Hilangnya Spirit Masa Orientasi
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Peraih Beasiswa Bidikmsi UIN Walisongo Semarang
Saat ini, waktunya sekolah-sekolah atau perguruan tinggi
menyelenggarakan kegiatan pengenalan siswa atau mahasiswa baru di sekolah, atau
sering disebut dengan masa orientasi siswa (MOS). Agenda tersebut sudah menjadi
program rutin di setiap lembaga pendidikan di tanah air. Satu agenda tahunan
tersebut dapat menjadi momentum strategis yang dapat bermanfaat bagi siswa/
mahasiswa baru untuk bisa mengetahui dan mengenal lingkungan serta warga baru
yang meliputi guru, teman, dan petugas di sekolah baru mereka lebih mendalam,
cepat, dan efektif. Sehingga, salah satu manfaat yang dapat dipetik adalah
harapannya siswa/ mahasiswa baru nantinya dapat belajar di sekolah baru dengan
nyaman dan tenang.
Namun sayangnya, selama ini tujuan utama MOS tampak telah
disalahpahami oleh para penyelenggaranya, baik pihak OSIS maupun panitia khusus
yang telah dibentuk oleh pihak sekolah untuk menghandel agenda penting
itu. Bahkan ironisnya, para penyelenggaranya justru belum dapat dapat memahami
tujuan utama diselenggarakannya kegiatan MOS. Pasalnya, setiap agenda MOS di
setiap sekolah, baik di tingkat SMP, SMA, bahkan Perguruan Tinggi hampir tidak
ada yang jauh dari perlakuan yang bersifat ‘mempeloncokan’ para siswa/
mahasiswa baru.
Adapun bentuknya sangat bervariatif. Hal itu tergantung dari selera
para panitia penyelenggaranya. Contoh, di salah satu sekolah di Blora, para
siswa baru disuruh oleh para panitia untuk menggunakan prabot aneh semisal topi
buatan mereka sendiri dari bola yang dipotong setengah. Lalu, di pergelangan
tangan mereka harus mengenakan gelang rafia berbentuk seperti pembersih meja/
kaca (baca: sulak). Selain itu, mereka juga disuruh untuk membuat tas dari
kertas karton yang diorientasikan untuk mengambil sejumlah sampah di lingkungan
sekolah. Semua itu diterapkan bagi semua siswa tanpa terkecuali, baik laki-laki
maupun perempuan.
“Tugas” yang diamanahkan kepada siswa demikian sungguh tidak layak untuk
dijadikan cerminan sebagai jenis salah satu kegiatan yang mendidik. Justru
kegiatan seperti itu merpakan “pembodohan” yang nyata. Sebab, tujuan MOS yang
semula adalah untuk memperkenalkan para siswa baru di lingkunga belajar baru,
justru faktanya bertolak belakang. Fakta di lapangan, tidak sedikit sekolah
yang menerapkan MOS dengan kondisi demikian. Bahkan, terkadang ada panitia yang
member intruksi tidak logis dan tidak relevan. Contoh, siswa baru disuruh
mencari bolpoin dengan merek yang sebenarnya tidak ada. Sehingga, mereka
menjadi kengungan dengan tjuan para panitia yang sesungguhnya. Alhasil, siswa
bukannya mendapat perlakuan yang bersifat mendidik dari para panitia MOS yang
notabene biasanya merpakan kakak kelas atau senior mereka, namun justru
memperoleh “kekerasan” dari mereka.
Bahkan parahnya, kegiatan MOS justru menjadi “ajang balas dendam”
bagi para siswa lama yang menjadi panitia MOS. Fakta tersebut sungguh hina.
Sebab, kegiatan MOS seperti demikian itu bkannya mewarnai dunia pendidikan
dengan nilai pendidikan yang positif, justru telah menodai dunia pendidikan di
republik ini. Sebab, di sekolah negara maju semisal di Filipina (negara
berpredikat terbaik sedunia dalam hal sistem pendidikan), tentu kita tidak akan
menemukan hal demikian. Jika dikatakan itu merpakan kegatan yang berunsur
merupakan inovasi baru, maka argumentasi itu sangat tidak tepat. Sebab,
bagaiamnapn juga, kegiatannya sama sekali tidak mendidik siswa baru. Jikalau
ada unsur edukasinya, itu pun sangat sedikit.
Maka dari itu, jika kita semua sepakat ingin segera memajukan
Indonesia melalui aspek pendidikan, kita semua harus bersinergi untuk menolak
dan memberantas MOS yang menyesatkan siswa baru. Khususnya bagi pihak sekolah,
harus mau serta mampu berperan aktif dalam mengawal MOS yang berdasarkan dengan
tujuan pendidikan kita sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 (versi amandemen)
pasal 1 ayat 3 dan 5 serta UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional. Selain itu, implementasi kegiatan MOS harus diluruskan sesuai visi
utama nabi Muhammad, yaitu untuk memperbaiki moral umat manusia, bukan justru
sebaliknya.
Lebih komprehensif, bagi pihak sekolah melalui guru dan khususnya
guru yang akan terlibat aktif maupun pasif dalam membentuk panitia MOS, langkah
pertama yang harus dilakukan ialah meluruskan niat pribadi dan memberikan
bimbingan kepada para panitia agar memberikan aktifitas MOS yang bersifat mendidik.
Hal itu menjadi suatu keniscayaan mengingat fungssi utama lembaga pendidikan
memang demikian.
Lantas, apabila nanti ketika sebelum pelaksanaan MOS pihak sekolah
ada menemukan suatu pertanda yang mengindikasikan aka nada perpeloncoan siswa
kembali serta tidak bersifat mendidik, maka pihak sekolah harus segera menindak
tegas kepada para panitia dan memberkan hukuman yang tegas kepada mereka agar
memberikan efek jera dan tidak terulang kembali di masa mendatang.
Sedangkan untuk pihak panitia MOS, langkah pertama kali setelah
mengikuti arahan dan bimbingan dari pihak sekolah terkait jenis kegiatan MOS
yang mendidik, mereka juga harus mau merevolusi mental mereka. Artinya,
paradigm sesat yang menempel pada pikiran mereka bahwa selama ini siswa baru
merupakan target strategis untuk dijadikan sebagai ajang “balas dendam” tahunan
harus segara dibuang jauh-jauh. Setelah itu, mereka harus menyusun dan
melaksanakan agenda yang memang diorientasikan untuk pengenalan siswa baru
dengan pihak sekolah, dan yang terpenting harus bersifat mendidik tanpa ada
unsur perpeloncoan atau bahkan pelecehan.
Terakhir, untuk pihak orang tua siswa maupn masyarakat sekitar,
apabila mereka menemukan perilaku atau aktifitas yang berindikasi ada unsur
perpeloncoan, “pembodohan”, atau pelecehan, maka mereka harus segera menindak
dengan tegas dengan menegur atau jika tidak memungkinkan langsug dilaporkan
saja dengan pihak sekolah agar para “tersangka” dapat ditindak tegas oleh pihak
sekolah dengan seadil-adilnya dan sebijak-bbjaknya.
Dengan sinergi dari semua pihak, semoga kegiatan MOS di
sekolah-sekolah termasuk perguruan tinggi mulai tahun ini dapat diputus
seakar-akarnya. Jangan sampai ada lagi perpeloncoan siswa di sekolah mana pun
seperti yang ditemukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudyaan, Anies Baswedan di
salah satu sekolah di Jawa Barat beberapa minggu lalu, sehingga kegiatan MOS
dapat berjalan sesuai khittahnya. Wallahu a’lam bi al-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar