Sabtu, 16 Mei 2015

Krisis TV Edukatif (Suara Merdeka: 28 Februari 2015)


http://epaper.suaramerdeka.com/read/2015/02/28/10SM28B15NAS.pdf

Krisis TV Edukatif
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Guru di MILB YKTM Budi Asih; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Dewasa ini, berbagai macam program di televisi (TV) kian ramai dan bervariatif. Saking ramainya, tidak sedikit TV yang mengabaikan nilai kemanfaatan program bagi masyarakat. Pasalnya, banyak tayangan di TV yang berorientasi sebatas mencari popularitas belaka. Sehingga, kebanyakan program di TV bisa dikatakan ‘melenceng’ dari fungsi sesunguhnya, misalnya program variety show, Yuk Keep Smile (YKS), ataupun goyang oplosan. Bahayanya, itu dilakukan hanya sebatas ingin mempertahankan eksistensinya di mata masayrakat sehingga mengesampingkan ‘khittahnya’.
Dalam hal ini, Slamet Rahardjo Djarot (Eros), seorang budayawan dan sekaligus politisi mengatakan bahwa program-program TV semacam itu merupakan pembodohan masyarakat Indonesia. Selain itu, juga tayangan berjenis konyol-konyolan, aksi fisik yang kasar seperti men-toyor kepala teman, mendorong teman hingga terjatuh, hingga aksi mencaci maki teman yang disambut gelak tawa penonton. Bahkan, terkadang ada aksi kasar seperti melempar bedak ke mulut teman hingga terbatuk-batuk, demi mengundang gelak tawa penonton.
Padahal, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 4 ayat 1 telah jelas menerangkan fungsi-fungsi TV sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Namun, apabila faktanya justru berkebalikan, itu artinya diperlukan upaya ‘merenirmala’ program-program TV yang akan ditayangkan. Jangan sampai dengan semakin banyak dan bervariatifnya program TV, namun justru memicu persaingan negatif. Alhasil, sajian program TV tidak memperhatikan asas manfaat bagi kemaslahatan umat meskipun populer. Bagi stasiun TV, yang terpenting stasiunnya bisa terkenal dan ramai ditonton banyak orang.
Dari sekian banyak stasiun TV di Indonesia, yang masih memperhatikan fungsi dasar siaran TV terutama yang bernilai edukatif perbandingannya hanya sekitar 10 % dibandingkan dengan yang tidak. Ya, tak jarang TV menayangkan program yang sama sekali tidak bernilai edukatif. Bahkan, membahayakan. Maka dari itu, tidak heran jika kini sering terjadi tindakan kekerasan (bulliying) dan pencabulan antar sesama pelajar, bahkan di kalangan siswa SD yang belum akhil baligh sekalipun.
Itu disebabkan selain penayangan program TV yang berbau kekerasan atau pelecehan, juga merusak moral para pelajar. Pasalnya, TV yang seharusnya bisa tampil di tengah masyarakat sebagai alat edukatif yang angat efektif, ironisnya kini justru mayoritas TV lebih banyak menampilkan sejumlah program sinetron yang hanya menonjolkan nilai hiburan belaka dan mengabaikan nilai edukatifnya.
Implikasinya, saat ini moralitas anak bangsa telah jelas mengalami degradasi. Berbagai kasus bulliying dan pelecehan di kalangan anak sekolah tidak hanya terjadi di perkotaan saja, tapi juga di pedesaan. Hal itu terjadi karena pengaruh tayangan TV yang sangat kuat.
Hingga dulu pernah ada kasus seorang pelajar yang mengsemack down temannya. Itu juga merupakan akibat menonton program semack down di TV. Sebab, anak memiliki karakter kuat untuk menirukan segala sesuatu di sekitarnya. Kebanyakan dari mereka belum bia memfilter mana yang baik dan mana yang buruk bagi mereka. Sehingga, dulu Wapres Jusuf Kalla telah mengecam penyiaranprogram TV yang seharusnya tidak ditayangkan bagi anak  melihat dampaknya yang membahayakan.
Oleh sebab itu, kini seluruh stasiun TV di tanah air harus segera berbenah diri. Artinya, tidak ada pengecualian bagi stasiun TV untuk menayangkan program-program sesuai fungsi dasar TV. Jangan sampai ada TV yang hanya karena persaingan yang super ketat, lantas mengabaikan fungsi dasarnya. Bila itu sampai terjadi, artinya TV telah melanggar UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 4 ayat 1.
Dalam realisasiannya, TV boleh saja menayangkan program sinetron, lawakan, maupun jenis lainnya. Yang perlu diingat dan diperhatikan ialah jangan sampai di dalam program tersebut ada unsur kekerasan, pelecehan, peerusakan, maupun perilaku negatif lainnya . Sebab, pengaruh TV bagi masyarakat sangat besar. Sehingga, sangat rawan jika TV menayangkan program yang bernilai negatif.
Kehadiran TV di tengah masyarakat harus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk mengedukasi masyarakat. Saking besar pengaruhnya, TV bisa menjadi ‘lingkungan’ edukasi ketiga setelah keluarga dan sekolah yang sangat efektif dan efisien. Sebab, faktanya, banyak masyarakat yang menghabiskan waktunya hanya dengan menonton sejumlah program TV.
Maka, sangat merugikan masayrakat jika masayrakat berlama-lama berada di depan TV, namun justru yang diperoleh bukannya informasi-informasi positif, malah negatif. Jika itu terjaidnya, TV telah menyesatkan dan merugikan banyak masayrakat. Kosnekuensinya, TV tidak hanya akan memperoleh hukuman di dunia berupa sanksi social, atau bahkan pidana. Namun, yang lebih penting, seluruh kru TV akan memperoleh hhukuman di akhirat kelak karena dosanya itu.
Semoga, ke depan, tidak ada stasiunn TV yang menayangkan progam yang tidak edukatif bagi masyarakat, sehingga bisa bermanfaat bagi masayrakat. Dengan begitu, maka masayrakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan melakukan melek pendidikan’ dan masayrakat Indonesia akan cerdas. Wallahu a’lam  bimurodihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar