Kualitas Produk Lokal
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Revolusi Ekonomi (GREK), Peraih Beasiswa Bidikmisi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Dalam sistem ekonomi pasti ada sistem transaksi jual-beli, dan itu
diperbolehkan agama maupun perundang-undangan pemerintah. Dalam potongan ayat
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 275, Allah memperbolehkan transaksi jual-beli dan
mengharamkan riba. Transaksi jual-beli dilakukan untuk saling memenuhi
kebutuhan satu sama lain, mengingat kodrat manusia sebagai makhluk monodualistik
yaitu saling membutuhkan.
Salah satu syarat utama bisa terlaksananya transaksi jual-beli
adalah adanya produk. Produk menjadi satu syarat pokok baik bagi penjual maupun
konsumen. Tinggi rendah tingkat laku produk di pasaran dipengaruhi oleh faktor
kualitas produk. Bagi pihak produsen, menjaga dan selalu meningkatkan kualitas
produk merupakan hal yang sangat urgen dan menjadi suatu keniscayaan demi
kesuksesan usaha atau bisnisnya.
Ini selaras dengan pendapat seorang tokoh ekonom Lupiyoadi (2001) yang
menyatakan bahwa konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Selain itu, seorang
penjual dikatakan cerdas apabila dia mampu menyediakan produk yang cocok dengan
konsumen. Dengan demikian, seperti yang dikatakan Felgenbaum (1986) bahwa produk
itu layak disebut produk berkualitas.
Kualitas produk berkaitan
erat dengan ketentuan harga produk. Dalam hal ini, berlaku hukum penawaran dan
permintaan dalam sistem ekonomi mikro. Apabila seorang penjual mengabaikan
aspek kualitas produknya meskipun harganya murah, maka eksistensinya sebagai
penjual akan gulung tikar, alias bangkrut karena para konsumen mengabaikannya
pula. Sebab, bila para konsumen membeli produk yang kualitasnya tidak memenuhi
standard (Crosby), implikasinya mereka akan kecewa karena merasa dirugikan dan akan
mencari produk lain yang berkualitas.
Artinya, prinsip perdagangan menguntungkan semua pihak terciderai. Permintaan
pun berkurang, bahkan menghilang meskipun harga murah. Padahal, seorang penjual
seharusnya berprinsip menjual produk yang tidak murahan dengan harga murah. Dalam
hal ini Juran (1993) berpendapat, konsumen akan mencari produk yang bisa
memenuhi kebutuhannya dan berkualitas. Konsumen tidak akan peduli apakah itu
produk dalam atau luar negeri. Prinsip konsumen adalah memperoleh produk yang
bisa memenuhi kebutuhannya serta berkualitas. Begitu pula sebaliknya.
Ironisnya, tidak sedikit dari para pebisnis dalam negeri yang
mengalami kegagalan dalam dunia perbisnisannya. Ternyata, kunci kegagalannya terletak
pada kualitas produk-produknya, baik dalam penjagaan maupun peningkatannya.
Terlebih bila produk-produknya merupakan produk lokal. Pasalnya, banyak para
konsumen dalam negeri maupun domestik kecewa terhadap produk lokal. Itu
artinya, produk lokal belum memiliki daya saing yang kompetitif.
Dengan demikian,
kesimpulannya adalah permasalahan utama terletak pada aspek kualitas
produk lokal yang dinilai masyarakat belum mampu bersaing dengan produk import
dari luar di era global ini, meskipun beberapa produk lokal sudah diperbaiki
kualitasnya. Apalagi sejak diberlakukannya ACFTA (Asia-China Free Trade
Agreement), banyak produk import dari Cina membanjiri pasaran di Indonesia dan
mengalahkan produk-produk lokal, sehingga menggoncangkan perekonomian nasional dengan
cukup signifikan. Persaingan dengan produk-produk Cina pun menjadi sangat
ketat, karena dijual dengan harga yang lebih murah dan cukup lebih berkualitas dibanding
produk lokal.
Efek dari itu semua adalah produksi nasional menurun, pembangunan
terhambat, lapangan pekerjaan semakin sempit, PHK dan pengangguran meningkat,
dan kesejahteraan masyarakat menurun. Jika fenomena ini tidak segera diatasi,
maka dalam jangka panjang, kestabilan dan ketahanan nasional akan terancam.
Jika demikian, keutuhan NKRI bisa terancam pula. Ini sangat bertolakbelakang
dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang berorientasi untuk mensejahterakan
rakyat.
Oleh sebab itu, demi terjaganya kestabilan nasional dan keutuhan
NKRI, masalah utama mengenai tingkat kualitas produk lokal harus segera
diselesaikan supaya bisa bersaing dengan produk luar. Untuk penyelesaiannya,
diperlukan peran serta dan kerjasama dari semua pihak, baik pemerintah maupun
masyarakat yang bertindak sebagai penjual maupun pembeli.
Berdasarkan subyeknya, ada beberapa langkah konkrit solutif dan
futuristik. Pertama, pemerintah
menerapkan standardisasi produk lokal berlevel nasional, bahkan internasional.
Dengan begitu, maka diharapkan mampu menjamin kualitas produk lokal sehingga
para konsumen dalam maupun luar negeri
bisa lebih percaya untuk menggunakannya. Selain itu, diharapakan bisa
meminimalisir pasokan produk-produk impor dengan jenis yang sama.
Kedua, pemerintah
dan masyarakat yang tergolong mampu harus mengupayakan persediaan pasokan bahan
baku bagi pengusaha yang kekurangan dengan harga yang tidak terlalu mahal. Ketiga,
pemerintah atau masyarakat melalui suatu lembaga mengadakan pelatihan-pelatihan
kewirausahaan khusus tentang strategi peningkatkan kualitas produk lokal. Keempat,
para penjual, pengusaha, dan pebisnis harus ‘melek’ untuk meningkatkan kualitas
produk-produknya supaya memiliki daya saing dengan produk-produk impor. Kelima,
para produsen menerapkan Total Quality Manajement (TQM). Misalnya, dalam
hal pengolahan produk, para penjual harus bisa memproduksi barangnya dengan menggunakan
teknik yang canggih dan profesional, sehingga konsumen melihat kemasannya sudah
tertarik.
Keenam, para produsen
perlu meningkatkan tujuh aspek dasar penentu kualitas suatu produk seperti
pendapat ketiga ahli ekonom barat, Orville, Larreche, dan Boyd (2005);
yaitu kinerja (performance), daya tahan (durability), kesesuaian dengan
spesifikasi (conformance to specifications), karakteristik (features),
reliabilitas (reliability), estetika (aesthetics), dan kesan
kualitas (perceived quality).
Dengan semua upaya itu, semoga semua pihak sesuai perannya
masing-masing mampu melaksanakannya sehingga tercipta produk-produk lokal yang
berkualitas dan pada akhirnya mampu bersaing dengan produk-produk asing. Tanpa
keterlibatan semua pihak, maka untuk memperoleh produk berkualitas tinggi
bagaikan menegakkan mimpi belaka. Wallahu a’lamu bi al-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar