihak yang membuat laporan atau tuduhan rekayasa yang berorientasi menghacurkan KPK. Jangan sampai ada pihak yang membuat laporan atau tuduhan palsu kepada pimpinan KPK karena kepentingan pribadi maupun kelompok yang bernuansa politis. Sebab, itu merupakan salah satu tindakan orang munafik. Sebab, Allah lebih mahir dalam hal berkonspirasi (QS. Al-Imran: 54) dan mereka akan dibalas Allah.
Kelak, mereka akan bertempat di neraka dan memperoleh siksa yang sangat pedih sebagai konsekuensi amal perbatannya yang membuat kerusakan di dunia. Disamping itu, jangan menghianati negara dengan meneror baik pimpinan maupun pegawai KPK. Yakinlah, cepat maupun lambat, kejahatan pasti akan terungkap, dalam istilah jawa itu disebut ‘Becik ketitik ala ketara’.
Keempat, Polri harus bersikap objektif dan tansparan. Maksudnya, sebagai salah satu lembaga hukum, justru Polri terkesan melakukan tindakan ‘subjektif’ karena unsur dendam. Contoh, penangkapan BW terkesan dipaksakan. Sebab, setelah Wakapolri Badrodin Haiti dikonfirmasi terkait penangkapan BW, justru dia mengatakan tidak tahu tentang hal itu. Hal ini menunjukkan kurang kompaknya Polri dalam bertugas. Apabila seseorang memang bersalah, maka Polri harus bertindak tegas dengan berlandaskan bukti yang kuat dan valid. Begitu un sebaliknya.
Semoga, semua pihak bisa berperan sesuai posisinya untuk tetap menjaga eksistensi KPK. Dengan begitu, KPK akan tetap eksis dan para tikus bisa dimusnahkan dari bumi pertiwi. Wallahu a’lam bimurodihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar