Selasa, 23 Juni 2015

Tugas Makalah Mata Kuliah Islam dan Budaya Jawa (IBJ)

Makalah Islam dan Budaya Jawa (DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA DI ERA MODERN)



MAKALAH
DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA DI ERA MODERN
Dipresentasikan pada mata kuliah
Islam Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami M.SI.
 
Disusun Oleh:
        Luluatul Musyafa’ah           (123411062)
        Maulana Ali Hakim            (123411066)
        Mifrohatunnisa                   (123411068)
        Moch. Sayyidatthohirin       (123411069)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
I.          PENDAHULUAN
            Modernisasi menjadi fenomena yang sangat umum dan hampir seluruh pelosok dunia, terutama pada negara-negara berkembang. Seperti yang dapat dilihat bahwa proses ini memberikan dampak terhadap berbagai lingkup tatanan duni terutama kehidupan manusia, tidak terkecuali dengan kebudayaan manusia yang juga terpengaruhi. Perkembangan kebudayaan ini terus berlanjut seiring dengan laju peradaban manusia sesuai dengan berkembangannya pengetahuan manusia untuk menciptakan suatu hal yang baru.
            Seperti halnya peradaban manusia yang berkembang secara bertahap dari zaman prasejarah hingga sekarang. Kebudayaan juga berkembang secara bertahap mengikuti arus perkembangan zaman. Modernisasi dalam bidang kebudayaan dapat dilihat dengan semakin mudahnya masyarakat dunia mengenal suatu kebudayaan dari suatu daerah, terutama Jawa yang notabene adalah plot area dimana banyak orang dari berbagai wilayah berkumpul. Seperti yang diungkapan oleh Anthony Giddens bahwa modernitas meruntuhkan jarak antar ruang dan waktu.
            Islam dalam realitas konkret berkembang dengan deret ukur perkembangan modernitas, bahkan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Bagaimanapun juga tidak bisa dipungkiri, cepat atau lambat budaya modernitas akan memasuki semua sektor kehidupan, bahkan juga menyentuh pemikiran keislaman. Modernitas sebagai penawar alternative, harus dipahami sebagai kelanjutan wajar dan logis bagi perkembangan sejarah kehidupan manusia. Islam dan tantangan modernitas tidak lepas dari akar sejarah awal Islam yang menyertai kehidupan kaum muslim sedunia, termasuk Indonesia dan khususnya diwilayah Jawa.
    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Jawa dan Modernisasi?
B.     Bagaimana Proses Modernisasi dalam Budaya Jawa?
C.     Bagaimana Perpaduan Nilai Budaya Jawa dan Islam?
D.    Bagaimana Enkulturasi Nilai Budaya Jawa-Islam?
E.     Isi dan Wujud Budaya Jawa-Islam?
   III.          PEMBAHASAN
A.    Kebudayaan Jawa dan Modernisasi
1.      Kebudayaan Jawa
      Jawa adalah sebuah provinsi dimana banyak kebudayaan mulai dari ritual upacara, adat kebiasaan, tata krama, cara berbahasa. Pakaian, dan lain-lain. Pada Provinsi Jawa Tengah terutama, di Jawa Tengah banyak budaya Jawa yang berkembang karena Jawa Tengah dahulu banyak Kerajaan berdiri yang memiliki cirri kultur masing-masing, sebagai bukti, banyak peninggalan Candi-candi sebagai peninggalan kerajaan baik itu Hindu maupun Budha.
      Adat dan tradisi yang bersifat magis religious dari kehidupan penduduk asli Jawa, yang antara lain mencakup sistem budaya seringkali mengandung makna simbolik nilai-nilai etika, moral dan sosial yang menjadi acuan normativ individu maupun masyarakat dalam menjalani kehidupan bersama.[1] Masyarakat jawa memiliki berbagai macam jenis kebudayaan yang menjadi ciri khas dan merupakan jati diri  dan warisan leluhur yang berkembang dari masa ke masa, bantuk-bentuk kebudayaan ini diantaranya berbentuk fisik maupun non fisik, seperti bahasa dan sastra Jawa, aksara Jawa, wayang, gamelan, bermacam-macam tarian, ilmu beladiri silat, keris, ketoprak dan batik misalnya.[2]
      Hidup bagi orang Jawa adalah sebuah perjalanan, ungkapan yang sangat umum menggambarkan pandangan hidup orang Jawa adalah sangkan paraning dumadi (dari mana mau kemana). Bagi orang Jawa hidup di dunia ini harus memahami dari  mana asal, akan, kemana tujuan perjalanan hidup dengan benar. Bagaimana cara kita menanggulangi zaman globalisasi tersebut, salah satunya adalah intropeksi diri, oleh karena itu perlunya ditingkatkan kesadaran diri agar tidak terbawa kearah kebobrokan, yaitu dengan kita menggunakan filsafat Jawa sehingga jangan sampai orang Jawa kehilangan kepribadiannya.
      Adapun potensi filsafah jawa yang dapat digunakan sebagai tameng diri adalah sebagai berikut:
a.       Ajineng diri saka lathi, ajineng raga soko wusana. Artinya nilai diri seseorang tercermin dari tutur katanya, dan secara fisik tercermin dari penampilannya.
b.      Aja dhumuko, ojo gumon, ojo kagetan. Artinya jangan sok, jangan mudah terkagum, jangan mudah terkejut.
c.       Ojo dhumeh, tepo sliroh, ngerti kualat. Artinya jangan merasah hebat, terganung rasa,tahu karma. Dimanapun kita berada, jangan merasa hebat berbuat semaunya.
d.      Sugih tanpa bondho, digdhoyo tanpa aji, ngalurung tanpa bala, menang tanpa ngasarake. Artinya kaya tanpa harta, sakit tanpa azimat, menyerang tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan.[3]
e.       Rame ing gawe,sepi ing pamrih, memayu hayuning bawono
 (giat bekerja,membantu dengan tanpa pamrih,memelihara alam semesta/ mengendalikan hawa nafsu)
f.       Ngunduh wohing pakarti. Artinya orang dapat menerima hasil dari ulahnya sendiri
g.      Yitna yuwana, lena kena. Artinya waspada akan selamat, lengah dan lalai akan celaka[4]
2.      Modernisasi
      Menurut Wilbert E Moore, modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri Negara yang stabil.
      Dapat dijabarkan modernisasi yaitu suatu proses yang mengarah pada modern. Dimulai dari revolusi industri. Dalam proses modernisasi, terdapat suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan dimana terjadi proses perubahan terarah dan direncanakan dari kehidupan tradisional menjadi modern.
      Disamping telah membawa kamajuan bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya, hal ini juga telah membawa akibat-akibat negative yang tak terelakkan. Salah satu akibat negative itu adalah terdesaknya masyarakat asli (indegeneus people) ke pingiran baik keidupan masyarakat itu sendiri secara fisik maupun kebudayaan dan system kepercayaan mereka. Karena gempuran modernisasi dan berbagai produknya itu, masyarakat asli hampir-hampir kehilangan wahana untuk mengaktualisasikan hak-hak dasar mereka; hak mendiami tempat turun temurun, hak untuk menunaikan ritual, hak untuk pengembangan warisan budaya, dll. Hampir seluruh kehidupan mereka bersifat dekaden, pasif dan tradisional, yang berarti anti-modernitas dan kemauan, maka “pengemban-pengemban modernism” merasa perlu memodernisasikan dan mencerahkan masyarakat suku. Lewat suatu proses yang taka rang sangat keras, mereka menjadikan/dijadikan korban persembahan kepada dewa baru yng bernama modernisasi.
      Ada yang berpendapat bahwa proses demikian itu merupakan konsekuensi dari modernisasi dan harga yang harus dibayar bagi keinginan masyarakat untuk maju secara bersama. Para pengikut  pemikiran ini berpendapat, jika memang demikian maka masalahnya adalah bagaimana agar proses perubahan itu tidak membuat kejutan-kejutan dan frustasi-frustasi. Dengan kata lain diperlukan cara dan system dalam proses perubahan itu agar tidak menadikan mereka sebagai obyek yang disingkirkan dari proses kemauan, sebaliknya sebagai subyek yang ikut menentukan dan menikmati kemajuan.
      Pendapat lain memandang proses keterdesakan itu harus dilihat tidak hanya sebagai konsekuensi dari modernisasi atau pembangunan, tapi tumbuh dari suatu ideology moderisme yang bertendensi menaklukan dan menolak terhadap eksistensi yang lain.
      Proses modernisasi dan pembangunan seringkali ditampilkan sebagai proses yang berjalan sepihak dan tak mampu menyerap semangat dan kearifan mereka. Dengan demikian pembangunan pada realitasnya adalah pemerkosaan terhadap suku-suku asli yang notabene menjadi sasaran perubahan. Secara substansial diperlukan cara-cara untuk menghormati kebebasan dan kebudayaan serta system kepercayaan mereka.
      Secara hokum, mereka jelas mempunyai hak-hak dasar, hak untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan mereka, hak untuk mengaktualisasikan adat istiadat dan lain-lain. Akhirnya makin perlu disadari bahwa hak untuk mempertahankan jati diri dan kebutuhan untuk memelihara warisan budaya/spiritual leluhur merupakan bagian integral dari hak azasi manusia yang perlu dibela dan dilestarikan.[5]
B.     Proses Modernisasi dalam Budaya Jawa
      Perkembangan titah manusia sebagai makhluk di bumi ini, sudah sejak zaman Adam dan Hawa dengan segala dinamikanya, yang melahirkan idealisme baik dalam bidang teologi, budaya, ekonomi maupun sosial politik. Indonesia merupakan bangsa yang kaya, memilki keaneragaman suku bangsa dan budaya. Dari perkembangan inilah akan melahirkan proses modernisasi di segala bidang yang selalu melibatkan globalisasi.
      Menurut Kamus Besar Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.[6] Kebudayaan dipandang sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia memiliki tiga wujud, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, wujud yang kedua sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan wujud yang terakhir ialah sebagai benda-benda hasil karya manusia.
      Pada masa lampau, ketiga wujud kebudayaan tersebut sangat dijunjung tinggi keberadaannya di kalangan masayarakat Jawa, segala sesuatu hal yang menyangkut kehidupan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau kebudayaan lokal yang menjadi ciri khas dan merupakan jati diri dan warisan leluhur yang terus berkembang di era tersebut. Bentuk-bentuk kebudayaan lokal ini diantaranya berbentuk fisik maupun non fisik, seperti bahasa Jawa, aksara Jawa, tata krama, wayang, gamelan Jawa, bermacam-macam tarian, keris, ketoprak, dan batik[7].
      Sedangkan modernisasi merupakan proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.[8]
Sedangkan prosesnya terjadi dalam berbagai bidang, yakni berkembang melalui proses panjang hingga membentuk pola-pola perilaku baru dalam kehidupan masyarakat. Memang harus diakui bahwa negara-negara barat (Eropa dan Amerika) telah lebih maju dalam perkembangan dan teknologi, sehingga banyak orang yang kemudian menjadi lebih modern dari budaya kita sendiri. Cara pandang seperti ini membuat orang menjadi peniru tanpa sikap selektif. Hal ini tentu keliru, karena sesungguhnya modernisasi berbeda dengan westernisasi. Jika modernisasi merupakan proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara yang lebih maju, maka westernisasi adalah proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara terhadap kebudayaan dari negara-negara Barat yang dianggap lebih baik dari budaya daerahnya. Misalnya, kejadian-kejadian seperti penyitaan tanah untuk pembangunan-pembangunan mall, koridor-koridor transportasi atau usaha tanah (real estate), pembuatan robot-robot untuk membantu manusia dan lain sebagainya yang merupakan hal nyata menuju proses modernisasi.
       Di masa sekarang, semua wujud kebudayaan lokal yang ada seakan-akan telah terlupakan dan luntur dimakan oleh zaman, dimana menuntut segala sesuatunya harus berbau hal yang berstatus”modern” dan mengikuti trend yang sedang berlaku secara internasional. Apalagi sekarang pemerintah di negara-negara berkembang ditekan untuk memodernkan negaranya supaya dapat bersaing dalam sistem pasar dunia. Jika mereka tidak menyesuaikan diri dengan negara-negara maju berarti dapat dikatakan mereka disebut ‘ketinggalan zaman’ (backward) kemudian merasa terintimidasi.
      Di dalam proses perubahan kebudayaan ada unsur kebudayaan yang sukar berubah dan ada yang mudah berubah. Dalam hal ini kebudayaan dibagi menjadi inti kebudayaan (covert culture) dan perwujudan kebudayaan (overt culture).[9] Bagian ini terdiri dari sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan yang di anggap keramat, beberapa adat yang telah mapan dan telah tersebar luas di masyarakat. Bagian inti kebudayaan yang sulit berubah, seperti keyakinan agama, adat istiadat, maupun sistem nilai budaya. Sementara itu wujud kebudayaan yang merupakan bagian luar dari kebudayaan, seperti alat-alat atau benda-benda  hasil seni budaya, yang mana mudah untuk berubah.
      Jadi, pada intinya nilai budaya dalam Jawa Islam yang sulit berubah di masa modern ini adalah yang terkait dengan keyakinan keagamaan dan adat istiadat. Dalam konteks terjadinya perubahan ke arah modernisasi yang berciri rasionalistis, matrealistis, dan egaliter, maka nilai budaya jawa di hadapkan pada tantangan budaya global yang memiliki nilai dan perwujudan budaya yang pluralistik. Sebagai budaya lokal, budaya Jawa Islam memang memiliki nilai universal, di samping nilai lokalnya. Di antara nilai keuniversalan itu terletak pada nilai spiritualnya yang religius magis. Nilai yang religius magis pada masa modern ini juga di temukan pada budaya-budaya negeri lain, tidak terbatas pada budaya Jawa. Maka nilai itu tampaknya masih akan hidup di masyarakat penganutnya karena adanya faktor penyebab, antara lain: nilai spiritual Jawa Islam yang sinkretis, penganut budaya Islam, dan adat itu telah mengakar lama di masyarakat.
Berikut adalah dampak positi dan negatif teknologi modernisasi:[10]
a.       Dampak positif
1)      Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dalam zaman sekarang ini bisa dilihat dari cara berpikir masyarakat yang irasional menjadi rasional.
2)      Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dapat mendorong untuk berpikir lebih maju dan kritis serta berpikir kedepan.
3)      Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
b.      Dampak negatif
1)      Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan teknologi industri yang sudah modern dan semakin pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah.
2)      Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas
3)      Gaya Hidup Kebarat-baratan
Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
4)      Kesenjangan Sosial
Individu yang dapat terus mengikuti perkembangan zaman memiliki kesenjangan tersendiri terhadap individu yang tidak dapat mengikuti suatu proses modernisasi tersebut.
C.     Perpaduan Nilai Budaya Jawa dan Islam
Diawal kedatangannya, agama Islam masuk ke Indonesia dengan cara yang damai. Pun ketika mulai merambah tanah Jawa. Tentang siapa pembawa ajaran Islam ke tanah Jawa ini, hampir semua sejarawan sepakat menyebut satu nama, yakni Walisongo. Abad XVII-XVII adalah rentang waktu paling ekstensif mengenai kapan ajaran Islam menapakkan kakinya di tanah Jawadwipa.[11]
Kedatangan Islam ke Jawa membawa warna tersendiri yang tentu berbeda dengan budaya masyarakat Jawa. Kala itu, masyarakat Jawa telah memiliki corak kebudayaan yang lebih didominasi oleh ajaran Hindu-Budha. Berbicara tentang budaya, hal itu bisa didefinisikan sebagai sebuah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.[12]
      Ketika Islam masuk ke Jawa, ada dua pendekatan dalam proses penyebarannya yang akhirnya melahirkan perpaduan nilai dari masing-masing budaya itu sendiri. Pendekatan pertama disebut Islamisasi kultur Jawa. Islamisasi kultur Jawa adalah proses pemasukan corak-corak Islam dan budaya Jawa baik secara formal maupun substansial. Pendekatan yang kedua disebut Jawanisasi Islam, yaitu pemasukan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam ajaran-ajaran Islam.[13] Penyebaran dengan jalan damai itulah yang kemudian menghasilkan sebuah perpaduan yang serasi antara budaya Jawa dan Islam.
      Budaya mengandung nilai-nilai yang tidak bisa terlepas satu sama lain. Yang dimaksud nilai adalah “a normative patterns which defines desirable behaviour for a system in relation to its environment, without differentiation a term of the functional of unit or of their particular situations.” (T. Parsons, 1973: 75). Artinya: suatu perbedaan karakter tanpa membedakan fungsi dari kesatuan atau pun situasi. Dengan kata lain ia selalu terangkum dalam segala perilaku atau bahkan menjadi titik tolak dalam menentukan kerangka berpikir.[14]
      Apabila ditilik lebih mendalam, Islam dengan beberapa unsur budaya Jawa sebenarnya memiliki noktah kesamaan. Nilai budaya Jawa (pra Hindu-Budha) yang animis dan magis sejalan dengan Hinduisme dan Budhisme yang religius magis. Sewaktu budaya Jawa (yang telah bersatu dengan Hindu-Budha) dan Islam yang monoteis bersatu, terjadilah pergumulan yang menghasilkan Jawa yang sinkretis dan Islam yang puritan. Dalam memaknai Islam Jawa, akhirnya bisa digambarkan bahwa Islam adalah ‘’wadah”, sedangkan Jawa adalah “isi”.
      Hal tersebut sejalan dengan pendapat  Frans Magnis Suseno yang mengatakan bahwa ciri khas nilai budaya Jawa adalah keterbukaan. Maksudnya, bahwa masyarakat Jawa mampu menerima budaya baru dengan lentur dan terbuka, namun juga tetap mempertahankan keasliannya.[15]
      Selain dari sifat dasar kebudayaan di masyarakat, integrasi budaya Jawa-Islam tersebut tidak lepas dari kiprah Walisongo yang sangat toleran dalam menyampaikan ajaran Islam. Dengan metode manut milining banyu, para wali membiarkan adat Jawa tetap hidup, tetapi memberi warna keislaman. Sebagai contoh, acara sesajen diganti dengan kenduri atau slametan.
D.    Enkulturasi Nilai Budaya Jawa-Islam
Nilai budaya Islam yang terdiri dari gagasan atau konsep tentang berbagai hal, pada umumnya dijadikan pedoman dalam kehidupan penganutnya. Nilai yang masih bersifat abstrak kemudian diwujudkan dalam norma-norma untuk mengatur tindakan individu di berbagai bidang. Maka muncul pranata-pranata bidang pendidikan, ekonomi, sosial, kesenian, agama dan lain-lain. Pranata-pranata itu dipatuhi oleh penganut norma suatu kebudayaan.
Masuknya norma-norma ke daerah emosional para pendukung suatu kebudayaan tidak terlepas dari upaya enkulturasi yang secara terus menerus dilakukan melalui tradisi lisan maupun tertulis. Proses enkulturasi tersebut dapat diterjemahkan dengan istilah pembudayaan. Dalam proses enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup didalamnya. Proses enkulturasi mula-mula dari orang didalam lingkungan keluarganya, kemudian meniru berbagai macam tindakan yang diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan. 
      Terkait dengan enkulturasi nilai budaya Jawa Islam, selain dilakukan secara individual oleh masyarakat, didukung pula oleh penguasa. Seperti yang dilakukan oleh Sultan Agung yang melakukan Islamisasi budaya jawa melalui berbagai cara seperti penggantian kalender tahun Saka menjadi tahun Jawa, yang mengadopsi hitungan kalender tahun hijriyah. Upaya menumbuh subur kan budaya Jawa Islam itu juga dilanjutkan oleh keturunannya yaitu raja-raja Surakarta dan Yogyakarta pada abad 19. Di antaranya melalui penulisan serat-serat yang memuat ajaran moral maupun mistik Jawa yang dipadukan dengan Islam. Karena raja memiliki pengaruh besar, maka penanaman nilai Jawa Islam berjalan lancar. Dimana dalam konsep budaya Jawa raja memiliki kedudukan tinggi yakni menguasai wilayah sekaligus penduduknya. Penduduk yang tinggal di wilayah kerajaan harus patuh terhadap perintah raja, termasuk untuk nguri-nguri budaya Jawa Islam.
      Enkulturasi yang dilakukan oleh raja maupun masyarakat dalam waktu yang lama menyebabkan nilai Budaya Jawa Islam sampai sekarang masih melekat di masyarakat Jawa walaupun telah mengalami pergeseran, sebagaimana lazimnya budaya lain yang mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat pencipta kebudayaan tersebut.[16]
E.     Isi dan Wujud Budaya Jawa-Islam
Manusia dalam laku perbuatannya selalu memiliki tujuan yang berharga atau bernilai.Dan nilai-nilai itulah yang menggerakkan manusia untuk melahirkan konsep, gagasan, ide, perilaku, serta bentuk-bentuk kebudayaan fisik.Koentjaraningrat menempatkan nilai budaya pada lingkaran yang dalam, Karena menempatkan pusat dari unsur budaya lainnya.Kemudian disusul dengan lingkaran berikutnya yang disebut dengan system budaya (berupa gagasan-gagasan) dan system social (berupa tingkah laku) serta kebudayaan fisik yang merupakan wujud konkret dari kebudayaan.
Dengan menggunakan pola-pola yang telah disebutkan, maka nilai budaya Jawa Islam yang religious magis menjadi penggerak diri munculnya corak pikiran, tingkah laku, maupun perbuatan manusia Jawa Islam.Nilai budaya Jawa Islam yang religious itu telah tertanam begitu kuat dalam jiwa masyarakat yang menganut budaya tersebut. Dilihat dari proses pertumbuhan nilai budaya Jawa Islam, nilai itu muncul dalam masa transisi antara periode Jawa Hinduisme dengan Islam. Oleh karena itu, nilai budaya pra Islam yang bercorak sinkretis tidak mudah untuk digantikan oleh budaya Islam yang bersumber pada asas monotheistis.Jadi, yang tercipta kemudian adalah perpaduan antara nilai budaya Jawa dengan nilai budaya Islam (akulturasi). Dimana unsur budaya Jawa masih tampak, demikian pula unsur Islamnya, misalnya puasa yang disertai puji dina.
Dikalangan orang Jawa dikenal beberapa macam puasa seperti puasa mutih, patigeni, ngebleng, dan lain-lain yang merupakan bentuk dari tirakat.Diantara puasa itu ada yang disertai dengan dzikir yang diambil dari asma’ul husna. Seperti puasa yang dilakukan pada hari Jum’at, dengan tidak makan nasi sehari semalam, disertai dzikir: Ya Kafiyyu Ya Qowiyyu sebanyak 103 kali semalam. Selain bentuk akulturasi, ada pula nilai budaya Jawa yang berpadu dengan nilai budaya Islam dalam bentuk asimilasi, dimana unsur-unsur dua budaya itu dapat menyatu sehingga tak dapat dipisahkan, misalnya gapura.Bentuk gapura itu tidak mengalami perubahan pada budaya Jawa maupun Islam.Gapura yang terdapat ditempat ibadah umat Hindu (pura), tidak berbeda dengan yang ada dimasjid maupun makam-makam.[17]
 IV.                        PENUTUP
A.    Kesimpulan
a.       Kebudayaan Jawa dan Modernisasi
      Kebudayaan Jawa adalah segala hal yang menjadi kebiasaan dan pedoman oleh masyarakat jawa mulai dari ritual upacara, adat kebiasaan, tata krama, cara berbahasa. Pakaian, dan lain-lain. Sedangkan, modernisasi yaitu suatu proses yang mengarah pada modern. Dalam proses modernisasi, terdapat suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan dimana terjadi proses perubahan terarah dan direncanakan dari kehidupan tradisional menjadi modern.
b.      Proses Modernisasi Dalam Budaya Jawa
Di dalam proses perubahan kebudayaan ada unsur kebudayaan yang sukar berubah dan ada yang mudah berubah. Dalam hal ini kebudayaan dibagi menjadi inti kebudayaan (covert culture) dan perwujudan kebudayaan (overt culture). Terdiri dari sistem nilai budaya, keyakinan keagamaan yang di anggap keramat, beberapa adat yang telah mapan dan telah tersebar luas di masyarakat. Sedangkan bagian inti kebudayaan yang sulit berubah, seperti keyakinan agama, adat istiadat, maupun sistem nilai budaya. Sementara itu wujud kebudayaan yang merupakan bagian luar dari kebudayaan, seperti alat-alat atau benda-benda  hasil seni budaya, yang mana mudah untuk berubah.
Kedatangan Islam ke Jawa membawa warna tersendiri yang tentu berbeda dengan budaya masyarakat Jawa. Kala itu, masyarakat Jawa telah memiliki corak kebudayaan yang lebih didominasi oleh ajaran Hindu-Budha. Berbicara tentang budaya, hal itu bisa didefinisikan sebagai sebuah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.[18]
c.       Perpaduan Nilai Budaya Jawa dan Islam
Ketika Islam masuk ke Jawa, ada dua pendekatan dalam proses penyebarannya yang akhirnya melahirkan perpaduan nilai dari masing-masing budaya itu sendiri. Pendekatan pertama disebut Islamisasi kultur Jawa. Islamisasi kultur Jawa adalah proses pemasukan corak-corak Islam dan budaya Jawa baik secara formal maupun substansial. Pendekatan yang kedua disebut Jawanisasi Islam, yaitu pemasukan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam ajaran-ajaran Islam.[19] Penyebaran dengan jalan damai itulah yang kemudian menghasilkan sebuah perpaduan yang serasi antara budaya Jawa dan Islam.
d.      Enkulturasi Budaya Jawa
Proses enkulturasi tersebut dapat diterjemahkan dengan istilah pembudayaan. Dalam proses enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup didalamnya. Proses enkulturasi mula-mula dari orang didalam lingkungan keluarganya, kemudian meniru berbagai macam tindakan yang diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
e.       Isi dan Wujud Budaya Jawa
Dengan menggunakan pola-pola yang telah disebutkan, maka nilai budaya Jawa Islam yang religious magis menjadi penggerak diri munculnya corak pikiran, tingkah laku, maupun perbuatan manusia Jawa Islam.Nilai budaya Jawa Islam yang religious itu telah tertanam begitu kuat dalam jiwa masyarakat yang menganut budaya tersebut.
B.     Saran
Demikianlah makalah tentang Dinamika Islam dan Budaya Jawa di Era Modern yang dapat kami buat. Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat diharapkan agar lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pihak, pembaca yang budiman umumnya, dan penulis khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
AminDarori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media,2002.
Depdiknas, KBBI edisike-III, Jakarta: BalaiPustaka, 2002.
Fatah Amin, Kisah Dari Kampong Halaman Masyarakat, Suku, Agama Resmi dan            Pembangunan, Surabaya: Penebit Dian/Interfidei, 1997.
Hoadley Mason C., Islam dalamTradisiHukumJawa, Yogyakarta: GrahaIlmu, 2009.
Jamil Abdul,dkk, Islam danKebudayaanJawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Pals Daniels L, Eight Theories of Religion, New York: Oxford University Press, 2001.
Rustopo, Menjadi Jawa, Jakarta: Penerbit Ombak, 2006.
Shodiq, Potret Islam Jawa, Semarang: PustakaZaman, 2013.
SoebardidanHarsojo, PengantarSejarahdanAjaran Islam, Jakarta: BinaCipta, 1983.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesiaedisi 3, Jakarta:Balai Pustaka, cet II, 2002.
 
BIODATA PEMAKALAH
1.                  Nama               : Mifrohatun Nisa’
            NIM                : 123411068
            Jurusan/Prodi   : Pendidikan BahasaInggris
            TTL                 : Jepara, 19 Oktober 1993
            Pendidikan       : MiAsy-Syafi’iyah Pekalongan
                                     Mts Negeri Bawu Jepara
                                     MAN 02 Kudus
                                     UIN Walisongo Semarang
            Alamat            : Jln.  Taman Siswa Rt 01/02 PekalonganBatealitJepara
            No. Telepon    : 085641143832
            Email               : emm.nisa@gmail.com
2.                              Nama               : Maulana Ali Hakim
            NIM                : 123411066
            Jurusan/Prodi  : Pendidikan Bahasa Inggris
            TTL                 : Kendal, 22 Januari 1994
            Pendidikan      : TK NUSA INDAH JAMBEARUM
                                    SD N 2 PURWOSARI
                                    SMP N 3 PATEBON
                                    SMA N 2 KENDAL
                                    UIN Walisongo Semarang
            Alamat            : Jln.  Tumenggungmertowijoyo Rt 03/05 Kecamatan Patebon, Kendal
            No. Telepon    : 089667463128
            Email               : Maulanaalihakim@ymail.com          
3.                               Nama              : Moch. Sayyidatthohirin
            NIM                : 123411069
            Jurusan/Prodi  : Pendidikan Bahasa Inggris
            TTL                 : Blora, 19 April 1992
            Pendidikan      : SD MLANGSEM BLORA
                                    SMP N 1 BLORA
                                    MDPMA YPRU PATI & MA YPRU
                                    UIN Walisongo Semarang
            Alamat            : Jln.  Mangga No. 52  Mlangsen, Blora
            No. Telepon    : 085727459149
            Email               : mr.say_ypru@yahoo.co.id
4.                              Nama               : Luluatul Musyafa’ah
            NIM                : 123411062
            Jurusan/Prodi  : Pendidikan Bahasa Inggris
            TTL                 : Blora, 19 Februari 1994
            Pendidikan      : MI WAHDATUTHULLAB
                                    MTS WAHDATUTHULLAB
                                    MA AL MUHAMMAD
                                    UIN Walisongo Semarang
            Alamat            : Blora
            No. Telepon    : 0857421703759
            Email               : Luluatul_musyafaah@yahoo.com              


                [1] Daniels L Pals, Eight Theories of Religion, New York: Oxford University Press, 2001, hlm. 86
                [2] Rustopo, Menjadi Jawa, Jakarta: Penerbit Ombak, 2006, hlm. 54
                3 http://hanifahlutfiatuzzakiyah.blogspot.com/2013/05/dinamika-islam-dan-jawa-di-era-modern_5.html, diakses pada tanggal 23 Maret 2015, pukul 21.00 WIB.
                [4] http://ugdwatonhalal.blogspot.com/2012/03/falsafah-hidup-orang-jawa-ajaran-budhi.html, diakses pada tanggal 23 Maret 2015, pukul 21.12 WIB.
                [5] Amin Fatah, Kisah Dari Kampong Halaman Masyarakat, Suku, Agama Resmi dan Pembangunan, Surabaya: Penebit Dian/Interfidei, 1997, hlm. 5-7
            [6] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, cet II, hlm. 912
                [7] Mason C. Hoadley, Islam dalam Tradisi Hukum Jawa, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm. 21
            [8] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi 3, Jakarta:
Balai Pustaka, 2002, cet II, hlm. 145
                [9]  Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002, hlm. 278
                [10] http://id.wikipedia.org/wiki/Modernisasi, diakses pada tanggal 24 Maret 2015, pukul 2:36 WIB.
[11] Dr. Soebardi dan Prof. Harsojo, Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam (Jakarta: Bina Cipta, 1983) hlm. 40
[12] Depdiknas, KBBI edisi ke-III , Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm.184
[13] Drs. H. Shodiq, M.Ag., Potret Islam Jawa ,Semarang: Pustaka Zaman, 2013, hlm. 41-43
[14] http://www.waspada.com.  diakses pada tanggal, 22 Maret 2015, pukul 09.46 WIB.
                [15] http://www.waspada.com.  diakses pada tanggal, 22 Maret 2015, pukul 09.46 WIB.
                [16] Abdul Jamil,dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 203-285
[17]Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media,2002, hlm. 280-282
[18] Depdiknas, KBBI edisi ke-III , Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm.184
[19] Drs. H. Shodiq, M.Ag., Potret Islam Jawa ,Semarang: Pustaka Zaman, 2013, hlm. 41-43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar