http://epaper.suaramerdeka.com/read/2015/02/28/10SM28B15NAS.pdf
Krisis TV Edukatif
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Guru di MILB YKTM Budi Asih; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN
Walisongo Semarang
Dewasa ini, berbagai macam program di televisi (TV) kian ramai dan
bervariatif. Saking ramainya, tidak sedikit TV yang mengabaikan nilai kemanfaatan program bagi masyarakat. Pasalnya, banyak tayangan di TV yang berorientasi
sebatas mencari popularitas belaka. Sehingga, kebanyakan program di TV bisa
dikatakan ‘melenceng’ dari fungsi sesunguhnya, misalnya program variety show, Yuk Keep Smile (YKS), ataupun goyang oplosan. Bahayanya, itu
dilakukan hanya sebatas ingin mempertahankan eksistensinya di mata masayrakat
sehingga mengesampingkan ‘khittahnya’.
Dalam hal ini, Slamet Rahardjo Djarot (Eros), seorang budayawan dan sekaligus politisi
mengatakan bahwa program-program TV semacam itu merupakan pembodohan masyarakat
Indonesia. Selain itu, juga tayangan berjenis konyol-konyolan, aksi fisik yang kasar seperti men-toyor kepala teman, mendorong teman
hingga terjatuh, hingga aksi
mencaci maki teman yang disambut gelak tawa penonton. Bahkan,
terkadang ada aksi kasar seperti melempar bedak ke mulut teman hingga
terbatuk-batuk, demi mengundang gelak tawa penonton.
Padahal, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002
tentang penyiaran pasal 4 ayat 1 telah jelas menerangkan fungsi-fungsi TV sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
Namun, apabila faktanya justru berkebalikan, itu artinya diperlukan upaya
‘merenirmala’ program-program TV yang akan ditayangkan. Jangan sampai dengan
semakin banyak dan bervariatifnya program TV, namun justru memicu persaingan
negatif. Alhasil, sajian program TV tidak memperhatikan asas manfaat bagi
kemaslahatan umat meskipun populer. Bagi stasiun TV, yang terpenting stasiunnya
bisa terkenal dan ramai ditonton banyak orang.
Dari sekian banyak stasiun TV di Indonesia,
yang masih memperhatikan fungsi dasar siaran TV terutama yang bernilai edukatif
perbandingannya hanya sekitar 10 % dibandingkan dengan yang tidak. Ya, tak
jarang TV menayangkan program yang sama sekali tidak bernilai edukatif. Bahkan,
membahayakan. Maka dari itu, tidak heran jika kini sering terjadi tindakan
kekerasan (bulliying) dan pencabulan antar sesama pelajar, bahkan di
kalangan siswa SD yang belum akhil baligh sekalipun.
Itu disebabkan selain penayangan program TV
yang berbau kekerasan atau pelecehan, juga merusak moral para pelajar.
Pasalnya, TV yang seharusnya bisa tampil di tengah masyarakat sebagai alat
edukatif yang angat efektif, ironisnya kini justru mayoritas TV lebih banyak
menampilkan sejumlah program sinetron yang hanya menonjolkan nilai hiburan
belaka dan mengabaikan nilai edukatifnya.
Implikasinya, saat ini moralitas anak
bangsa telah jelas mengalami degradasi. Berbagai kasus bulliying dan pelecehan
di kalangan anak sekolah tidak hanya terjadi di perkotaan saja, tapi juga di
pedesaan. Hal itu terjadi karena pengaruh tayangan TV yang sangat kuat.
Hingga dulu pernah ada kasus seorang
pelajar yang mengsemack down temannya. Itu juga merupakan akibat
menonton program semack down di TV. Sebab, anak memiliki karakter kuat
untuk menirukan segala sesuatu di sekitarnya. Kebanyakan dari mereka belum bia
memfilter mana yang baik dan mana yang buruk bagi mereka. Sehingga, dulu
Wapres Jusuf Kalla telah mengecam penyiaranprogram TV yang seharusnya tidak
ditayangkan bagi anak melihat dampaknya
yang membahayakan.
Oleh sebab itu, kini seluruh stasiun TV di
tanah air harus segera berbenah diri. Artinya, tidak ada pengecualian bagi
stasiun TV untuk menayangkan program-program sesuai fungsi dasar TV. Jangan
sampai ada TV yang hanya karena persaingan yang super ketat, lantas mengabaikan
fungsi dasarnya. Bila itu sampai terjadi, artinya TV telah melanggar UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 4 ayat 1.
Dalam realisasiannya, TV boleh saja
menayangkan program sinetron, lawakan, maupun jenis lainnya. Yang perlu diingat
dan diperhatikan ialah jangan sampai di dalam program tersebut ada unsur
kekerasan, pelecehan, peerusakan, maupun perilaku negatif lainnya . Sebab,
pengaruh TV bagi masyarakat sangat besar. Sehingga, sangat rawan jika TV
menayangkan program yang bernilai negatif.
Kehadiran TV di tengah masyarakat harus
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk mengedukasi masyarakat.
Saking besar pengaruhnya, TV bisa menjadi ‘lingkungan’ edukasi ketiga setelah
keluarga dan sekolah yang sangat efektif dan efisien. Sebab, faktanya, banyak
masyarakat yang menghabiskan waktunya hanya dengan menonton sejumlah program
TV.
Maka, sangat merugikan masayrakat jika
masayrakat berlama-lama berada di depan TV, namun justru yang diperoleh
bukannya informasi-informasi positif, malah negatif. Jika itu terjaidnya, TV
telah menyesatkan dan merugikan banyak masayrakat. Kosnekuensinya, TV tidak
hanya akan memperoleh hukuman di dunia berupa sanksi social, atau bahkan
pidana. Namun, yang lebih penting, seluruh kru TV akan memperoleh hhukuman di
akhirat kelak karena dosanya itu.
Semoga, ke depan, tidak ada stasiunn TV
yang menayangkan progam yang tidak edukatif bagi masyarakat, sehingga bisa
bermanfaat bagi masayrakat. Dengan begitu, maka masayrakat baik secara langsung
maupun tidak langsung akan melakukan melek pendidikan’ dan masayrakat Indonesia
akan cerdas. Wallahu a’lam
bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar