Menahan Nafsu Kampanye Hitam
Oleh: Mochammad Sayyidatthohirin
Penerima Beasiswa Bidik Misi
dan
Mahasiswa Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang.
Ramadan telah datang. Umat Islam pun berdendang.
Menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Bulan penuh berkah dan akan mengantarkan
umat manusia kepada kemenangan. Kebetulan, Ramadan kali ini bertepatan dengan
peristiwa yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia lima tahun ke depan. Ya,
Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 untuk memilih
presiden dan wakil presiden periode 2014-2019. Sebagai negara yang menganut
sistem demokrasi, maka Indonesia memberlakukan sistem
pemilu untuk menentukan pemimpin di tingkat legislatif.
Sejak
proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan Ir. Soekarno, bangsa Indonesia menyelenggarakan
pemilu setiap lima tahun sekali. Kecuali
saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Pemacu tujuan para
kandidat tidak lain adalah demi memenangkan pemilu yang dimaksudkan untuk
memperoleh kekuasaan. Sebab, kekuasaan tersebut akan menjadi jembatan pelicin
baginya untuk bisa lebih mudah mengimplementasikan, mengaplikasikan, serta
merealisasikan visi misinya.
Serangkaian
aktivitas yang tidak terlepas dari pemilu diantaranya adalah kampanye. Kampanye
merupakan salah satu aktivitas yang cukup urgen dalam pemilu. Urgensinya sangat
menentukan keberhasilan sang kandidat dalam hajat pencalonan dirinya. Sebab,
dengan kampanye, sang kandidat bisa memperkenalkan diri kepada seluruh elemen
masyarakat. Dan yang terpenting adalah setidaknya masyarakat bisa mengetahui
visi misi masing-masing kandidat. Dengan itu, maka masyarakat memiliki dasar
untuk menentukan kandidat yang layak dipilih.
Ironisnya,
demi memenangkan pemilu, berbagai carapun ditempuh oleh semua pihak yang
terlibat dalam aktivitas kampanye, baik itu cara yang etis maupun tidak, bahkan
terlarang. Mereka menempuh berbagai cara untuk saling menjatuhkan satu sama
lain. Padahal, pada hakikatnya tujuan pelaksanaan kampanye adalah untuk
memperoleh dukungan sebanyak-banyaknya dengan cara yang dibenarkan dan
diperbolehkan. Akan tetapi, realitanya justru kontradiktif dengan tujuan awal
penyelenggaraan kampanye. Padahal, kampanye semacam itu hanya akan
mengakibatkan banyak madharat,
menimbulkan konflik antar kelompok, serta merusak nilai demokrasi Pancasila.
Berdasarkan fakta di lapangan, di setiap masa
kampanye seringkali muncul oknum-oknum yang mengatasnamakan suatu kelompok
pendukung kandidat tertentu yang melakukan penyelewengan dalam pelaksanaan
kampanye. Pasalnya, mereka melaksanakan kampanye yang tergolong tidak etis.
Terkadang pelaksanaannya terkesan tidak sopan, bahkan tidak sesuai atau bisa
dikatakan melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Bawaslu, semisal
melakukan kampanye hitam atau kampanye yang bersifat sangat tidak mendidik
rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di setiap negara demokrasi
di dunia ini tidak ada yang
memperbolehkan kampanye hitam.
Kampanye
model seperti itu tidak ada satupun teori ataupun argumentasi yang
memperbolehkannya. Sebab, cara-cara dalam praktik kampanye hitam sangatlah
merugikan terutama bagi kandidat atau calon, sehingga kredibilitasnya bisa
jatuh dan kewibawaannya bisa luntur di mata masyarakat. Implikasinya, pasti
akan memunculkan peluang-peluang konflik politik yang pada akhirnya bisa
melibatkan berbagai pihak, tak terkecuali rakyat jelata, baik itu berupa saling mejatuhkan maupun memfitnah, bahkan yang
membahayakan saling membunuh atau perang saudara. Hal ini seringkali menjadi
salah satu penyebab kehancuran suatu negara, misal di Mesir.
Itu
berbeda halnya dengan kampanye negatif, tentu tidak menjadi masalah. Sebab,
dalam kampanye negatif, pelaku kampanye hanya sebatas menebar isu negatif yang
dilakukan kandidat selama hidupnya pada masa lampau. Sedangkan dalam kampanye
hitam, pelaku kampanye lebih menebar isu negatif atas seorang kandidat, tapi
tidak sesuai pada kandidat itu. Artinya, pelaku kampanye mengada-ada isu
negatif tentang kandidat yang sebenarnya tidak merupakan sifat dan ataupun
tidak dilakukannya. Maka, tindakan seperti itu yang dilarang keras oleh
Bawaslu, karena termasuk perilaku
yang memfitnah
orang.
Oleh
sebab itu, demi kelancaran pelaksanaan kampanye pemilu, diperlukan peran serta
dari seluruh elemen masyarakat, baik dari Bawaslu, rakyat, maupun politisi
untuk selalu mengawal berjalannya kampanye. Sudah saatnya di negara demokrasi
Indonesia tidak mengenal kampanye hitam, supaya nilai-nilai demokrasi Pancasila
bisa terimplementasikan dalam praktik yang sebenar-benarnya. Setiap masyarakaat
harus saling mendukung terciptanya negara yang demokratis. Jika demikian, tidak
mustahil bangsa Indonesia akan mendapatkan pemimpin yang benar-benar cerdas,
baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual.
Dari bulan Ramadlan ini, harus ditahan bahwa nafsu
kampanye hitam tidak berefek baik bagi demokrasi kita. Apalagi yang masih
melakukan, maka tunggulah kemurkaan Allah di bulan suci ini. Wallahu a’lam
bi al-shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar