Sabtu, 16 Mei 2015

Merevolusi Mental Paradigma Buruh (Koran Wawasan: 30 April 2015)

http://issuu.com/koranpagiwawasan/docs/wawasan_20150430



Merevolusi Mental Paradigma Buruh

Oleh; Mochammad Sayyidatthohirin
Pengamat  Sosial-Politik; Demisioner Sekum HMI Komtar; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang

Sebentar lagi tepatnya pada tanggal 1 Mei merupakan hari peringatan buruh nasional untuk memperingati hari buruh (May Day) Internasional. Peringatan hari buruh Internasional ditetapkan di Paris pada Juli 1889 yang dilatarbelakangi adanya aksi besar-besaran oleh kaum buruh di Amerika sebanyak 400.000 orang pada 1 Mei 1886. Sedangkan peringatan hari buruh nasional di Indonesia secara resmi sebenarnya sempat ditetapkan pada era Sukarno. Namun, sejak era orde baru, peringatan tersebut telah dihapus. Dan akhirnya, hari tersebut ditetapkan kembali pada masa pemerintahan presiden SBY periode kedua tahun 2013 melalui Keputusan Presiden (Kepres) RI no. 14 tahun 2013 tentang penetapan tanggal 1 Mei sebagai hari libur.
Momentum tersebut merupakan saat yang berharga dan tepat bagi kaum buruh untuk merubah nasib mereka yang selama ini cenderung masih didiskriminatifkan oleh berbagai pihak. Dari aspek nilai upah yang tidak setimpal dengan usahanya, PHK yang tampak otoriter, sampai dengan pandangan serta sikap yang tidak enak/ negatif kepada mereka. Dan kunci utama solusi dari itu semua terletak pada paradigma kaum buruh. Maka dari itu, dalam rangka memperingati momentum tersebut, sudah saatnya bagi kaum buruh untuk mengubah mindsetnya yang semula menganggap bahwa orang yang berprofesi sebagai buruh itu rendahan (tidak memiliki harga diri) dan bahkan sebagian orang menganggap itu hina.
Maka dari itu, dalam rangka memperingati hari buruh nasional, kaum buruh jangan sampai terlena yaitu memandang seutuhnya bahwa merayakannya dengan turun jalan bersama untuk menuntut hak mereka merupakan satu-satunya langkah tegas, nyata, dan konstruktif. Padahal, jika mereka sadar, sebenanrya ada satu alngkah konkrit yang bisa dibilang lebih penting dibandingkan dengan itu, yakni merevolusi mental paradigma mereka.
Ya, realisasi program revolusi mental di lingkungan kaum buruh merupakan hal yang sangat urgen. Sebaiknya kaum buruh harus mau berusaha untuk dapat merevolusi mental “paradigma sesat” mereka dan masyarakat luas yang memandang profesi buruh sebelah mata. Mereka harus berupaya dengan sekuat tenaga agar dapat membuktikan kepada publik bahwa profesi buruh itu tidak seperti pandangan kebanyakan orang saat ini yang cenderung negatif. Sejatinya, profesi buruh merupakan salah satu profesi mulia.
Upaya ini sejalan dengan slogan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika berkampanye selalu menyuarakan untuk mengimplementasikan program revolusi mental di setiap lini kehidupan. Maka, kaum buruh harus bisa memulainya dari diri mereka sendiri. Sebab tanpanya, mustahil produksi-produksi aneka ragam barang yang tersebar dapat dinikmati oleh masyarakat. Dalam hal ini, saking mulia dan urgennya posisi buruh, hingga Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda dalam hadistnya yang secara substansial menyuruh kita agar segera membayar upah para buruh ketika saat pembayaran telah tiba. Sebab, mereka telah usai menunaikan kewajibannya. Konsekuensinya, mereka harus segera memperoleh haknya, yakni upah/ gaji.
Adapun langkah nyata untuk mewujudkan itu, setidaknya harus meliputi beberapa hal. Pertama, kaum buruh harus bisa mengatur mindsetnya bahwa pekerjaan buruh merupakan profesi yang mulia. Dengan mampu mengatur mindset demikian, maka setidaknya mereka akan merasa tidak terbebani, nyaman, dan menikmati segala aktivitasnya dalam menjalankan tugas-tugasnya mereka.
Kedua, menjunjung tinggi aspek profesionalitas. Realisasi aspek tersebut dalam rangka membuktikan poin pertama. Maka, kaum buruh harus berusaha dengan keras agar dapat membuktikannya dengan wujud yang nyata, yakni dalam menjalankan tugasnya kaum buruh harus benar-benar menjunjung tinggi nilai kejujuran, kedisiplinan, kerajinan, konsistensi, komitmen, loyalitas, kecermatan, kejelian, kepatuhan, serta nilai-nilai lain yang dibutuhkan sesuai posisi dan jenis pekerjaannya.
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai positif tersebut, penulis sangat yakin bahwa itu semua akan berdampak pada hasil kinerja kaum buruh akan sangat optimal dan maksimal. Dengan begitu, maka pihak perusahaan atau pabrik akan merasa bangga dan senang dengan kinerja yang bagus nan memuaskan. Disamping itu, para konsumen dari produk hasil kerja buruh akan merasa puas pula. Alhasil, anggapan atau citra negatif bagi buruh selama ini akan sirna. Jika demikian dapat terwujud, maka prestige kaum buruh akan naik sehingga mereka akan lebih dihargai baik di lingkungan perusahan/ temapt bekerja maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya.
Terakhir, para buruh jangan sampai puas hanya dengan menjadi seorang buruh. Itu bukan berarti alasan bahwa profesi buruh itu tidak memuasakan, tidak nyaman, atau sejenisnya. Melainkan para buruh dengan profesinya tersebut harus berpikiran sedikit maju. Misal, menjadikan profesinya bukan sebagai pekerjaannya hingga akhir hayat. Naun, mereka harus memiliki paradigma bahwa profesi buruh merupakan satu pekerjaan untuk dapat meningkatkan kualitas diri dalam profesionalitas bekerja. Dengan harapan, mereka tidak menajdi buruh selamanya dan dari profesi menajdi buruh, mereka dapat mengamalkan ilmu-ilmunya untuk menjadi seorang pengusaha kondang. Namun, hal yang hrus dicatat ialah dalam melakukan itu semua harus didasari dengan rasa tulus ikhlas dan niat positif, konstruktif, sosialis, serta futuristil.
Setidaknya dengan mengamalkan itu semua, akan dapat mengubah nasib kaum buruh menajdi lebih baik, makmur, dan sejahtera. Sehingga, angka kesejahteraan akan meningkat, sendangkan angka kemiskinan dan kriminalitas akan menurun. Selamat hari buruh nasional. Wallahu a’lam bi al-showab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar