Merevolusi Mental Paradigma Buruh
Oleh; Mochammad Sayyidatthohirin
Pengamat Sosial-Politik; Demisioner
Sekum HMI Komtar; Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Sebentar lagi tepatnya pada tanggal 1 Mei merupakan hari peringatan
buruh nasional untuk memperingati hari buruh (May Day) Internasional.
Peringatan hari buruh Internasional ditetapkan di Paris pada Juli 1889 yang
dilatarbelakangi adanya aksi besar-besaran oleh kaum buruh di Amerika sebanyak
400.000 orang pada 1 Mei 1886. Sedangkan peringatan hari buruh nasional di
Indonesia secara resmi sebenarnya sempat ditetapkan pada era Sukarno. Namun,
sejak era orde baru, peringatan tersebut telah dihapus. Dan akhirnya, hari
tersebut ditetapkan kembali pada masa pemerintahan presiden SBY periode kedua
tahun 2013 melalui Keputusan Presiden (Kepres) RI no. 14 tahun 2013 tentang
penetapan tanggal 1 Mei sebagai hari libur.
Momentum tersebut merupakan saat yang berharga dan tepat bagi kaum
buruh untuk merubah nasib mereka yang selama ini cenderung masih
didiskriminatifkan oleh berbagai pihak. Dari aspek nilai upah yang tidak
setimpal dengan usahanya, PHK yang tampak otoriter, sampai dengan pandangan
serta sikap yang tidak enak/ negatif kepada mereka. Dan kunci utama solusi dari
itu semua terletak pada paradigma kaum buruh. Maka dari itu, dalam rangka
memperingati momentum tersebut, sudah saatnya bagi kaum buruh untuk mengubah mindsetnya
yang semula menganggap bahwa orang yang berprofesi sebagai buruh itu rendahan
(tidak memiliki harga diri) dan bahkan sebagian orang menganggap itu hina.
Maka dari itu, dalam rangka memperingati hari buruh nasional, kaum
buruh jangan sampai terlena yaitu memandang seutuhnya bahwa merayakannya dengan
turun jalan bersama untuk menuntut hak mereka merupakan satu-satunya langkah
tegas, nyata, dan konstruktif. Padahal, jika mereka sadar, sebenanrya ada satu
alngkah konkrit yang bisa dibilang lebih penting dibandingkan dengan itu, yakni
merevolusi mental paradigma mereka.
Ya, realisasi program revolusi mental di lingkungan kaum buruh
merupakan hal yang sangat urgen. Sebaiknya kaum buruh harus mau berusaha untuk
dapat merevolusi mental “paradigma sesat” mereka dan masyarakat luas yang
memandang profesi buruh sebelah mata. Mereka harus berupaya dengan sekuat
tenaga agar dapat membuktikan kepada publik bahwa profesi buruh itu tidak
seperti pandangan kebanyakan orang saat ini yang cenderung negatif. Sejatinya,
profesi buruh merupakan salah satu profesi mulia.
Upaya ini sejalan dengan slogan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
ketika berkampanye selalu menyuarakan untuk mengimplementasikan program
revolusi mental di setiap lini kehidupan. Maka, kaum buruh harus bisa memulainya
dari diri mereka sendiri. Sebab tanpanya, mustahil produksi-produksi aneka
ragam barang yang tersebar dapat dinikmati oleh masyarakat. Dalam hal ini,
saking mulia dan urgennya posisi buruh, hingga Nabi Muhammad SAW. pernah
bersabda dalam hadistnya yang secara substansial menyuruh kita agar segera
membayar upah para buruh ketika saat pembayaran telah tiba. Sebab, mereka telah
usai menunaikan kewajibannya. Konsekuensinya, mereka harus segera memperoleh
haknya, yakni upah/ gaji.
Adapun langkah nyata untuk mewujudkan itu, setidaknya harus
meliputi beberapa hal. Pertama, kaum buruh harus bisa mengatur mindsetnya
bahwa pekerjaan buruh merupakan profesi yang mulia. Dengan mampu mengatur mindset
demikian, maka setidaknya mereka akan merasa tidak terbebani, nyaman, dan
menikmati segala aktivitasnya dalam menjalankan tugas-tugasnya mereka.
Kedua, menjunjung tinggi aspek profesionalitas. Realisasi aspek
tersebut dalam rangka membuktikan poin pertama. Maka, kaum buruh harus berusaha
dengan keras agar dapat membuktikannya dengan wujud yang nyata, yakni dalam
menjalankan tugasnya kaum buruh harus benar-benar menjunjung tinggi nilai
kejujuran, kedisiplinan, kerajinan, konsistensi, komitmen, loyalitas, kecermatan,
kejelian, kepatuhan, serta nilai-nilai lain yang dibutuhkan sesuai posisi dan
jenis pekerjaannya.
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai positif tersebut, penulis
sangat yakin bahwa itu semua akan berdampak pada hasil kinerja kaum buruh akan
sangat optimal dan maksimal. Dengan begitu, maka pihak perusahaan atau pabrik
akan merasa bangga dan senang dengan kinerja yang bagus nan memuaskan.
Disamping itu, para konsumen dari produk hasil kerja buruh akan merasa puas
pula. Alhasil, anggapan atau citra negatif bagi buruh selama ini akan sirna.
Jika demikian dapat terwujud, maka prestige kaum buruh akan naik
sehingga mereka akan lebih dihargai baik di lingkungan perusahan/ temapt
bekerja maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya.
Terakhir, para buruh jangan sampai puas hanya dengan menjadi
seorang buruh. Itu bukan berarti alasan bahwa profesi buruh itu tidak
memuasakan, tidak nyaman, atau sejenisnya. Melainkan para buruh dengan
profesinya tersebut harus berpikiran sedikit maju. Misal, menjadikan profesinya
bukan sebagai pekerjaannya hingga akhir hayat. Naun, mereka harus memiliki
paradigma bahwa profesi buruh merupakan satu pekerjaan untuk dapat meningkatkan
kualitas diri dalam profesionalitas bekerja. Dengan harapan, mereka tidak
menajdi buruh selamanya dan dari profesi menajdi buruh, mereka dapat
mengamalkan ilmu-ilmunya untuk menjadi seorang pengusaha kondang. Namun, hal
yang hrus dicatat ialah dalam melakukan itu semua harus didasari dengan rasa
tulus ikhlas dan niat positif, konstruktif, sosialis, serta futuristil.
Setidaknya dengan mengamalkan itu semua, akan dapat mengubah nasib
kaum buruh menajdi lebih baik, makmur, dan sejahtera. Sehingga, angka
kesejahteraan akan meningkat, sendangkan angka kemiskinan dan kriminalitas akan
menurun. Selamat hari buruh nasional. Wallahu a’lam bi al-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar