Kamis, 25 Juni 2015

Keniscayaan Pendidik Berorientasi Edukatif ( Koran Rakyat Jateng, Kamis 25 Juni 2015)





Keniscayaan Pendidik Berorientasi Edukatif
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Peraih Beasiswa Bidikmisi UIN Walisongo Semarang
Tidak dapat dibantah bahwa sampai kapanpun, pendidik merupakan komponen yang tidak dapat dinafikan dalam dunia pendidikan. Sebab, peran seorang pendidik sungguh besar dalam rangka suksesi mencerdaskan generasi bangsa. Tanpanya, mustahil sistem pendidikan bisa terlaksana. Sehingga, eksistensi pendidik menjadi sangat urgen, ibarat pondasi dalam suatu bangunan. Jika pondasi itu kuat, maka bangunan tersebut akan mampu bertahan lama. Begitu pun dengan pendidik. Jika pendidik itu cerdas, tentu lembaga pendidikan akan mampu bertahan lama karena dinahkodai para pendidik yang cerdas. Salah satu bukti atau indikator sosok pendidik cerdas ialah seorang pendidik yang berorientasi focus di dunia pendidikan.
Ya, menjadi pendidik berorientatif edukatif merupakan suatu keniscayaan. Tanpa itu, ibarat nahkoda tanpa tujuan berlayar. Jika seorang nakhkoda telah mengendalikan suatu kapal namun tidak memiliki tujuan, maka bisa dipastikan dia akan mengendalikan kapal kemanapun arahnya semaunya tanpa arah yang jelas. Jika demikian, maka para penumpang kapal tersebut tentu akan merasa dirugikan.
Begitu pula dengan konteks pendidik. Jika seorang pendidik tidak memiliki orientasi yang kuat untuk senantiasa menignkatkan kualitas para peserta didik, maka bisa dipastikan para peserta didik akan dirugikan karena arah pendidik dalam mengajar para peserta didiknya tidak jelas mau dibawa kemana arahnya. Jika itu sampai terjadi, otomatis siswa akan dirugikan. Sebab, tujuan pendidikan yakni mencerdaskan bangsa (sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945 alinea empat, pasal 31 ayat 1 dan 5 , serta dalam UU No. 20 tahun 2003) bisa dipastikan akan gagal total.
Dalam konteks ini, Dr. Mohammad Nasih al-Hafidz, dosen Pascasarjana FISIP UI, mengkaitkan dalam hal kepemimpinan bahwa pendidik tak boleh disorientasi atau lebih mengedepankan orientasi selain aspek pendidikan. Sebab, pendidik merupakan “pemimpin” peserta didiknya. Maka, pendidik harus bervisi. Jika seorang pemimpin tidak bervisi, mau dikemanakan para peserta didiknya jika pendidiknya saja tidak tahu mau mengarahkan para peserta didiknya dalam menjalankan tugas transformasi ilmu?
Sayangnya, tidak sedikit pendidik di masa kini yang tampak hadir sebagai pendidik (baca: guru/ dosen) namun sejatinya bukan. Dengan kata lain, di era sekarang banyak para pendidik abal-abal. Pasalnya, banyak sekali pendidik yang disorientasi. Sebagai pendidik yang seharusnya secara khittahnya berperan dalam membimbing, mendidik, serta mengawal peserta didiknya, namun realitanya kini justru sebaliknya.
Sunguh miris sekali jika kita mengetahui konstelasi pendidikan saat ini, terutama para pendidik. Sebab, kehadirannya di kelas tak lain hanya sebatas untuk memenuhi tuntutan menyampaikan materi belaka tanpa diringi pelaksanaan mendidik atau membimbing peserta didiknya (baca: follow up). Bahayanya, orientasinya bukan untuk mencerdaskan anak bangsa, tapi justru untuk memenuhi kebutuhan finansial (mencari uang). Artinya, orientasi pendidik semacam itu telah mengalami distorsi. Maka, sungguh berdosa jika ada pendidik semacam itu. Sebab, dia telah menodai tugas mulia sebagai pendidik yang menjalankan tugas profetik (kenabian) sebagaimana penjelasan dalam QS. Al-Baqoroh: 151.
Artinya, setiap pendidik harus berupaya untuk tetap konsisten dalam menjalankan tugas sucinya. Dalam hal ini, Abdul Mufid Lc. MSi, dosen STAI Khozinatul ‘Ulum Blora, menegaskan bahwa ‘haram’ hukumnya jika ada pendidik yang keluar dari rel sebagai pendidik. Maksudnya, jika dilihat dari luarnya ia tampak sebagai layaknya pendidik.
Namun jika diketahui isi pikiran dan hatinya, ia tidak ada bedanya dengan seorang pebisnis yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknyadi sekolah, sehingga ia menjadikan peseta didik sebagai ‘ladang rizki’ untuk memperoleh laba sebanyak-banyaknya dengan memperjaul belikan buku pelajaran yang bersifat wajib. Maka, itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama terutama para pengelola lembaga pendidikan agar tidak terjerumus oleh paradigm sesat yang semakin menjauhkannya dari tugas suci untuk mencerdaskan umat.

Oleh karena itu, jika kita merupakan seorang pendidik sejati, maka pastikan terlebih dahulu bahwa kita sudah bervisi sebelum mulai mendidik peserta didik. Dalam menentukan visi, pastikan bahwa visi tersebut bersifat demi kemaslahatan umat, berkualitas, realistis, nan futuristik. Dengan begitu, maka peseta didik tidak akan dirugikan ketika mengikuti proses pembelajaran dengan pendidik semacam itu. Jika itu dapat terwujud, alangkah baiknya pelakasanaan proses transformasi ilmu di kelas. Alhasil, tujuan pendidikan pun akan berpeluang besar dapat tercapai.
Maksud dari pendidik yang berorientasi atau bervisi ialah seorang pendidik yang setidaknya memenuhi kriteria berikut. Pertama, menyadari tugas mulianya sebagai pendidik. Kesadaran semacam itu merupakan keniscayaan bagi setiap pendidik. Sebab, itu menjadi kunci utama penghantar bagi mereka untuk dapat melangkah selanjutnya dalam berorientasi yang benar nan kokoh. Jika seorang pendidik tidak menyadari posisinya secara kaffah (seutuhnya), bisa dipastikan dalam melaksanakan tugasnya pun akan asal-asalan karena disorientasi. Otomatis, atsar ilmu hasil transformasinya tidak akan dapat ‘membekas’ dalam benak peserta didiknya.
Kedua, pendidik harus berwawasan luas dan kritis. Seorang pendidik merupakan kunci pembuka ilmu generasi bangsa. Dengan kata lain, pendidik ibarat toko. Sebuah toko dituntut agar menyediakan berbagai kebutuhan yang komplit, misalkan toko sayur, maka jika ingin laris, toko tersebut harus menyediakan aneka jenis bahan sayuran agar banyak pembeli yang ‘melirik’ ke toko tersebut.
Adapun teknis pelaksanaan agar pendidik dapat berwawasan luas serta kritis bisa beragam, misalnya dengan rajin membaca buku baik berupa hard file maupun soft file yang berisi tentang materi sesuai bidangnya. Dalam melakukan itu, diringi pula dengan rajin membaca berita-berita di media massa yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Dengan begitu, maka pendidik tidak hanya akan menguasai ilmu sesuai bidangnya, namun juga mengetahui berbagai masalah tentang pendidikan.
Dengan begitu, ketika mengajar peserta didik di kelas tidak hanya terfokus menyampaikan materi-materi sesuai bidangnya, akan tetapi juga memberikan paradigma baru kepada mereka atau membuka wawasan mereka dengan melatih mereka bagaimana mencari solusi masalah pendidikan yang sedang  relevan. Dalam melakukan itu, tentunya pendidik harus memperhatikan tingkatan peserta didiknya untuk menentukan tingkat atau bobot kualitas pembahasan.
Ketiga, pendidik harus mau dan mampu berkarya. Saking urgennya masalah ini, hingga Dr. Mohammad Nasih menegaskan bahwa sungguh tidak layak seorang pendidik memangku profesi pendidik jika ia tidak mampu bahkan tiidak mau berusaha untuk berkarya. Maka, sebaiknya guru semacam itu lebih baik diberhentikan saja dan digantikan dengan yang lain karena masih banyak lainnya yang sebenanrya lebih berkualitas dan profesional. Sebab, berkarya merupakan bukti konkrit bahwa pendidik tersebut memang berpikir dan memiliki konsep sesuai bidangnya.
Maka, pendidik yang demikian itu sungguh layak memangku profesi sebagai pendidik. Dengan begitu, maka selain menjadi seorang pendidik, sang pendidik akan selalu hadir di depan peserta didiknya sebagai sang inspirator. Dengan begitu, maka mereka akan semakin bersemangat dalam proses mencari ilmu karena otomatis itu akan menjadi ‘pecut’ spesial bagi mereka.
Apabila ketiga langkah tersebut dapat dipenuhi oleh sang pendidik, maka untuk menajdi seorang pendidik orientatif tidak hanya sebatas mimpi. Dengan memiliki para pendidik yang berorientasi, diharapkan tujuan pendidikan di republik ini sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945 alinea empat, pasal 31 ayat 1 dan 5 , serta dalam UU No. 20 tahun 2003 dapat tercapai. Dengan begitu, maka tidak mustahil bangsa Indonesia ke depan akan mampu tampil kembali sebagai ‘Macan Asia’ dalam berbagai aspek dan mampu bersaing dengan bansga asing sebagai bukti keberhasilannya dalam melahirkan generasi yang cerdas. Semoga ! Wallahu a’lam bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar