Menyikapi Kontroversi ISIS
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Ketua Gerakan Peduli Sosial dan Masyarakat (GPSM), Peraih Beasiswa
Bidikmisi Fakulatas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang
Saat ini, dunia sedang digemparkan oleh kabar tentang Islamic State
of Iraq and Syiria (ISIS), tak terkecuali Indonesia.
Berdasarkan sejumlah informasi di berbagai media massa,
baik cetak maupun online, kemunculan ISIS lebih banyak menyebabkan madharat dari
pada manfaat bagi masyarakat, sehingga
banyak kalangan termasuk dari berbagai kelompok Islam
di dunia seperti Al-Qaeda, Al Nusra, Persatuan Ulama’ Muslim Se-Dunia (IUMS)
dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam keras tindakan ISIS. Sebab, ISIS
mengandalkan kekerasan dan pemaksaan kepada siapapun untuk mau mengikuti
ideologinya.
Pasalnya, organisasi yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi dan berbasis Sunni ini, tidak akan segan-segan membunuh siapapun yang tidak mau mengikuti
visi misinya. Bahkan, mereka juga akan membunuh kaum muslim yang menentang
berdirinya ISIS, termasuk
dari kalangan sunni.
Padahal, pada mulanya ISIS dibentuk dengan visi mulia, yaitu
menggulingkan rezim Presiden Syuriah Bashar Assad yang dinilai otoriter hingga
menyerang para demonstran sebagai pihak oposisinya. Namun, setelah mereka
bersama dengan front Al Nusra (sesama kelompok afiliasi Al-Qaeda) berhasil
mengkudeta Presiden Assad, ISIS berubah menjadi radikal dan bertindak liar. Bahkan, lebih liar dari pada Al-Qaeda maupun Al-Nusro. Tingkat
keliarannya tidak sebatas memaksa setiap orang untuk mengikuti madzhabnya, akan
tetapi juga bertindak kriminal. Seperti
merampok bank, para pengusaha, para sopir truk, minyak bumi dan listrik di
Syuriah Utara, menjarah sejumlah fasilitas perang milik Negara Irak seperti
rudal, mobil tank, helikopter, serta bahan
baku nuklir di Universitas Mosul.
Pandangan kontroversial
Meskipun tindakan ISIS banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak,
di sisi lain ada
beberapa pihak yang mendukungnya sehingga menyebabkan kontoversial. Bagi kubu
yang pro- ISIS, mereka berpendapat bahwa ISIS sebenarnya memiliki tujuan
baik. Namun, media mengubah citra ISIS menjadi buruk dengan menampilkan berita-berita
kriminal tentang ISIS. Sehingga,
ISIS terlihat sebagai kelompok yang jahat, kejam, dan menakutkan di mata dunia.
ISIS dinilai media bahwa telah melakukan suatu konspirasi dengan negara adidaya. Mereka termasuk MUI Sumsel
berpendapat bahwa ISIS tidaklah sekejam seperti yang diberitakan di media
sosial. Pada intinya, pihak ini tidak terlalu mempermasalahkan ideologi ISIS,
tapi lebih pada visinya. Maka, mereka mengabsahkan eksistensi ISIS di Indonesia
dengan dalih tidak ada peraturan di Undang-Undang yang secara jelas melarang
keberadaannya.
Pandangan itu sangat kontroversial dibandingkan dengan sikap
pemerintah Indonesia, MUI Pusat, beserta sebagian besar ulama’ dan ormas Islam,
baik di Indonesia maupun negara-negara lain yang melarang dan menolak ISIS.
Mereka yang kontra terhadap ISIS secara umum memandang dari dua sudut pandang
yang menjadi landasan atas penolakannya.
Pertama, dalam
perspektif Islam, perilaku dan tindakan ISIS tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Apabila ISIS selalu ‘menggemborkan’ kepada umat Islam bahwa tindakan mereka
adalah dalam rangka memperjuangkan terbentuknya Negara Islam, akan tetapi
tindakannya dinilai sangat bertentangan dengan prinsip dan ajaran islam yang
sesungguhnya. Prinsip Islam adalah rohmatan li al-‘alamin, yaitu rahmat
bagi seluruh alam semesta. Sedangkan perilaku dan tindakan ISIS justru
menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, keresahan, dan kegelisahan masyarakat.
Jika kita mengaku sebagai umat Muhammad Saw.,
maka harus mengikuti semua tuntunannya dengan sebaik-baiknya. Jangan kita
mengaku sebagai umatnya, tapi justru tindakan kita berseberangan dengan
ajaran-ajarannya, bahkan menentangnya. Itu namanya menodai Islam, karena
menggunakan topeng Islam hanya untuk memecah belahnya.
Jika itu dilakukan, konsekuensinya hanya akan memperoleh laknat dari Allah dan
seluruh ciptaan-Nya. Sebab, di dalam Islam tidak mengenal diskriminasi, tapi
sebaliknya, yaitu toleransi dan saling menghargai. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk mengganggu agama orang lain. Nabi Muhammad dan para khulafa’urrosyidin
telah mengajarkan toleransi beragama kepada umatnya. Ini patut menjadi
perhatian khusus bagi ISIS.
Jika ISIS mengaku memperjuangkan agama Islam, seharusnya mereka mengamalkan
prinsip Islam terutama dalam hal toleransi beragama, sebagaimana yang Rasulullah
ajarkan kepada umatnya pada masa lampau. Sebagai penyandang gelar` Uswatun
hasanah, beliau sudah memberikan contoh riil kepada seluruh umat manusia
tentang toleransi beragama, yaitu dengan membiarkan umat Nasrani dan Yahudi
hidup berdampingan dengan umat Islam pada zamannya. Itu merupakan salah satu
bentuk pengamalan ajaran Islam yang nyata. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat al-Baqoroh: 256, yang secara
eksplisit awal potongan ayat itu menerangkan bahwa di dalam Islam tidak
mengenal pemaksaan dalam beragama. Itu artinya, jika ada suatu kelompok yang
memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, sejatinya
mereka bukanlah orang Islam, karena perilakunya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kedua, secara
substansial, sebenarnya perspektif di atas sudah selaras dengan tiga komponen
alat pemersatu bangsa Indonesia; yaitu ideologi Pancasila sila kelimayaitu
menjunjung tinggi keadilan sosial, UUD 1945 Pasal 27, 28, dan 29 yang
menerangkan tentang kesamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum,
kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama yang dijamin Negara, dan juga
prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang menjunjung tinggi kesetaraan dan sikap saling
menghargai serta toleransi terhadap sesama meskipun berbeda ras, suku, budaya,
dan atau agama.
Setidaknya, dengan menggunakan ketiga ‘senjata’ di atas, para founding
father mampu menyatukan tekad dan semangat juang bersama hingga berhasil
meraih kemerdekaan dari belenggu para penjajah. Itu menjadi salah satu bukti
bahwa ketiga perangkat tersebut mampu menjadi alat pemersatu yang kokoh bagi
bangsa Indonesia yang plural dan beragam.
Dengan demikian, sangat jelas bahwa ISIS
kontradiktif dengan ajaran dan prinsip Islam. Selain itu, ISIS juga menentang tiga senjata
pamungkas alat pemersatu bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan
Bhinneka Tunggal Ika. Bahayanya, virus paham ISIS telah menginfeksi sebagian
rakyat Indonesia. Berdasarkan
informasi di sejumlah media masa, sebagian warga Indonesia telah menjadi
loyalis ISIS, dan salah satunya seorang warga Lamongan bernama Wildan
dikabarkan menjadi relawan bom bunuh diri untuk ISIS.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan nasib bangsa Indonesia, terutama
bagi para pemuda. Selain itu, ini bisa menjadi ancaman besar memecah belah
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Sebab, prioritas target pengkaderan
ISIS adalah para pemuda, terutama organisasi-organisasi yang bersifat radikal
seperti mereka. Itu semua dilakukan oleh ISIS karena tahu bahwa pemuda memiliki peran yang
vital dalam perubahan. Terbukti,
pelopor perubahan di Indonesia seperti ketika meraih kemerdekaan dari penjajah,
menggulingkan orde lama, dan perubahan lainnya merupakan dari golongan pemuda.
Oleh sebab itu, kita sebagai warga muslim harus menentukan sikap, yaitu dengan
berlandaskan al-Qur’an dan hadist. maka keberadaan
ISIS kita
tolak karena tindakannya yang
menyimpang dari ajaran dan prinsip Islam. Sedangkan kita sebagai warga negara
Indonesia yang baik dan loyal terhadap Negara, dengan berlandaskan Pancasila,
UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika maka penolakan terhadap ISIS menjadi suatu
keniscayaan karena telah jelas juga menyimpang dari ketiganya.
Untuk itu, supaya bisa membendung gerakan ISIS di Indonesia dengan total,
diperlukan peran serta dari seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, ulama’,
tokoh masyarakat, maupun masyarakat. Tanpa perjuangan dari semua pihak, maka
upaya pembendungan ISIS hanya bagaikan menegakkan tali yang basah. Dengan
mengupayakan pencegahan secara preventif, diharapkan virus ISIS tidak akan
muncul dan berkembang di negeri ini sehingga tercipta negeri yang aman, damai,
dan sejahtera. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar