Jumat, 30 Oktober 2015

Bersinergi ‘Perangi’ Demam Berdarah (Dimuat di Koran Wawasan 30 Oktober 2015)

http://www.koranwawasan.com/epaper.html
Bersinergi ‘Perangi’ Demam Berdarah
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Mahasiswa Peraih Beasiswa Bidikmisi FITK UIN Walisongo Semarang
Sebentar lagi, Indonesia akan sampai pada musim penghujan. Biasanya di musim itu, akan muncul sejumlah penyakit musiman, di antaranya ialah penyakit demam berdarah. Dalam hal ini, terutama penyakit demam berdarah dengue (DBD), yang sangat mengancam kesehatan manusia. Bahkan, dapat menyebabkan kematian. Maka, tak heran jika banyak orang yang ‘ketakutan’ penyakit tersebut, terutama ketika ketika musim penghujan tiba.
Ya, hingga saat ini, penyakit demam bedarah dengue (DBD) masih senantiasa menghantui masyarakat di seluruh dunia, khusunya bagi yang beriklim tropis dan sub tropis seperti Indonesia yang secara geografis terletak di bawah garis khatulistiwa. Penyakit tersebut termasuk salah satu jenis penyakit yang cukup ‘ditakuti’ oleh seluruh masyarakat. Sebab, apabila penyakit itu telah menginfeksi di tubuh seseorang, reaksinya cukup cepat. Saking bahayanya, penyakit itu hingga dapat menyebabkan kematian pada si penderita.
Sebenarnya, penyakit demam berdarah bukan merupakan penyakit baru. Di Indonesia, persebaran penyakit tersebut ditemukan pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal. Sejak saat itu, penyakit berbahaya itu mulai menyebar ke seluruh seantoro Indonesia. Dan korban pun banyak yang berjatuhan hingga meninggal dunia. Parahnya, berdasarkan catatan World Health Organization (WHO) pada tahun 1968 hingga 2009, Indonesia menempati urutan pertama dalam kasus penderita penyakit DBD di Asia Tenggara.
Sementara menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), meskipun dua tahun terakhir kasus tersebut menurun dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya yang mencapai 150 ribu kasus, jumlah korban di Indonesia masih menempati urutan pertama di dunia. Sebab, pada dasarnya Negara-negara ASEAN secara umum menempati ranking pertama di tingkat Internasional.
Trisno Heru Nugroho, Kepala Bagian Humas Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta menyebutkan bahwa selama bulan Januari 2015, ada enam korban demam berdarah dengue telah meninggal (tempo.co, 3/2/2015). Selain itu, tercatat ada 25 pasien demam berdarah yang dirujuk ke rumah sakit tersebut. Angka itu menunjukkan peningkatan yang cukup signifkan bila dibandingkan pada Januari tahun lalu yang hanya ada 12 pasien.
Oleh sebab itu, untuk tetap menjaga kesehatan kita semua, mari kita tingkatkan kepekaan dan kepedulian kita sejak sekarang jauh hari untuk senantiasa memberantas persebaran penyakit demam DBD bersama-sama. Hal itu sangat penting. Saking pentingnya, bahkan dalam maqolah arab kuno disebutkan “al-nadhofatu minal iman”, atinya, kebershan itu sebagian dari iman. Maka, persiapan ang merupakan penjagaan kebersihan itu merupakan potret sebagian iman kita. Dengan persiapan dalam waktu yang cukup lama, maka akan berpotensi dapat membuahkan ahsil yang maksimal. Pun sebaliknya. Maka setidaknya ada beberapa hal urgen yang harus segera kita lakukan sejak sekarang.
Pertama, membersihkan dan mentertibkan selokan/ gorong-gorong. Langkah ini sangat penting, mengingat selokan/ gorong-gorong merupakan tempat penampungan air limbah. Ketika tempat ini bersih tanpa ada sampah yang menyumbat, maka air akan mengalir lancar. Sebab, jika ada sampah menyumbat, maka akan menyebabkan sisa-sisa limbah air menggenang yang pada akhirnya dapat berpotensi menjadi tempa tsarang nyamuk. Dan apabila ada selokan yang sudah rusak, maka pemerintah setempat beserta masyarakat harus dapat segera bertndak untuk memperbaiki sebelum musim penghujan tiba.
Kedua, ‘mengamankan’ sisa-sisa benda (sampah) seperti gelas aqua, kaleng, atau sejenisnya, sehingga dapat meninggalkan air ketika terkena air hujan. Mengamankan dalam konteks ini dapat diartikan dengan menyingkirkan, mengubur, atau perlakuan yang lain. Yang terpenting, benda-benda tersebut tidak bergeletakan di sembarang tempat yang dapat memberikan ruang air tergenang, sehingga dapat berpeluang aka nada sarang nyamuk.
Hal itu tak kalah penting. Sebab, benda-benda itu yang pada dasarnya dapat memberikan ruang bagi nyamuk untuk bersarang yang tidak hanya bertempat di selokan-selokan, melainkan dimanapun benda-benda tersebut bergeletakan.
Ketiga, menjaga kebersihan lingkungan. Maksudnya, kita semua harus berperan aktif maupun pasif dalam membersihkan lingkungan sekitar kita. Minimal, kita dapat menjaga kebersihan lingkungan sekeliling rumah kita. Adapun bentuknya dapat beranekaragam, tergantung dari kondisi masing-masing warga. Mulai dari sering dan rajin menguras bak mandi, membersihkan selokan, serta ‘mengamankan’ barang-barang bekas yang tidak bisa terurai seperti kaleng bekas, plastik, aqua, atau barang bekas lain yang berpotensi dapat menampung air, sehingga dapat dijadikan tempat sarang nyamuk.
Untuk dapat merealisasikannya dengan ringan, maka dibutuhkan kerjasama yang kompak dari seluruh pihak secara kompak tanpa ada yang apatis, baik pemerintah etempat maupun warga sekitar. Sebab, jika dilakukan bersama-sama, maka untuk mewujudkannya akan terasa sangat ringan.

Dengan begitu, kita akan terbebas dari penyakit DBD. Alhasil, hidup kita akan menjadi sehat, aman, nyaman, tentram. Semoga kita dapat bersinergi melakukan pemberantasan nyamuk secara total guna membasmi penyebaran penyakit DBD di repblik ini. Wallahu a’lam bi al-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar