Jumat, 15 Mei 2015

Menyikapi Kontroversi ISIS (Radar Surabaya: 19 Agustus 2014)







Menyikapi Kontroversi ISIS
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Peduli Sosial dan Masyarakat (GPSM), Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakulatas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Saat ini, dunia sedang digemparkan oleh kabar tentang Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS), tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan sejumlah informasi di berbagai media massa, baik cetak maupun online, kemunculan ISIS lebih banyak menyebabkan madharat dari pada manfaat bagi masyarakat, sehingga banyak kalangan termasuk dari berbagai kelompok Islam di dunia seperti Al-Qaeda, Al Nusra, Persatuan Ulama’ Muslim Se-Dunia (IUMS) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam keras tindakan ISIS. Sebab, ISIS mengandalkan kekerasan dan pemaksaan kepada siapapun untuk mau mengikuti ideologinya.
Pasalnya, organisasi yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi dan berbasis Sunni ini, tidak akan segan-segan membunuh siapapun yang tidak mau mengikuti visi misinya. Bahkan, mereka juga akan membunuh kaum muslim yang menentang berdirinya ISIS, termasuk dari kalangan sunni.
Padahal, pada mulanya ISIS dibentuk dengan visi mulia, yaitu menggulingkan rezim Presiden Syuriah Bashar Assad yang dinilai otoriter hingga menyerang para demonstran sebagai pihak oposisinya. Namun, setelah mereka bersama dengan front Al Nusra (sesama kelompok afiliasi Al-Qaeda) berhasil mengkudeta Presiden Assad, ISIS berubah menjadi radikal dan bertindak liar. Bahkan, lebih liar dari pada Al-Qaeda maupun Al-Nusro. Tingkat keliarannya tidak sebatas memaksa setiap orang untuk mengikuti madzhabnya, akan tetapi juga bertindak kriminal. Seperti merampok bank, para pengusaha, para sopir truk, minyak bumi dan listrik di Syuriah Utara, menjarah sejumlah fasilitas perang milik Negara Irak seperti rudal, mobil tank, helikopter, serta bahan baku nuklir di Universitas Mosul.
Pandangan kontroversial
Meskipun tindakan ISIS banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak, di sisi lain ada beberapa pihak yang mendukungnya sehingga menyebabkan kontoversial. Bagi kubu yang pro- ISIS, mereka berpendapat bahwa ISIS sebenarnya memiliki tujuan baik. Namun, media mengubah citra ISIS menjadi buruk dengan menampilkan berita-berita kriminal tentang ISIS. Sehingga, ISIS terlihat sebagai kelompok yang jahat, kejam, dan menakutkan di mata dunia. ISIS dinilai media bahwa telah melakukan suatu konspirasi dengan negara adidaya. Mereka termasuk MUI Sumsel berpendapat bahwa ISIS tidaklah sekejam seperti yang diberitakan di media sosial. Pada intinya, pihak ini tidak terlalu mempermasalahkan ideologi ISIS, tapi lebih pada visinya. Maka, mereka mengabsahkan eksistensi ISIS di Indonesia dengan dalih tidak ada peraturan di Undang-Undang yang secara jelas melarang keberadaannya.
Pandangan itu sangat kontroversial dibandingkan dengan sikap pemerintah Indonesia, MUI Pusat, beserta sebagian besar ulama’ dan ormas Islam, baik di Indonesia maupun negara-negara lain yang melarang dan menolak ISIS. Mereka yang kontra terhadap ISIS secara umum memandang dari dua sudut pandang yang menjadi landasan atas penolakannya.
Pertama, dalam perspektif Islam, perilaku dan tindakan ISIS tidak sesuai dengan ajaran Islam. Apabila ISIS selalu ‘menggemborkan’ kepada umat Islam bahwa tindakan mereka adalah dalam rangka memperjuangkan terbentuknya Negara Islam, akan tetapi tindakannya dinilai sangat bertentangan dengan prinsip dan ajaran islam yang sesungguhnya. Prinsip Islam adalah rohmatan li al-‘alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam semesta. Sedangkan perilaku dan tindakan ISIS justru menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, keresahan, dan kegelisahan masyarakat.
Jika kita mengaku sebagai umat Muhammad Saw., maka harus mengikuti semua tuntunannya dengan sebaik-baiknya. Jangan kita mengaku sebagai umatnya, tapi justru tindakan kita berseberangan dengan ajaran-ajarannya, bahkan menentangnya. Itu namanya menodai Islam, karena menggunakan topeng Islam hanya untuk memecah belahnya. Jika itu dilakukan, konsekuensinya hanya akan memperoleh laknat dari Allah dan seluruh ciptaan-Nya. Sebab, di dalam Islam tidak mengenal diskriminasi, tapi sebaliknya, yaitu toleransi dan saling menghargai. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk mengganggu agama orang lain. Nabi Muhammad dan para khulafa’urrosyidin telah mengajarkan toleransi beragama kepada umatnya. Ini patut menjadi perhatian khusus bagi ISIS.
Jika ISIS mengaku memperjuangkan agama Islam, seharusnya mereka mengamalkan prinsip Islam terutama dalam hal toleransi beragama, sebagaimana yang Rasulullah ajarkan kepada umatnya pada masa lampau. Sebagai penyandang gelar` Uswatun hasanah, beliau sudah memberikan contoh riil kepada seluruh umat manusia tentang toleransi beragama, yaitu dengan membiarkan umat Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan dengan umat Islam pada zamannya. Itu merupakan salah satu bentuk pengamalan ajaran Islam yang nyata. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat al-Baqoroh: 256, yang secara eksplisit awal potongan ayat itu menerangkan bahwa di dalam Islam tidak mengenal pemaksaan dalam beragama. Itu artinya, jika ada suatu kelompok yang memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, sejatinya mereka bukanlah orang Islam, karena perilakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kedua, secara substansial, sebenarnya perspektif di atas sudah selaras dengan tiga komponen alat pemersatu bangsa Indonesia; yaitu ideologi Pancasila sila kelimayaitu menjunjung tinggi keadilan sosial, UUD 1945 Pasal 27, 28, dan 29 yang menerangkan tentang kesamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama yang dijamin Negara, dan juga prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang menjunjung tinggi kesetaraan dan sikap saling menghargai serta toleransi terhadap sesama meskipun berbeda ras, suku, budaya, dan atau agama.
Setidaknya, dengan menggunakan ketiga ‘senjata’ di atas, para founding father mampu menyatukan tekad dan semangat juang bersama hingga berhasil meraih kemerdekaan dari belenggu para penjajah. Itu menjadi salah satu bukti bahwa ketiga perangkat tersebut mampu menjadi alat pemersatu yang kokoh bagi bangsa Indonesia yang plural dan beragam.
Dengan demikian, sangat jelas bahwa ISIS kontradiktif dengan ajaran dan prinsip Islam. Selain itu, ISIS juga menentang tiga senjata pamungkas alat pemersatu bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Bahayanya, virus paham ISIS telah menginfeksi sebagian rakyat Indonesia. Berdasarkan informasi di sejumlah media masa, sebagian warga Indonesia telah menjadi loyalis ISIS, dan salah satunya seorang warga Lamongan bernama Wildan dikabarkan menjadi relawan bom bunuh diri untuk ISIS.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan nasib bangsa Indonesia, terutama bagi para pemuda. Selain itu, ini bisa menjadi ancaman besar memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Sebab, prioritas target pengkaderan ISIS adalah para pemuda, terutama organisasi-organisasi yang bersifat radikal seperti mereka. Itu semua dilakukan oleh ISIS karena tahu bahwa pemuda memiliki peran yang vital dalam perubahan. Terbukti, pelopor perubahan di Indonesia seperti ketika meraih kemerdekaan dari penjajah, menggulingkan orde lama, dan perubahan lainnya merupakan dari golongan pemuda.
Oleh sebab itu, kita sebagai warga muslim harus menentukan sikap, yaitu dengan berlandaskan al-Qur’an dan hadist. maka keberadaan ISIS kita tolak karena tindakannya yang menyimpang dari ajaran dan prinsip Islam. Sedangkan kita sebagai warga negara Indonesia yang baik dan loyal terhadap Negara, dengan berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika maka penolakan terhadap ISIS menjadi suatu keniscayaan karena telah jelas juga menyimpang dari ketiganya.
Untuk itu, supaya bisa membendung gerakan ISIS di Indonesia dengan total, diperlukan peran serta dari seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, ulama’, tokoh masyarakat, maupun masyarakat. Tanpa perjuangan dari semua pihak, maka upaya pembendungan ISIS hanya bagaikan menegakkan tali yang basah. Dengan mengupayakan pencegahan secara preventif, diharapkan virus ISIS tidak akan muncul dan berkembang di negeri ini sehingga tercipta negeri yang aman, damai, dan sejahtera. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar