Sabtu, 01 Agustus 2015

Tolikara dan Pentingnya Pendidikan Bermutu (Dimuat di Koran Rakyat Jateng edisi 31 Juli 2015)



 
Tolikara dan Pentingnya Pendidikan Bermutu
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Sekitar dua minggu lalu, republik ini digemparkan dengan satu peristiwa yang menyedihkan Pasalnya, ketika umat muslim di Kabupaten Tolikara, Papua sedang melaksanakan sholat ‘ied hari raya idul fitri ada sejumlah kelompok yang melakukan pembubaran secara paksa hingga melakukan pembakaran mushola dan beberapa kios. Meskipun penjelasan berbagai sumber media massa baik cetak maupun online bahwa akaar permasalahan itu dikarenakan karena faktor minimnya sifat serta sikap toleransi antar mat beragama, unsur politis dari oknum kelompok tertentu, maupun faktor sosisal-politik lainnya, namun apabila kita mau menelaah lebih mendalam, rendahnya kualitas pendidikan di sana merupakan faktor tak kalah penting munculnya peristiwa itu.
Ya, sudah menjadi rahasia umum bahwa aspek pendidikan merupakan satu aspek yang sangat urgen bagi penentu kemajuan suatu negeri. Hingga Dr. Mohammad Nasih, dosen Pascasarjana FISIP UI menegaskan bahwa tingkat kualitas pendidikan suatu masyarakat sedikit banyak akan sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakat itu. Terlebiih, juga akan sangat mempengaruhi tingkat kriminalitas di lingkungan masyarakat itu. Apabila tingkat kualitas pendidikan mereka tinggi, maka akan berpotensi minimnya munculnya kriminalitas di situ. Pun sebaliknya.
Artinya, apabila masyarakat di situ memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka mereka akan berpikir seribu kali sebelum melakukan suatu aksi kriminal. Hal itu bukan karena semata-mata mereka gengsi ketika mereka akan melakukan suatu tndak criminal, mereka khawatir integritasnya akan luntur. Sebenanrnya jika mereka melakukannya, hal itu secara otomatis juga akan terjadi. Namun, lebih dari itu. Mereka berpikir seribu kali karena mereka memiliki pengetahuan serat pengalaman hidu yang lebih luas. Kedua faktor itu tentu akan sangat mempengaruhi tingkat kedewasaan dan kebijaksanaan mereka. Semakin mereka berpengalaman dan berpengetahuan luas, maka akan semakin dewasa dan bijak pula mereka untuk melangkah. Pun sebaliknya.
Oleh karena itu, salah satu faktor utama terjadinya peristiwa kerusuhan tempo lalu di Tolikara sebenarnya ialah karena masih “rendahnya” kualitas pendidikan di sana. Hal itu berdasarkan fakta di sana sejauh ini. Karena “rendahnya” kualitas pendidikan, di sana tidak anya sekali dua kali terjadi sejumlah peristiwa serupa. Dengan kata lain, berbagai tindakan kriminalitas sudah sering terjadi di daerah sana, terutama yang menyangkut tentang masalah social, politik, maupun ekonomi.
Berdasarkan data dari lembaga pemerintah Badan Pusat Statistik (BPS), angka melek huruf di Papua sekitar 75, 83 persen. Namun, dalam satu forum diskusi khusus di UGM Yogyakarta tahun lalu yang digelar oleh komunitas mahasiswa asal Papua dengan bertemakan “Perspektif Pengembangan Pendidikan di Papua: Problematika dan Strategi Pengembangan Pendidikan di Papua”, Bambang Purwoko, selaku ketua Pokja Papua UGMdan sekaligus dosen Fisipol UGM membantah bahwa data pemerintah itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kondisi yang sesungguhnya terutama di daerah pegunungan bahkan lebih buruk dari pada data itu. Sebab katanya, membahas mengenai Papua, maka tidak hanya membahas tentang Jayapura dan Merauke, namun juga Intan Jaya, Deiyai, dan Puncak. (okezone, 3/6/14).
Penyebab rendahnya pendidikan
Adapun penyebab masalah pendidikan di Papua hingga saat ini ialah merupakan masalah klasik yang tidak kian terselaikan secara jelas dan pasti. Pasalnya, dari dulu hingga kini, rendahnya kualitas pendidikan di Papua disebabkan oleh sejumlah faktor utama, di antaranya berasal dari pihak pemerintah dan sejumlah warga Papua sendiri.
Di satu sisi, masih minimnya perhatian pemerintah untuk menyentuh wilayah Papua dalam rangka mengembangkan dan menigkatkan kualitas pendidikan di sana, sehingga hal berdampak pada masih minimnya sarana dan prasarana pendidikan di sana. Kondisi terpuru itu dapat kita ketahui misalnya hanya melihat sekilas kondisi bangunannya, maka kita akan mengelus dada. Sebab, kondisi bangunan serata fasislitas pendidikan di Papua jauh di bawah representatif. Seperti meja-kursi/ bangku yang sudah tidak layak pakai, bangunan yang tampak tua, bahkan dengan tembok yang sudah mendoyong pertanda sudah berumur sangat tua, kurang terawatt, dan tinggal menghitung hari. Selain itu, juga masih minimnya persebran guru professional di Papua. Sehingga hal itu semakin melengkapi faktor penghambat majunya endidikan masyarakat Papua. Generasi Indonesia di Papua tentu akan sangat terhambat uuntuk dapat meningkatkan pengetahuan intelektualnya.
Di sisi lain, sebagian masyarakat Papua masih memiliki paradigma yang terbelakang. Pasalnya, ada sebagian dari mereka yang masih belum menyadari betapa pentingnya pendidikan. Sehingga faktor itu berdampak pada kurang minatnya dari mereka untuk menitipkan putra-putri mereka di bangk sekolah. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang masih merasa tabu dengan pendidikan. Dengan kata lain, system pendidikan di sana merpakan sesuatu yang dirasa dan dipandang aneh atau asing. Sehingga, faktor itu juga menjadi satu penghambat tersendiri bagi perkemangan pendidikan mereka. Dengan kondisi minimnya sarana prasarana, persebran guru professional, serta kesadaran masyarakat Papua tentang pentingnya pendidikan, maka komplitlah penghambat kemajuan pendidikan di Papua.
Oleh karena itu, maka tidak heran jika di sana sering terjadi perselisihan atau tindak criminal yang bersifat antar ras, suku, atau umat beragama hingga menimbulkan satu tawuran atau peperangan antar kelompok seperti peristiwa pembakaran mushola dan kios-kios pada waktu lalu yang mengatasnamakan satu kelompok tertentu.
Bersinergi meningkatkan kualitas pendidikan
Maka dari itu, penting kiranya khususnya baik bagi pemerintah maupun juga masyarakat Papua sendiri agar dapat bersinergi dan bersatu untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Papua. Caranya, bagi pemerintah, setidaknya dengan berdasarkan UUD 1945 Pasal 31 tentang pemerataan pendidikan, pemerintah harus segera meningkatkan fasilitas yang meliputi sarana dan prasarana pendidikan di sana, termasuk persebaran guru professional dan ahli di sana untuk memberikan “pencerahan” kepada rakyat Papua yang masih minim ilmu. Dengan membantu berupa memperbanyak local sekolah, merenovasi sekolah-sekolah yang sudah tua dan tidak representatif, maka akan dapat memenuhi hasrat masyarkat Papua yang masih haus pendidikan.
Sedangkan bagi masyarakat Papua, mereka harus berani merevolusi mental mereka sendiri. Artinya, mereka harus mau sadar betapa pentingnya pendidikan. Sebab, kemajuan berawal dari pendidikan. Dengan memiliki tingkat kualitas pendidikan yang tinggi, maka akan memulai karir kemajuan masyarakat Papua di masa mendatang.
Setidaknya dengan melakukan kedua langkah strategis itu, maka peristiwa kerusuhan Tolikara minggu lalu akan menajdi pelajaran berharaga bagi kita semua khususnya bagi masyarakat Papua betapa pentingnya pendidikan untuk mewujudkan kehidupan yang damai, harmonis, dan sejahtera. Wallahu a’lam bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar