Memperkuat Mandat Kemerdekaan
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Pemuda Peduli Bangsa
(PPB), Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Hingga saat ini, usia kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencapai
69 tahun. Masa yang cukup lama untuk merubah nasib bangsa ini dengan memperbaiki,
meningkatkan dan mengembangkan seluruh aspek pemerintahan, dari aspek
pendidikan, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya untuk mengantarkan Indonesia
menjadi bangsa yang maju, unggul, dan bermartabat.
Untuk bisa meraih itu semua, diperlukan peran dan perjuangan dari
seluruh elemen masyarakat, terlebih bagi pihak pembuat kebijakan yaitu
pemerintah. Dalam konteks ini, pemerintah adalah lembaga legislatif yang
terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebab, mereka merupakan para wakil
rakyat (representative of society). Maka kebijakan yang mereka susun
harus sejalan dengan keinginan dan aspirasi rakyat (pro rakyat). Oleh karena
itu, menurut Dr. Mohammad Nasih seorang politisi muda, badan legislatif
merupakan “jelmaan rakyat”, karena mereka dituntut untuk merealisasikan suara
rakyat. Namun, itu bisa dilakukannya dengan syarat aspirasi itu harus sejalan
dengan cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea empat. Apabila aspirasi rakyat keluar dari ranah cita-cita mulia bangsa
Indonesia, maka pemerintah berhak untuk menolaknya.
Kebijakan pemerintah akan berdampak besar kepada rakyat. Jika pemerintah
berindikasi tidak serius dalam pembuatannya, maka rakyat berhak mengkritikya.
Itu dilakukan dalam rangka pengimplementasian fungsi rakyat dalam tatanan negara
sebagai pihak pelaksana sekaligus pengawal kebijakan pemerintah, sehingga seperti
yang pernah dikatakan Dr. Nur Cholis Majid dalam buku “Dialog Keterbukaan”, bahwasanya
rakyat perlu melakukan chek and balance terhadap kebijakan pemerintah.
Ini sebagai wujud pengamalan sistem demokrasi, yaitu menuntut sinergitas
antara pemerintah dan rakyat supaya tercapai cita-cita bangsa. Dengan demikian,
tidak akan ada pihak yang merasa termarjinalkan sehingga tercipta kondisi yang
aman, damai, dan sejahtera.
Pemerintah terutama badan legislatif memiliki peran besar dalam perancangan,
penyusunan, pembuatan, dan pengesahan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, setidaknya
mereka harus mengingat satu aspek paling penting mengenai posisinya. Yaitu, mereka
harus sadar bahwa mereka merupakan wakil
rakyat, sehingga menurut JJ. Rousseau yang diperkuat oleh Petion mereka disebut
sebagai mandataris rakyat. Maka, sesuai pendapat John M. Bryson bahwa sebelum
pihak mendataris mengerjakan tugas-tugasnya, satu aspek yang harus diperhatikannya
adalah mereka harus memahami segala sesuatu yang harus dikerjakan dan yang
harus ditinggalkan, baik secara formal maupun informal.
Sebagai pihak mandataris rakyat, maka mau tidak mau pemerintah
harus mampu menyesuaikan posisinya dengan mengamalkan kedua teori mandataris
yangdikemukakan oleh JJ. Rousseau, yaitu mandat bebas (Free Mandate) dan
mandat perwakilan (Representative Mandate).
Menganut pada teori mandat pertama (Free Mandate), dalam
mengerjakan tugasnya, pemerintah tidak harus bergantung pada perintah atau
suara rakyat. Berdasarkan teori ini, di dalam pemerintah yang berperan adalah para
wakil rakyat yang cerdas, jujur, terpercaya, dan bertanggungjawab. Selain itu,
mereka adalah orang-orang yang memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang
diwakilinya, sehingga diharapkan tindakan mereka bisa sejalan dengan aspirasi
rakyat yang diwakilinya.
Dalam hal ini, rakyat telah yakin dan percaya kepada para wakil
rakyat yang dianggap mampu mengemban tugasnya dengan baik dan profesional,
sehingga kebijakan yang akan dihasilkannya bersifat pro rakyat. Maka, haram
hukumnya apabila seorang yang bukan ahli dalam kepemerintahan tapi tetap menjabat
sebagai birokrat di kepemerintahan. BiIa ini terjadi, maka akan membahayakan
nasib bangsa dan tinggal menunggu keruntuhan bangsa Indonesia. Ini selaras
dengan firman Allah dalam Surat Al-Nisa’: 58 mengenai perintah untuk menyerahkan
amanat kepada ahlinya. Sebab, orang yang ahli akan mengoptimalkan amanah yang
diembannya sehingga tidak menimbulkan kekecewaan pihak lain Ini selaras dengan
hadist Nabi Muhammad, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kehancuran itu." (BUKHARI – 6015).
Sedangkan menurut teori mandat kedua (Representative Mandate),
sang wakil rakyat yang dipilih rakyat bergabung kepada lembaga perwakilan yang
rakyat memilih dan memberikan mandat kepada lembaga tersebut, sehingga wakil
rakyat yang dipilih rakyat tidak memiliki tanggungjawab kepada rakyat secara
individual. Artinya, seluruh wakil rakyat yang menjadi anggota di lembaga
perwakilan secara bersama-sama bertanggungjawab untuk mengurus rakyat. Nah,
apabila implementasi teori kedua ini diselewengkan, artinya sebagian wakil
rakyat atau bahkan seluruhnya tidak bekerja serius dalam mengurus permasalahan
umat, berarti mereka telah menciderai nilai demokrasi di negeri ini. Jika itu
terjadi, maka melengserkan mereka mejnjadi suatu keniscayaan.
Oleh sebab itu, sehubungan dengan momentum Hari Ulang Tahun (HUT)
proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), diperlukan
sinergi dari seluruh elemen masyarakat untuk menjaga, mempertahankan, serta
memperkuat kemerdekaan yang telah berhasil diraih oleh para pejuang kita. Kita semua
harus bisa membuktikan kepada leluhur kita bahwa kita mampu menjaga, bahkan
semakin mengokohkan kualitas kemedekaan ini. Sebab, kemerdekaan ini merupakan
mandate dari pra leluhur kita. Untuk membuktikannya tidak semudah mengedipkan
mata, tapi diperlukan usaha dan perjuangan yang ekstra. Tanpa perjuangan keras,
niat dan tekad bagaikan menegakkan tali yang basah. Sebab, perjuangan yang kita
lakukan tidak ada apa-apanya dan tidak begitu berat jika dibandingkan dengan
perjuangan para pejuang dahulu ketika melawan para penjajah demi meraih
kemerdekaan. Bahkan, mereka merelakan
nyawanya melayang karena peluru yang siap menembus dada mereka setiap saat demi
membebaskan diri dari belenggu para penjajah yang sangat kejam.
Kedua belah pihak baik pemerintah maupun rakyat harus bisa
bersinergi tingkat tinggi dalam berbangsa dan bernegara. Di satu sisi,
pemerintah harus adil, bijaksana dan bersifat melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum
dalam meciptakan peraturan-peraturan yang akan diberlakukan kepada seluruh
masyarakat. Di sisi lain, apabila peraturan-peraturan pemerintahan dinilai menyimpang
dari nilai kebenaran yaitu UUD 1945, UU, dan Pancasila, maka rakyat harus
mengkritiknya dengan cara yang dibenarkan oleh UUD 1945 supaya pemrintah mau
merevisinya. Begitu pula sebaliknya, apabila peraturan-peraturan pemerintah
dinilai sudah sesuai dengan nilai kebenaran, maka rakyat wajib patuh dan tunduk
kepada pemerintah. Ini sesuai dengan firman Allah Surat Al-Nisa: Ayat 59
tentang perintah untuk patuh kepada pemerintah yang menjunjung tinggi nilai
kebenaran.
Dengan begitu, maka kita semua bisa dinilai bisa menghormati,
menghargai, serta memperkuat kemerdekaan sebagai mandat dari para leluhur.
Semoga Indonesia menjadi bangsa yang maju, unggul, dan sejahtera yang diridloi
Allah SWT., baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Wallahu a’lamu bi
al-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar