Kamis, 20 Agustus 2015

Urgensi Kecerdasan Spiritual untuk Artis (Dimuat di koran Rakyat Jateng edisi 15 Juni 2015)


Urgensi Kecerdasan Spiritual untuk Artis
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Mahasiswa Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang
Akhir-akhir ini, berbagai media sosial, baik cetak maupun online sedang ramai memberitakan tentang kasus prostitusi online. Ironisnya, ternyata tidak sedikit dari kalangan artis yang terlibat dalam lingkaran setan tersebut. Kasus tersebut mulai mencuat di media massa ketika beberapa minggu lalu seorang artis berinisial AA bersama dengan seorang mucikarinya berinisal AR tertangkap basah oleh anggota polisi yang menyamar berpura-pura menjadi pelanggannya di salah satu hotel berbintang di Jakarta. Sejauh ini, polisi telah menetapkan RA sebagai tersangka dan masih mengembangkan kasus tersebut.
Dari kasus tersebut pula, polisi berhasil membongkar daftar sejumlah inisial artis yang diduga terlibat dalam pekerjaan keji tersebut. Berdasarkan pengakuan si mucikari tersebut, sebanyak kurang lebih 200 artis menjadi pekerjanya. Implikasinya, persebaran info negatif tersebut tentu menjadikan citra negatif bagi kalangan artis lain yang tidak terlibat dalam pekerjaan haram tersebut, sehingga menjadi dirugikan. Khususnya, bagi mereka yang kebetulan namanya sama dengan inisial daftar artis yang diduga terlibat di dalamnya. Di sisi lain, kabar itu tentu tidak akan terlepas dari sikap kontroversi masyarakat atas tuduhan pekerjaan keji itu di kalangan artis.
Kemunculan kasus tersebut menjadi bukti kuat bahwa krisis kecerdasan spiritual telah melanda kalangan artis. Hal itu diperkuat dengan sejumlah komentar dari kalangan artis sendiri yang tampak terkesan apatis. Sikap apatis tersebut muncul karena tidak sedikit dalam paradigma kalangan artis yang menganggap bahwa pekerjaan itu di kalangan artis bukan merupakan suatu hal yang tabu. Dengan kata lain, pekerjaan haram itu telah menjadi suatu kebiasaan di kalangan artis.
Karena itu, paradigma mereka tampak mengalami distorsi. Artinya, karena mereka menganggap pekerjaan itu sebagai suatu kebiasaan, maka mereka menganggap itu merupakan suatu kewajaran di kalangan artis. Dengan kata lain pula, pekerjaan itu telah menjadi rahasia umum bagi mereka. Sehingga, seolah mereka sepakat ‘menghalalkan’ pekerjaan yang jelas dilarang, baik dalam perspektif norma agama (QS. Al-Isro’: 32, An-Nur: 2-3, An-Nisa: 15-16, Al-Furqan: 68), adat, hukum negara, maupun norma lainnya.
Jika kita cermati, tampak dengan jelas bahwa para artis yang rela menjual harga diri mereka itu tidak terlepas dari dua alasan utama. Pertama, perilaku hedonis. Ya, hedonis merupakan perilaku negatif yang menyebabkan berbagai kalangan (tidak hanya artis) terjerumus ke dalam langkah/ pekerjaan haram. Misal dari kalangan pejabat, karena terjangkit penyakit hedonis, mereka rela ‘menuhankan’ materi. Artinya, aspek materi menjadi parameter utama bagi mereka. Akibatnya, mereka melakukan segala cara untuk dapat meraih materi sebanyak-banyaknya agar dapat menikmati hidup bermewah-mewah. Akibatnya, terlaksanalah perilaku koruptif di berbagai kalangan pejabat di negeri ini, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Di kalangan artis, tidak jauh beda dengan perilaku hedonis para pejabat itu. Yang berbeda yakni hanya dalam objek yang ‘dituhankan’. Jika pejabat ‘mentuhankan’ uang, jika artis ‘menuhankan’ penampilan/ style. Dan semuanya bermuara pada sikap, perilaku, atau kebiasaan yang bernuansa serba berlebihan. Padahal, dalam perspektif Islam, Allah sangat benci tehadap siapapun yang bersikap berlebihan. Hal itu sebagaimana penjelasan dalam potongan ayat QS. Al-An’am: 141.  Akibatnya, tidak mengherankan apabila sejumlah artis hingga terjatuh ke dalam jurang dosa prostitusi.
Kedua, sikap pragmatis. Sikap kedua ini juga merupakan satu sikap negatif yang mampu mengantarkan manusia termasuk para artis hingga nekad menjerumuskan diri ke dalam jurang dosa. Bahkan, tidak jarang antara sikap pragmatis dengan sikap hedonis beriringan erat. Banyak orang lupa dosa karena setelah memiliki sifat hedonis, lantas diikuti dengan sikap pragmatis. Atau bisa juga sebaliknya, setelah memiliki sifat pragmatis baru diikuti dengan sifat hedonis. Namun, pada umumnya, banyak di antara kita tidak hanya kalangan artis yang terjerumus ke dalam peilaku negarif karena setelah memiliki perilaku atau kebiasaan yang bermewah-mewahan, lantas kita ingin meraihnya dengan tanpa melalui proses yang berliku-liku, bahkan harus berdarah-darah.
Artinya, kita ingin meraih materi sebanyak-banyaknya dengan cara atau langkah yang instan, cepat, dan mudah meskipun dengan cara yang sebenarnya dilarang, baik dalam norma agama, adat, hukum, maupun norma lainnya. Itulah potret singkat latar belakang penyebab utama mengapa kini para artis yang sebenarnya dengan popularitasnya bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, namun justru mereka seolah tidak bersyukur dengan memanfaatkan popularitasnya untuk menjual harga diri mereka dengan harga yang mahal. Dalam standard mereka, semakin tinggi tingkat popularitasnya, semakin tinggi pula harga yang bisa dipasang mereka untuk menjual diri kepada lelaki hidung belang. Bahkan saking kejinya sikap tidak bersyukur, dalam perspektif Islam, mereka itu tergolong orang yang ‘kafir’ (QS. Ibrahim: 7). Maka, kelak nerakalah tempat bagi mereka sebagai balasannya.
Mengetahui kebobrokan moralitas kaum artis seperti itu, maka menjadi sangat perlu mengadakan pendidikan dalam rangka menanamkan kecerdasan spiritual bagi kalangan artis. Langkah tersebut juga dapat berguna untuk meluruskan orientasi paradigma sesat mereka yang menghalalkan segala cara untuk meraup uang sebanyak-banyaknya melalui langkah yang dilarang agama, adat, maupun negara. Agar kelak mereka menjadi takut untuk mencari rizki melalui jalan yang jelas dilarang.
Adapun realisasi penanaman tersebut dapat dilaksanakan lebih bagi kalangan artis sendiri. Artinya, bukan berarti tidak menjadi kewajiban pihak lain untuk terlibat ke dalam agenda penanaman kecerdasan spiritual kepada mereka. Namun, untuk melaksanakan langkah utama yang harus menempuh solusi tersebut yaitu kesadaran di kalangan artis menjadi suatu keniscayaan. Caranya, bisa dalam bentuk mereka memperdalam pengetahuan beragama dengan berkunjung ke para tokoh agama terdekat, membaca buku atau artikel tentang itu, ataupun cara lain. Maka, para artis harus mau berusaha meningkatkan kecerdasan spiritualnya dengan tulus ikhlas demi tercipta suasana yang kondusif, aman, tentram, serta memperoleh rizki yang halal dan barokah guna untuk beribadah agar memperoleh ridlo-Nya. Wallahu a’lam bi al-showab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar