Jumat, 15 Mei 2015

Memperkuat Mandat Kemerdekaan (Melayu Pos: 8 Agustus 2014)

http://issuu.com/melayupos/docs/mp_207
 







Memperkuat Mandat Kemerdekaan
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Pemuda Peduli Bangsa (PPB), Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

Hingga saat ini, usia kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencapai 69 tahun. Masa yang cukup lama untuk merubah nasib bangsa ini dengan memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan seluruh aspek pemerintahan, dari aspek pendidikan, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya untuk mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang maju, unggul, dan bermartabat.
Untuk bisa meraih itu semua, diperlukan peran dan perjuangan dari seluruh elemen masyarakat, terlebih bagi pihak pembuat kebijakan yaitu pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah adalah lembaga legislatif yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebab, mereka merupakan para wakil rakyat (representative of society). Maka kebijakan yang mereka susun harus sejalan dengan keinginan dan aspirasi rakyat (pro rakyat). Oleh karena itu, menurut Dr. Mohammad Nasih seorang politisi muda, badan legislatif merupakan “jelmaan rakyat”, karena mereka dituntut untuk merealisasikan suara rakyat. Namun, itu bisa dilakukannya dengan syarat aspirasi itu harus sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea empat. Apabila aspirasi rakyat keluar dari ranah cita-cita mulia bangsa Indonesia, maka pemerintah berhak untuk menolaknya.
Kebijakan pemerintah akan berdampak besar kepada rakyat. Jika pemerintah berindikasi tidak serius dalam pembuatannya, maka rakyat berhak mengkritikya. Itu dilakukan dalam rangka pengimplementasian fungsi rakyat dalam tatanan negara sebagai pihak pelaksana sekaligus pengawal kebijakan pemerintah, sehingga seperti yang pernah dikatakan Dr. Nur Cholis Majid dalam buku “Dialog Keterbukaan”, bahwasanya rakyat perlu melakukan chek and balance terhadap kebijakan pemerintah. Ini sebagai wujud pengamalan sistem demokrasi, yaitu menuntut sinergitas antara pemerintah dan rakyat supaya tercapai cita-cita bangsa. Dengan demikian, tidak akan ada pihak yang merasa termarjinalkan sehingga tercipta kondisi yang aman, damai, dan sejahtera.
Pemerintah terutama badan legislatif memiliki peran besar dalam perancangan, penyusunan, pembuatan, dan pengesahan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, setidaknya mereka harus mengingat satu aspek paling penting mengenai posisinya. Yaitu, mereka harus sadar  bahwa mereka merupakan wakil rakyat, sehingga menurut JJ. Rousseau yang diperkuat oleh Petion mereka disebut sebagai mandataris rakyat. Maka, sesuai pendapat John M. Bryson bahwa sebelum pihak mendataris mengerjakan tugas-tugasnya, satu aspek yang harus diperhatikannya adalah mereka harus memahami segala sesuatu yang harus dikerjakan dan yang harus ditinggalkan, baik secara formal maupun informal.
Sebagai pihak mandataris rakyat, maka mau tidak mau pemerintah harus mampu menyesuaikan posisinya dengan mengamalkan kedua teori mandataris yangdikemukakan oleh JJ. Rousseau, yaitu mandat bebas (Free Mandate) dan mandat perwakilan (Representative Mandate).
Menganut pada teori mandat pertama (Free Mandate), dalam mengerjakan tugasnya, pemerintah tidak harus bergantung pada perintah atau suara rakyat. Berdasarkan teori ini, di dalam pemerintah yang berperan adalah para wakil rakyat yang cerdas, jujur, terpercaya, dan bertanggungjawab. Selain itu, mereka adalah orang-orang yang memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya, sehingga diharapkan tindakan mereka bisa sejalan dengan aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Dalam hal ini, rakyat telah yakin dan percaya kepada para wakil rakyat yang dianggap mampu mengemban tugasnya dengan baik dan profesional, sehingga kebijakan yang akan dihasilkannya bersifat pro rakyat. Maka, haram hukumnya apabila seorang yang bukan ahli dalam kepemerintahan tapi tetap menjabat sebagai birokrat di kepemerintahan. BiIa ini terjadi, maka akan membahayakan nasib bangsa dan tinggal menunggu keruntuhan bangsa Indonesia. Ini selaras dengan firman Allah dalam Surat Al-Nisa’: 58 mengenai perintah untuk menyerahkan amanat kepada ahlinya. Sebab, orang yang ahli akan mengoptimalkan amanah yang diembannya sehingga tidak menimbulkan kekecewaan pihak lain Ini selaras dengan hadist Nabi Muhammad, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (BUKHARI – 6015).
Sedangkan menurut teori mandat kedua (Representative Mandate), sang wakil rakyat yang dipilih rakyat bergabung kepada lembaga perwakilan yang rakyat memilih dan memberikan mandat kepada lembaga tersebut, sehingga wakil rakyat yang dipilih rakyat tidak memiliki tanggungjawab kepada rakyat secara individual. Artinya, seluruh wakil rakyat yang menjadi anggota di lembaga perwakilan secara bersama-sama bertanggungjawab untuk mengurus rakyat. Nah, apabila implementasi teori kedua ini diselewengkan, artinya sebagian wakil rakyat atau bahkan seluruhnya tidak bekerja serius dalam mengurus permasalahan umat, berarti mereka telah menciderai nilai demokrasi di negeri ini. Jika itu terjadi, maka melengserkan mereka mejnjadi suatu keniscayaan.
Oleh sebab itu, sehubungan dengan momentum Hari Ulang Tahun (HUT) proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), diperlukan sinergi dari seluruh elemen masyarakat untuk menjaga, mempertahankan, serta memperkuat kemerdekaan yang telah berhasil diraih oleh para pejuang kita. Kita semua harus bisa membuktikan kepada leluhur kita bahwa kita mampu menjaga, bahkan semakin mengokohkan kualitas kemedekaan ini. Sebab, kemerdekaan ini merupakan mandate dari pra leluhur kita. Untuk membuktikannya tidak semudah mengedipkan mata, tapi diperlukan usaha dan perjuangan yang ekstra. Tanpa perjuangan keras, niat dan tekad bagaikan menegakkan tali yang basah. Sebab, perjuangan yang kita lakukan tidak ada apa-apanya dan tidak begitu berat jika dibandingkan dengan perjuangan para pejuang dahulu ketika melawan para penjajah demi meraih kemerdekaan. Bahkan, mereka  merelakan nyawanya melayang karena peluru yang siap menembus dada mereka setiap saat demi membebaskan diri dari belenggu para penjajah yang sangat kejam.
Kedua belah pihak baik pemerintah maupun rakyat harus bisa bersinergi tingkat tinggi dalam berbangsa dan bernegara. Di satu sisi, pemerintah harus adil, bijaksana dan bersifat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum dalam meciptakan peraturan-peraturan yang akan diberlakukan kepada seluruh masyarakat. Di sisi lain, apabila peraturan-peraturan pemerintahan dinilai menyimpang dari nilai kebenaran yaitu UUD 1945, UU, dan Pancasila, maka rakyat harus mengkritiknya dengan cara yang dibenarkan oleh UUD 1945 supaya pemrintah mau merevisinya. Begitu pula sebaliknya, apabila peraturan-peraturan pemerintah dinilai sudah sesuai dengan nilai kebenaran, maka rakyat wajib patuh dan tunduk kepada pemerintah. Ini sesuai dengan firman Allah Surat Al-Nisa: Ayat 59 tentang perintah untuk patuh kepada pemerintah yang menjunjung tinggi nilai kebenaran.
Dengan begitu, maka kita semua bisa dinilai bisa menghormati, menghargai, serta memperkuat kemerdekaan sebagai mandat dari para leluhur. Semoga Indonesia menjadi bangsa yang maju, unggul, dan sejahtera yang diridloi Allah SWT., baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Wallahu a’lamu bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar