Urgensi Kecerdasan
Spiritual untuk Artis
Oleh:
Mochammad Sayyidatthohirin
Mahasiswa
Peraih Beasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN
Walisongo Semarang
Akhir-akhir
ini, berbagai media sosial, baik cetak maupun online sedang ramai
memberitakan tentang kasus prostitusi online. Ironisnya, ternyata tidak
sedikit dari kalangan artis yang terlibat dalam lingkaran setan tersebut. Kasus
tersebut mulai mencuat di media massa ketika beberapa minggu lalu seorang artis
berinisial AA bersama dengan seorang mucikarinya berinisal AR tertangkap basah
oleh anggota polisi yang menyamar berpura-pura menjadi pelanggannya di salah
satu hotel berbintang di Jakarta. Sejauh ini, polisi telah menetapkan RA
sebagai tersangka dan masih mengembangkan kasus tersebut.
Dari kasus
tersebut pula, polisi berhasil membongkar daftar sejumlah inisial artis yang
diduga terlibat dalam pekerjaan keji tersebut. Berdasarkan pengakuan si
mucikari tersebut, sebanyak kurang lebih 200 artis menjadi pekerjanya.
Implikasinya, persebaran info negatif tersebut tentu menjadikan citra negatif bagi
kalangan artis lain yang tidak terlibat dalam pekerjaan haram tersebut,
sehingga menjadi dirugikan. Khususnya, bagi mereka yang kebetulan namanya sama
dengan inisial daftar artis yang diduga terlibat di dalamnya. Di sisi lain,
kabar itu tentu tidak akan terlepas dari sikap kontroversi masyarakat atas
tuduhan pekerjaan keji itu di kalangan artis.
Kemunculan
kasus tersebut menjadi bukti kuat bahwa krisis kecerdasan spiritual telah
melanda kalangan artis. Hal itu diperkuat dengan sejumlah komentar dari
kalangan artis sendiri yang tampak terkesan apatis. Sikap apatis tersebut
muncul karena tidak sedikit dalam paradigma kalangan artis yang menganggap
bahwa pekerjaan itu di kalangan artis bukan merupakan suatu hal yang tabu.
Dengan kata lain, pekerjaan haram itu telah menjadi suatu kebiasaan di kalangan
artis.
Karena itu,
paradigma mereka tampak mengalami distorsi. Artinya, karena mereka menganggap
pekerjaan itu sebagai suatu kebiasaan, maka mereka menganggap itu merupakan
suatu kewajaran di kalangan artis. Dengan kata lain pula, pekerjaan itu telah
menjadi rahasia umum bagi mereka. Sehingga, seolah mereka sepakat ‘menghalalkan’
pekerjaan yang jelas dilarang, baik dalam perspektif norma agama (QS. Al-Isro’:
32, An-Nur: 2-3, An-Nisa: 15-16, Al-Furqan: 68), adat, hukum negara, maupun
norma lainnya.
Jika kita
cermati, tampak dengan jelas bahwa para artis yang rela menjual harga diri
mereka itu tidak terlepas dari dua alasan utama. Pertama, perilaku hedonis. Ya,
hedonis merupakan perilaku negatif yang menyebabkan berbagai kalangan (tidak
hanya artis) terjerumus ke dalam langkah/ pekerjaan haram. Misal dari kalangan
pejabat, karena terjangkit penyakit hedonis, mereka rela ‘menuhankan’ materi.
Artinya, aspek materi menjadi parameter utama bagi mereka. Akibatnya, mereka
melakukan segala cara untuk dapat meraih materi sebanyak-banyaknya agar dapat
menikmati hidup bermewah-mewah. Akibatnya, terlaksanalah perilaku koruptif di
berbagai kalangan pejabat di negeri ini, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Di kalangan
artis, tidak jauh beda dengan perilaku hedonis para pejabat itu. Yang berbeda
yakni hanya dalam objek yang ‘dituhankan’. Jika pejabat ‘mentuhankan’ uang,
jika artis ‘menuhankan’ penampilan/ style. Dan semuanya bermuara pada sikap,
perilaku, atau kebiasaan yang bernuansa serba berlebihan. Padahal, dalam
perspektif Islam, Allah sangat benci tehadap siapapun yang bersikap berlebihan.
Hal itu sebagaimana penjelasan dalam potongan ayat QS. Al-An’am: 141. Akibatnya, tidak mengherankan apabila
sejumlah artis hingga terjatuh ke dalam jurang dosa prostitusi.
Kedua, sikap
pragmatis. Sikap kedua ini juga merupakan satu sikap negatif yang mampu
mengantarkan manusia termasuk para artis hingga nekad menjerumuskan diri ke
dalam jurang dosa. Bahkan, tidak jarang antara sikap pragmatis dengan sikap
hedonis beriringan erat. Banyak orang lupa dosa karena setelah memiliki sifat
hedonis, lantas diikuti dengan sikap pragmatis. Atau bisa juga sebaliknya,
setelah memiliki sifat pragmatis baru diikuti dengan sifat hedonis. Namun, pada
umumnya, banyak di antara kita tidak hanya kalangan artis yang terjerumus ke
dalam peilaku negarif karena setelah memiliki perilaku atau kebiasaan yang
bermewah-mewahan, lantas kita ingin meraihnya dengan tanpa melalui proses yang
berliku-liku, bahkan harus berdarah-darah.
Artinya, kita
ingin meraih materi sebanyak-banyaknya dengan cara atau langkah yang instan,
cepat, dan mudah meskipun dengan cara yang sebenarnya dilarang, baik dalam
norma agama, adat, hukum, maupun norma lainnya. Itulah potret singkat latar
belakang penyebab utama mengapa kini para artis yang sebenarnya dengan
popularitasnya bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, namun justru mereka
seolah tidak bersyukur dengan memanfaatkan popularitasnya untuk menjual harga
diri mereka dengan harga yang mahal. Dalam standard mereka, semakin tinggi
tingkat popularitasnya, semakin tinggi pula harga yang bisa dipasang mereka
untuk menjual diri kepada lelaki hidung belang. Bahkan saking kejinya sikap
tidak bersyukur, dalam perspektif Islam, mereka itu tergolong orang yang
‘kafir’ (QS. Ibrahim: 7). Maka, kelak nerakalah tempat bagi mereka sebagai
balasannya.
Mengetahui
kebobrokan moralitas kaum artis seperti itu, maka menjadi sangat perlu mengadakan
pendidikan dalam rangka menanamkan kecerdasan spiritual bagi kalangan artis.
Langkah tersebut juga dapat berguna untuk meluruskan orientasi paradigma sesat
mereka yang menghalalkan segala cara untuk meraup uang sebanyak-banyaknya
melalui langkah yang dilarang agama, adat, maupun negara. Agar kelak mereka
menjadi takut untuk mencari rizki melalui jalan yang jelas dilarang.
Adapun
realisasi penanaman tersebut dapat dilaksanakan lebih bagi kalangan artis
sendiri. Artinya, bukan berarti tidak menjadi kewajiban pihak lain untuk
terlibat ke dalam agenda penanaman kecerdasan spiritual kepada mereka. Namun,
untuk melaksanakan langkah utama yang harus menempuh solusi tersebut yaitu
kesadaran di kalangan artis menjadi suatu keniscayaan. Caranya, bisa dalam
bentuk mereka memperdalam pengetahuan beragama dengan berkunjung ke para tokoh
agama terdekat, membaca buku atau artikel tentang itu, ataupun cara lain. Maka,
para artis harus mau berusaha meningkatkan kecerdasan spiritualnya dengan tulus
ikhlas demi tercipta suasana yang kondusif, aman, tentram, serta memperoleh
rizki yang halal dan barokah guna untuk beribadah agar memperoleh ridlo-Nya. Wallahu
a’lam bi al-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar