Muslim Bermoral
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Qari’ Juara 1 se-Jateng; Peraih Beasiswa Bidikmisi FITK UIN
Walisongo Semarang
Saat ini, di tengah canggihnya teknologi modern, berbagai macam
informasi datang dengan begitu derasnya tanpa batas. Akibatnya, setiap orang
dapat mengaksesnya dengan bebas, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Sehingga hal itu menjadi salah satu penyebab terjadinya dekadensi moral umat
Islam di negeri ini.
Terbukti, hamper setiap hari di media massa baik etak maupun
elektronik memberitakan tentang beragam kasus kriminal, seperti korupsi,
kenakalan remaja, pencurian, pelecehan, bahkan pembunuhan. Dan ironisnya,
mayoritas pelakunya ialah dari kalangan yang ber-KTP Islam.
Dari gambaran umum itu, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa saat
ini pokok permasalahan yang sedang melanda umat Islam khususnya di negeri ini
ialah dekadensi moral. Oleh karenanya, penting kiranya bagi kita bersama-sama
membenahi ‘moral’ umat Islam yang bermasalah itu. Dengan mensinergikan jargon
pemerintah saat ini, “revolusi mental” kita umat Islam harus bahu-membahu dalam
rangka membentuk generasi Islam yang bermoral (akhlaqul karmah).
Sebab, itu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita semua.
Bahkan, salah satu pokok latar belakang diutusnya Muhammad ialah untuk
memperbaiki mora/ akhlak umat manusia. Keterangan itu sebagaimana dalam salah
satu hadistnya, “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq” yang artinya,
sesungguhnya aku diutus untuk ‘menyempurnakan’ akhlak.
Menyempurnakan dalam konteks itu maksudnya ialah memperbaiki.
Sebab, pada zaman dahulu sebelum kehadiran Nabi Muhammad, moral masyarakat Arab
pagan berada di titik gawat darurat (jahiliyah). Pasalnya, mereka hobi berpesta
sambil mabuk-mabukkan dengan minum arak, berjudi, berkurban untuk berhala,
serta mengundi nasib (QS. Al-Maidah: 90). Selain itu, kaum laki-laki jahiliyah
juga hobi mengubur anak-anak perempuan mereka karena itu dianggap aib (QS.
Al-Takwir: 8-9). Dan yang tidak kalah ‘menarik’, mereka juga hobi memakan harta
orang lain dengan cara yang bathil (baca: korupsi), sebagaimana seperti
penjelasan QS. Al-Baqarah ayat 188. Hingga hal itu dijelaskan beberapa kali
dalam al-Qur’an. Karena itu, nabi diutus untuk ‘memperbaiki’ moral mereka
secara massif.
Dan karena sekarang Nabi telah wafat, maka kita sebagai sesama umat
Islam harus memiliki hati nurani untuk saling menolong dan mengingatkan (QS.
Al-Maidah: 6 dan QS. Al-‘Imron: 104). Tanpa bersinergi bersama-sama, maka akan
sia-sia langkah kita dan tidak akan menemukan solusi yang tepat dan efektif.
Adapun wujudnya dapat beraneka ragam. Namun setidaknya, kita perlu
membuat prioritas dan sistem untuk membendung berbagai macam budaya dari luar
yang dapat merusak moral umat Islam.
Pertama, pemerintah harus mampu berlaku selektif dalam membatasi
informasi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa hingga saat ini, meskipun sudah ada
langkah konkrit dan tegas dari pemerintah untuk menghapus (banned)
situs-situs negative, baik dari luar maupun dalam negeri, namun masih banyak
sekali informasi-informasi yang dinilai tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat
secara luas.
Kedua, ketegasan pembatasan informasi dan pergaulan oleh orang tua
kepada anak-anaknya. Poin ini menjadi aspek yang tak kalah penting. Sebab,
orang tua adalah pihak yang dapat mengontrol anak-anaknya setiap hari. Maka,
apabila orang tua dapat mengontrol anaanaknya dalam mengasup informasi serta
mengontrol pergaulannya setiap hari, maka itu akan menjadi langkah yang sangat
efektif untuk menangkal virus negative yang akan mengkontaminasi pola pikir dan
ppola hidup sang anak, sehingga anak-anak itu kelak diharapkan mamp tumbuh
menjadi generasi yang bermoral dan bermartabat.
Ketiga, memberikan pengetahuan tentang keislaman baik secara teori
maupun aplikatif (nilai-nilai qur’ani dalam kehidupan sehari-hari) secara
kontinyu dan efektif. Langkah ini bisa dilakukan dengan cara atau kodel yang
bermacam-macam. Bagi orang tua yang merasa kompeten dan memiliki pengetahuan
keislaman yang memadai, dapat mendidik dan membimbing anak-anaknya sendiri di
rumah. Jika merasa kurang, dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah islam
seperti taman pendidikan al-Qur’an (TPQ),madrasah diniyah, atau sejenisnya.
Setidaknya dengan mengaplikasikan ketiga langkah itu, akan dapat
mencetak generasi Islam yang bermoral. Dengan begitu, umat Islam akan mampu
menajdi umat tauladan di masyarakat dan menjadi umat yang kuat. Wallahu
a’lam bi al-showab.