Sabtu, 16 Mei 2015

Mengukuhkan Totalitas Ber-Islam (Koran Rakyat Jatng: 24 April 2015)


Memahatkan Totalitas Ber-Islam 

Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Qori’ Juara 1 se-Jateng; Pendidik School of Tahfidz di Monash Institute;Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang

Sejauh ini, mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama Islam (baca: muslim). Bahkan, data statistik membuktikan bahwa jumlah muslim di Indonesia merupakan terbanyak di seluruh dunia. Dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 207,176,162 jiwa (versi Badan Pusat Statistik tahun 2010), menjadikan Indonesia menempati posisi pertama kategori jumlah muslim terbanyak di dunia. Jumlah itu mengalahkan negara Arab Saudi yang merupakan negara lahirnya agama Islam, yakni berpenduduk muslim 26,417,599 jiwa. Bisa dipastikan, hampir tidak ada wilayah di republik ini yang tidak berpenduduk muslim. Bahkan, di pulau-pulau besar seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, jumlah persentase penduduk mslim sangat banyak.
Namun sayangnya, dengan jumlah muslim yang begitu banyak, masih banyak yang belum memahai Islam secara utuh (kaffah). Bahkan, tidak sedikit yang bangga dengan hanya menjadi muslim secara KTP tanpa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu dilatarbelakangi oleh karena proses islamisasi mayoritas umat muslim di negeri ini bukan berdasarkan kesadaran dan pemahaman atas ‘kebenaran’ agama Islam dengan seutuhnya, melainkan karena mengikuti agama orang tua mereka yang sebelumnya telah beragama Islam. Sehingga, begitu mereka lahir hingga dewasa, otomatis mereka mengikuti agama Islam orang tua mereka. Dengan kata lain, beragama umat muslim kebanyakan di Indonesia merupakan ‘Islam warisan’.
Jika kita sadari seutuhnya, sebenarnya ‘Islam warisan’ bukan merupakan istilah baru. Sebab, fenomena itu telah muncul sejak awal proses islamisasi di Indonesia hingga saat ini. Potret tersebut bisa kita tengok di sekitar kita. Jika kita cermati, akan sangat tampak bahwa tidak sedikit umat muslim yang masih setengah hati bahkan sering melanggar norma-norma dalam agama Islam. Terbukti, sejumlah masalah yang marak terjadi di Indonesia seperti minum minuman keras, mengkonsumsi dan mengedarkan narkoba, serta pemerkosaan, mayoritas pelakunya adalah berdentitas musim.
Contoh lain, tidak sedikit umat muslim yang melakukan berbagai tindakan kriminal seperti begalisasi, korupsi, bahkan bantai-membantai terhadap sesama muslim menjadi hal biasa. Parahnya, sejumlah umat muslim terbukti berantusias dan bergabung dengan kelompok islam radikal, yakni ISIS. Padahal, jika kita menggunakan hati nurani saja, maka kita akan engetahi bahwa perilaku dan tindakan-tindakan ISIS sungguh biadab dan tidak beradab karena dinilai sudah tidak wajar/ tidak manusiawi. Bahkan, mereka tidak segan-segan membunuh sesama umat muslim. Namun, mengetahui kondisi demikian, ternyata sejumlah umat Islam masih tidak menyadari akan hal itu.
Di sisi lain, jumlah penduduk muslim di Indonesia kian berkurang. Pada tahun 2014, Din Syamsudin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menunjukkan angka statistik pertumbuhan penduduk muslim di Indonesia. Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 1990, jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai hingga 87, 6%, dan meningkat menjadi 88, 2% pada tahun 2000. Namun, Din menegaskan bahwa angka pertumbuhan penduduk muslim hanya 1, 2%. Sedangkan untuk penduduk non-muslim (Kristen) mencapai hingga dua kali lipatnya, yakni 2, 4%
Fakta tersebut semakin memperkuat betapa “lemahnya” kekuatan pertumbuhan umat Islam di negeri Pancasila. Faktor utama penyebab semua masalah itu tidak lain karena masih banyak umat Islam di Indonesia yang belum menyadari akan kebutuhan untuk ber-islam secara total. Mayoritas dari kita belum menyadari akan urgensi untuk ber-Islam yang sesungguhnya, baik dalam aspek bertauhid (bertuhan) dengan benar maupun aspek sosial-masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya, tidak sedikit umat Islam yang sudah merasa cukp dalam ber-Islam hanya dengan melaksanakan sholat lima waktu.
Padahal, jika kita ketahui dan pahami, bahwa sebenarnya untuk menjadi seorang muslim sejati (memahami segala aspek ke-islaman secara komprehensif) kita harus mempelajari banyak hal yang akan mencakup seluruh aspek kkehidupan. Bahkan, tidak cukup jika kita ber-Islam sebatas melaksanakan rukun iman dan rukun islam, apalagi hanya melaksanakan sholat lima waktu saja. Itupun dalam pelaksanaannya bisa dikatakan belum benar (belum memahami makna sholat, kurang serius, bahkan tidak mengetahui syarat rukun dan syarat sah sholat) secara seutuhnya.
Oleh karena itu, mari kita ber-Islam dengan seutuhnya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 208 yang secara substantif menegaskan kepada umat Islam agar tidak ber-Islam hanya setengah hati, melainkan dengan sepenuh hati. Jika kita merasa sebagai umat Islam, maka sudah seharusnya kita mengikuti perintah-Nya tersebut dengan sesadar-sadarnya tanpa ada unsure paksaan. Sebab, pada dasarnya, hal it merupakan kebutuhan kita, bukan semata-mata perintah Allah kepada umat Islam.
Untuk merealisasikannya, setidaknya ada beberapa syarat yang harus kita lakukan. Di antaranya, pertama, memahami sumber-sumber ajaran Islam yang terdiri dari al-Qur’an, al-Hadist, serta ijtihad (ijma’ dan qiyas) dengan total, baik dari segi cara baca hingga maksud kandungan-kandungannya. Sebab, sebagaimana keterangan salah satu hadist nabi Muhammad SAW. bahwa Qur’an dan Hadist merupakan “pusaka hebat” warisan beliau untuk umat Islam agar menjadi uamt yang makmur, aman, damai, dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan mengamalkan poin-poin dari keduanya diirngi dengan ijtihad ke dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka kita akan menjadi masayrakat yang benar-benar islami.
Kedua, menjadi insan muslim yang beriman dan bertakwa. Dalam kitab Tasir Jalalain, dijelaskan mengenai makna beriman, yakni mempercayai kehidupan dunia dan akhirat, serta makna bertakwa yakni melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan merealisasikannya, maka hidup kita akan terhindar dari berbagai sifat, perilaku, maupun kebiasaan yang bersifat kriminal, sehingga hanya akan menjauhkan kita dari sisi-Nya.
Ketiga, memperhatikan dan semangat mengamalkan semua perintahnya tidak hanya yang bersifat wajib, tapi juga yang bersiffat sunnah. Jika itu dilakukan, maka hidup kita benar-benar akan terselubung oleh “aura” Isla yang sangat kental.
Dengan melakukan itu semua, maka kita akan menjadi uamt Islam yang kaffah, sehingga jumlah umat islam tidak hanya meningkat dalam aspek kuantitas, namun harus diringi pula dengan kualitas. Dengan begitu, maka umat Islam pun akan menajdi kokoh dan selamat baik di dunia maupun di akhirat kelak.  Wallahu a’lam bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar