Jumat, 28 Agustus 2015

Muslim Bermoral (Dimuat di Koran Rakyat Jateng edisi 28 Agustus 2015)


Muslim Bermoral
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Qari’ Juara 1 se-Jateng; Peraih Beasiswa Bidikmisi FITK UIN Walisongo Semarang
Saat ini, di tengah canggihnya teknologi modern, berbagai macam informasi datang dengan begitu derasnya tanpa batas. Akibatnya, setiap orang dapat mengaksesnya dengan bebas, baik yang bersifat positif maupun negatif. Sehingga hal itu menjadi salah satu penyebab terjadinya dekadensi moral umat Islam di negeri ini.
Terbukti, hamper setiap hari di media massa baik etak maupun elektronik memberitakan tentang beragam kasus kriminal, seperti korupsi, kenakalan remaja, pencurian, pelecehan, bahkan pembunuhan. Dan ironisnya, mayoritas pelakunya ialah dari kalangan yang ber-KTP Islam.
Dari gambaran umum itu, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa saat ini pokok permasalahan yang sedang melanda umat Islam khususnya di negeri ini ialah dekadensi moral. Oleh karenanya, penting kiranya bagi kita bersama-sama membenahi ‘moral’ umat Islam yang bermasalah itu. Dengan mensinergikan jargon pemerintah saat ini, “revolusi mental” kita umat Islam harus bahu-membahu dalam rangka membentuk generasi Islam yang bermoral (akhlaqul karmah).
Sebab, itu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita semua. Bahkan, salah satu pokok latar belakang diutusnya Muhammad ialah untuk memperbaiki mora/ akhlak umat manusia. Keterangan itu sebagaimana dalam salah satu hadistnya, “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq” yang artinya, sesungguhnya aku diutus untuk ‘menyempurnakan’ akhlak.
Menyempurnakan dalam konteks itu maksudnya ialah memperbaiki. Sebab, pada zaman dahulu sebelum kehadiran Nabi Muhammad, moral masyarakat Arab pagan berada di titik gawat darurat (jahiliyah). Pasalnya, mereka hobi berpesta sambil mabuk-mabukkan dengan minum arak, berjudi, berkurban untuk berhala, serta mengundi nasib (QS. Al-Maidah: 90). Selain itu, kaum laki-laki jahiliyah juga hobi mengubur anak-anak perempuan mereka karena itu dianggap aib (QS. Al-Takwir: 8-9). Dan yang tidak kalah ‘menarik’, mereka juga hobi memakan harta orang lain dengan cara yang bathil (baca: korupsi), sebagaimana seperti penjelasan QS. Al-Baqarah ayat 188. Hingga hal itu dijelaskan beberapa kali dalam al-Qur’an. Karena itu, nabi diutus untuk ‘memperbaiki’ moral mereka secara massif.
Dan karena sekarang Nabi telah wafat, maka kita sebagai sesama umat Islam harus memiliki hati nurani untuk saling menolong dan mengingatkan (QS. Al-Maidah: 6 dan QS. Al-‘Imron: 104). Tanpa bersinergi bersama-sama, maka akan sia-sia langkah kita dan tidak akan menemukan solusi yang tepat dan efektif.
Adapun wujudnya dapat beraneka ragam. Namun setidaknya, kita perlu membuat prioritas dan sistem untuk membendung berbagai macam budaya dari luar yang dapat merusak moral umat Islam.
Pertama, pemerintah harus mampu berlaku selektif dalam membatasi informasi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa hingga saat ini, meskipun sudah ada langkah konkrit dan tegas dari pemerintah untuk menghapus (banned) situs-situs negative, baik dari luar maupun dalam negeri, namun masih banyak sekali informasi-informasi yang dinilai tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat secara luas.
Kedua, ketegasan pembatasan informasi dan pergaulan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Poin ini menjadi aspek yang tak kalah penting. Sebab, orang tua adalah pihak yang dapat mengontrol anak-anaknya setiap hari. Maka, apabila orang tua dapat mengontrol anaanaknya dalam mengasup informasi serta mengontrol pergaulannya setiap hari, maka itu akan menjadi langkah yang sangat efektif untuk menangkal virus negative yang akan mengkontaminasi pola pikir dan ppola hidup sang anak, sehingga anak-anak itu kelak diharapkan mamp tumbuh menjadi generasi yang bermoral dan bermartabat.
Ketiga, memberikan pengetahuan tentang keislaman baik secara teori maupun aplikatif (nilai-nilai qur’ani dalam kehidupan sehari-hari) secara kontinyu dan efektif. Langkah ini bisa dilakukan dengan cara atau kodel yang bermacam-macam. Bagi orang tua yang merasa kompeten dan memiliki pengetahuan keislaman yang memadai, dapat mendidik dan membimbing anak-anaknya sendiri di rumah. Jika merasa kurang, dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah islam seperti taman pendidikan al-Qur’an (TPQ),madrasah diniyah, atau sejenisnya.
Setidaknya dengan mengaplikasikan ketiga langkah itu, akan dapat mencetak generasi Islam yang bermoral. Dengan begitu, umat Islam akan mampu menajdi umat tauladan di masyarakat dan menjadi umat yang kuat. Wallahu a’lam bi al-showab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar