Jumat, 15 Mei 2015

Kualitas Produk Lokal (Poros Mahasiswa Sindo: 20 Agustus 2014)



Kualitas Produk Lokal

Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Revolusi Ekonomi (GREK), Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

Dalam sistem ekonomi pasti ada sistem transaksi jual-beli, dan itu diperbolehkan agama maupun perundang-undangan pemerintah. Dalam potongan ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 275, Allah memperbolehkan transaksi jual-beli dan mengharamkan riba. Transaksi jual-beli dilakukan untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, mengingat kodrat manusia sebagai makhluk monodualistik yaitu saling membutuhkan.
Salah satu syarat utama bisa terlaksananya transaksi jual-beli adalah adanya produk. Produk menjadi satu syarat pokok baik bagi penjual maupun konsumen. Tinggi rendah tingkat laku produk di pasaran dipengaruhi oleh faktor kualitas produk. Bagi pihak produsen, menjaga dan selalu meningkatkan kualitas produk merupakan hal yang sangat urgen dan menjadi suatu keniscayaan demi kesuksesan usaha atau bisnisnya.
Ini selaras dengan pendapat seorang tokoh ekonom Lupiyoadi (2001) yang menyatakan bahwa konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Selain itu, seorang penjual dikatakan cerdas apabila dia mampu menyediakan produk yang cocok dengan konsumen. Dengan demikian, seperti yang dikatakan Felgenbaum (1986) bahwa produk itu layak disebut produk berkualitas.
 Kualitas produk berkaitan erat dengan ketentuan harga produk. Dalam hal ini, berlaku hukum penawaran dan permintaan dalam sistem ekonomi mikro. Apabila seorang penjual mengabaikan aspek kualitas produknya meskipun harganya murah, maka eksistensinya sebagai penjual akan gulung tikar, alias bangkrut karena para konsumen mengabaikannya pula. Sebab, bila para konsumen membeli produk yang kualitasnya tidak memenuhi standard (Crosby), implikasinya mereka akan kecewa karena merasa dirugikan dan akan mencari produk lain yang berkualitas.
Artinya, prinsip perdagangan menguntungkan semua pihak terciderai. Permintaan pun berkurang, bahkan menghilang meskipun harga murah. Padahal, seorang penjual seharusnya berprinsip menjual produk yang tidak murahan dengan harga murah. Dalam hal ini Juran (1993) berpendapat, konsumen akan mencari produk yang bisa memenuhi kebutuhannya dan berkualitas. Konsumen tidak akan peduli apakah itu produk dalam atau luar negeri. Prinsip konsumen adalah memperoleh produk yang bisa memenuhi kebutuhannya serta berkualitas. Begitu pula sebaliknya.
Ironisnya, tidak sedikit dari para pebisnis dalam negeri yang mengalami kegagalan dalam dunia perbisnisannya. Ternyata, kunci kegagalannya terletak pada kualitas produk-produknya, baik dalam penjagaan maupun peningkatannya. Terlebih bila produk-produknya merupakan produk lokal. Pasalnya, banyak para konsumen dalam negeri maupun domestik kecewa terhadap produk lokal. Itu artinya, produk lokal belum memiliki daya saing yang kompetitif.
Dengan demikian,  kesimpulannya adalah permasalahan utama terletak pada aspek kualitas produk lokal yang dinilai masyarakat belum mampu bersaing dengan produk import dari luar di era global ini, meskipun beberapa produk lokal sudah diperbaiki kualitasnya. Apalagi sejak diberlakukannya ACFTA (Asia-China Free Trade Agreement), banyak produk import dari Cina membanjiri pasaran di Indonesia dan mengalahkan produk-produk lokal, sehingga menggoncangkan perekonomian nasional dengan cukup signifikan. Persaingan dengan produk-produk Cina pun menjadi sangat ketat, karena dijual dengan harga yang lebih murah dan cukup lebih berkualitas dibanding produk lokal.
Efek dari itu semua adalah produksi nasional menurun, pembangunan terhambat, lapangan pekerjaan semakin sempit, PHK dan pengangguran meningkat, dan kesejahteraan masyarakat menurun. Jika fenomena ini tidak segera diatasi, maka dalam jangka panjang, kestabilan dan ketahanan nasional akan terancam. Jika demikian, keutuhan NKRI bisa terancam pula. Ini sangat bertolakbelakang dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang berorientasi untuk mensejahterakan rakyat.
Oleh sebab itu, demi terjaganya kestabilan nasional dan keutuhan NKRI, masalah utama mengenai tingkat kualitas produk lokal harus segera diselesaikan supaya bisa bersaing dengan produk luar. Untuk penyelesaiannya, diperlukan peran serta dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat yang bertindak sebagai penjual maupun pembeli.
Berdasarkan subyeknya, ada beberapa langkah konkrit solutif dan futuristik. Pertama,  pemerintah menerapkan standardisasi produk lokal berlevel nasional, bahkan internasional. Dengan begitu, maka diharapkan mampu menjamin kualitas produk lokal sehingga para konsumen  dalam maupun luar negeri bisa lebih percaya untuk menggunakannya. Selain itu, diharapakan bisa meminimalisir pasokan produk-produk impor dengan jenis yang sama.
Kedua, pemerintah dan masyarakat yang tergolong mampu harus mengupayakan persediaan pasokan bahan baku bagi pengusaha yang kekurangan dengan harga yang tidak terlalu mahal. Ketiga, pemerintah atau masyarakat melalui suatu lembaga mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan khusus tentang strategi peningkatkan kualitas produk lokal. Keempat, para penjual, pengusaha, dan pebisnis harus ‘melek’ untuk meningkatkan kualitas produk-produknya supaya memiliki daya saing dengan produk-produk impor. Kelima, para produsen menerapkan Total Quality Manajement (TQM). Misalnya, dalam hal pengolahan produk, para penjual harus bisa memproduksi barangnya dengan menggunakan teknik yang canggih dan profesional, sehingga konsumen melihat kemasannya sudah tertarik.
Keenam, para produsen perlu meningkatkan tujuh aspek dasar penentu kualitas suatu produk seperti pendapat ketiga ahli ekonom barat, Orville, Larreche, dan Boyd (2005); yaitu kinerja (performance), daya tahan (durability), kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), karakteristik (features), reliabilitas (reliability), estetika (aesthetics), dan kesan kualitas (perceived quality).
Dengan semua upaya itu, semoga semua pihak sesuai perannya masing-masing mampu melaksanakannya sehingga tercipta produk-produk lokal yang berkualitas dan pada akhirnya mampu bersaing dengan produk-produk asing. Tanpa keterlibatan semua pihak, maka untuk memperoleh produk berkualitas tinggi bagaikan menegakkan mimpi belaka. Wallahu a’lamu bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar