Jumat, 15 Mei 2015

Lahirkan Birokrat Bebas KKN (Metro Riau: 5 September 2014)



 http://issuu.com/metroriau/docs/05082014/4

Lahirkan Birokrat Bebas KKN
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Peraih Beasiswa Bidikmisi IAIN Walisongo Semarang

Selama ini masyarakat terlalu sering disuguhi berita tentang kasus korupsi melalui media massa, baik cetak maupun online. Parahnya, mayoritas pelaku korupsi merupakan kaum yang berlatar belakang pendidikan tinggi, paling tidak lulusan sarjana. Bahkan, ironisnya sebagian mereka merupakan kaum intelektual, misalnya profesor, dosen, atau guru. Sehingga, masyarakat menjadi jenuh dan muak dengan kebobrokan negeri ini, terutama di kalangan birokrat. Sebab, mayoritas koruptor adalah dari kaum birokrat.
Sehubungan dengan hal itu, mengingat sebentar lagi pemerintah akan melaksanakan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tepatnya pada tanggal 8 September,  maka saat ini momentum tersebut menjadi salah satu gerbong utama untuk mewujudkan negeri ini bebas dari “hama koruptor”. Sebab, salah satu faktor utama penyebab mengguritanya koruptor di negeri ini adalah terkontaminasinya proses pelaksanaan CPNS.
Pasalnya, seringkali banyak oknum baik birokrat, para calo, atau rakyat sendiri yang memanfaatkan dan menyelewengkannya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk bisa lolos dan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), masyarakat harus melakukan ritual saling suap. Salah satu model praktiknya yaitu ketika menjelang masa seleksi tes CPNS seringkali terjadi perjanjian transaksional antara oknum yang memberikan janji dan jaminan kelulusan kepada peserta CPNS yang ingin lolos tes dengan mudah dan praktis, ialah dengan menyuap.
Parahnya, praktik ini telah membudaya di negeri ini. Sehingga, muncul istilah dalam bahasa jawa “ora suap, ora lolos”. Maka tak heran jika setelah menjadi PNS banyak dari mereka melakukan korupsi. Itu disebabkan oleh paradigma sesat mereka yang berorientasi mengembalikan dananya yang digunakan untuk menyuap dahulu. Maka dari itu, mereka “saling mendahului” satu sama lain untuk memperebutkan kursi jatah PNS. Ironisnya, demi kelancaran hajatnya, mereka mau menempuhnya dengan berbagai cara tanpa memperhatikan kualitasnya, apakah halal atau haram. Dalam fikirannya, yang penting mereka berhasil meraih kursi PNS.
Padahal, tes CPNS merupakan salah satu gerbong untuk melahirkan para aparatur negara yang kompeten, profesional, amanah, berkualitas, dan bertanggung jawab. Namun, apabila proses seleksi tes CPNS dinodai oleh oknum-oknum tertentu yang hanya mengedepankan kepentingan  pribadi di atas kepentingan umat dengan praktik-praktik kotornya, maka kepemerintahan ini hanya akan dipenuhi oleh orang-orang busuk dan jahat. Sebab, bermula dari proses seleksi CPNS. Apabila dari situ sudah ada unsur KKN, maka akan berpeluang besar melahirkan banyak koruptor. Bila itu terjadi, maka akan membahayakan nasib bangsa Indonesia dan menyebabkan malapetaka. Sebab, negeri ini akan disetir oleh orang-orang jahat yang bukannya memikirkan kesejahteraan rakyat, tapi kesejahteraan diri sendiri ataupun kelompoknya.
Paradigma ingin menjadi PNS sebenarnya wajar saja dan tidak bermasalah jika berorientasi ingin meraih kehidupan yang terjamin dan sejahtera. Apalagi bila mengacu pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat 2 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Maka, bekerja menjadi suatu keniscayaan dan kewajiban bagi setiap insan. Sebab, kita sebagai manusia biasa (human being) pasti membutuhkan makan setiap hari. Kita bisa memperoleh makan apabila kita mau bekerja. Dengan begitu, maka mereka akan berhasil meraih kesejahteraan hidup secara finansial.
Dalam konteks ini berlaku teori kausalitas (sebab-akibat) yang pertama kali dicetuskan oleh Von Buri  pada tahun 1873, seorang ahli hukum dari Jerman. Maka dari itu, Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan umatnya untuk bekerja keras. Sebab, kemiskinan akan menghantarkan umatnya kepada jalur kekafiran. Maka, dengan bekerja keras, keimanan umatnya akan terjaga pula, bahkan meningkat.
Dalam konteks membahas masalah mencari pekerjaan, teori kausalitas itu dinilai adil dan pas, meskipun pada mulanya teori itu diberlakukan dalam masalah hukum. Sebab, mustahil orang yang tidak mau bekerja keras bisa memperoleh hasil yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari kecuali ada “rezeki khusus” dari Tuhan. Bila orang semacam itu bisa memperoleh penghasilan untuk mencukupi hidupnya, maka secara otomatis akan menimbulkan kecemburuaan sosial bagi kaum yang mau bekerja keras untuk memperoleh penghasilan. Jika dengan tidak bekerja tapi bisa memperoleh penghasilan, maka banyak orang tidak akan bekerja. Sebab, dengan duduk manis saja mereka bisa hidup dengan berkecukupan. Namun, dalam kehidupan ini, kondisi seperti hanya berlaku pada kondisi-kondisi tertentu saja.
Oleh sebab itu, praktik-praktir kotor semacam itu harus segera dimusnahkan dari negeri ini jika ingin rakyat Indonesia sejahtera. Sebab, kesejahteraan rakyat bermula dari para birokrat. Apabila mereka profesional dan amanah dalam mengemban tugas-tugasnya, maka tidak akan mustahil rakyat akan sejahtera. Begitu pula sebaliknya.
Untuk bisa membersihkannya dari negeri ini, diperlukan sinergi antara pemerintah dan rakyat. Di satu pihak, pemerintah harus tegas memberikan sanksi hukum yang adil dan bijak kepada para pelaku praktik busuk itu. Jangan sampai pemerintah lengah menghadapi masalah ini. Atau bahkan pemerintah terlibat dalam praktik menjijikkan itu. Di sisi lain, bagi rakyat yang mengikuti seleksi tes CPNS harus mau mengikuti seleksi sesuai prosedur yang telah ditentukan pemerintah dan dengan jalan yang benar. Sedangkan bagi rakyat yang tidak mengikuti seleksi, mereka ikut serta memantau proses pelaksanaan seleksi. Apabila ada indikasi kecurangan, maka harus segera melaporkan kepada pihak yang berwenang, selanjutnya ditindak tegas secara hukum. Dengan begitu, maka tidak mustahil Indonesia akan dikelola oleh orang-orang yang berada di jalan kebenaran, sehingga terwujud Indonesia bebas KKN. Wallahu a’lam bi al-showab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar